Penulis : Aprilia Dwi Lestari (Member KMO Alineaku)
Pertemuan ini bermula dari hilangnya pulpen hitect milik Nafisa yang biasa ia gunakan untuk mengoret kitab kuning setiap kali ngaji. Nafisa yang sering lupa menaruh barang–barang, seringkali membuat dia sering kehilangan barang yang ia miliki. Gadis manis dengan ciri khas lesung pipit di pipi kanannya ini memang sosok yang tidak banyak bicara. Tak heran jika jumlah temannya di pesantren pun dapat dihitung. Sikapnya yang jutek dan masa bodoh dengan sesuatu menyebabkan temannya enggan untuk kenal dengannya.
****
Pulpen yang biasa ia pakai hilang tanpa diketahui kapan terakhir menaruhnya. Ia benar – benar gadis pelupa. Tapi tidak dengan hapalan Al Fiyyahnya yang sangat lancar. Dalam sehari Nafisa dapat menghafalkan 30 bait Al Fiyyah dengan lancar. Tidak sekedar hafal, Nafisa juga mahu maksud dari bait tersebut.
Nafisa sempat cemas karena pulpen yang hilang itu baru saja ia beli, dia begitu menyukai warna biru. Dari segala benda yang ia miliki berwarna biru, sepeda motor, laptop, handphone dan banyak yang ia miliki adalah warna biru. Sehingga pulpen yang hilang ini sangat sayang karena warnanya juga biru.
****
Nafisa berusaha menenangkan diri karena di pulpennya sudah tertera namanya. Jadi jika ada yang menemukan bisa disimpankan terlebih dulu. Beberapa hari Nafisa kebingungan untuk mengoret kitab kuningnya. Terpaksa ia menggunakan pulpen seadanya untuk mencoret kitab kuning. Agak susah memang karena spasi kitab yang begitu rapat.
“Yaudah lah mungkin yang nemuin pulpen ku juga bakal dikembalikan, toh ada namaku,” batin Nafisa.
****
Malam Sabtu jadwal setoran Al Fiyyah Ibnu Malik di kelas 4. Kang Zaki masuk kelas 4 yang berada di gedung sebelah barat masjid. Ia diamanahi untuk mbadali (menggantikan) Ustadz Abdul menarik setoran, dikarenakan beliau tidak berkenan hadir.
Di depan kelas, Kang Zaki mengumumkan dengan jelas kepada seluruh santri,
“Bagi semuanya saja jika kalian mempunyai sesuatu itu harus dijaga, jangan dibiarkan apalagi hilang, setelah kehilangan baru tahu nanti nyesel”
Semua santri bingung dan menebak – nebak apa yang dikatakan Kang Zaki. Mereka menengok ke teman yang berada di sebelahnya yang sama – sama bingung.
“Apa si maksudnya itu ?” tanya salah satu santri pada teman sebelahnya dengan berbisik.
Nafisa terdiam. Dia juga bingung dengan apa yang dikatakan oleh Kang Zaki.
“Baiklah, sudah – sudah, ini hanya pulpen saja kok, Pulpen hitect yang harganya dua puluh lima ribu rupiah kok ditinggal begitu saja”
Serentak santri yang berada di kelas bersorak
“Huuu…. cuma pulpen, saya kira Kang Zaki ditinggal nikah sama ceweknya hahaha…” celetuk salah satu santri putra.
“Hahahaa… hu…. Kang Zaki bucin banget” sambung santri putri.
Tidak dengan Nafisa yang justru diam dan membatin geram.
“ih apaan si, pulpen aja pakai diumumkan di kelas segala, bikin malu aja”
Farah yang duduk di samping Nafisa menengok ke arah Nafisa.
“Eh kamu kenapa Sa ? Jangan bilang itu pulpen kamu yang kemarin hilang”
“Iya, itu punyaku Rah”.
“Aduh …. Nafisa, udah dibilang kamu jangan teledor, tuh kan kamu sendiri yang malu kan”..
“Iya abisnya aku lupa bagaimana, lupa… ih dianya aja yang lebay” jawab Nafisa kesal.
“Sudah – sudah oke kita mulai saja setoran nya, silakan dari santri putra terlebih dulu” Kang Zaki menenangkan.
****
Nafisa ingin kabur tidak setoran karena dia belum membuat setoran Al Fiyyah. Dia baru saja sidang skripsi kemarin, sehingga masih fokus dengan revisi skripsinya. Hingga dia belum memprioritaskan setoran Al Fiyyahnya. Malam itu Nafisa langsung berdiri untuk meninggalkan kelas. Tapi sayang, Nafisa tidak seberuntung biasanya. Yang biasanya kabur tidak setoran karena belum membuat setoran, tidak ketahuan.
“Hei… mbak itu mau kemana? tidak ada yang meninggalkan kelas sebelum setoran” Seru Kang Zaki.
“Mati deh, aku belum buat setoran” Nafisa kemudian duduk kembali dan makin kesal dengan Kang Zaki.
Dengan terpaksa Nafisa membuat setoran pada saat itu juga di tempat duduknya. Sudah dasarnya cerdas, dalam waktu yang singkat itu, Nafisa dapat menghafal 10 bait. Jika hari biasanya dia dapat setoran 40 bait dengan lancar bahkan tahu maksud dari bait tersebut.
****
Setelah semuanya selesai, giliran Nafisa yang maju setoran.
“Kamu mau setoran ?” tanya Kang Zaki
“Nggih kang”
Dalam waktu 3 menit selesai 10 bait Al Fiyyah yang dinadomkeun dengan lancar.
Dalam hati Kang Zaki “Cerdas juga ini anak, saya kira pelupa, pulpen saja lupa”.
Usai setoran, Kang Zaki menyodorkan pulpen hitect biru pada Nafisa.
“Ini pulpennya, lain kali dijaga” dengan ekspresi Kang Zaki yang datar.
“Terimakasih Kang, maaf merepotkan njenengan”..
“Ya” sambil meninggalkan ruangan kelas.
****
Lima bulan kemudian Nafisa telah menyelesaikan kelas 4 dan lulus dengan nilai terbaik serta hafalan Al Fiyyah terbanyak. Kang Zaki baru memberanikan diri untuk menghubungi Nafisa setelah selama ini hanya mengamati dari jauh. Mencari informasi tentang Nafisa melalui teman dekatnya, dan dari santri putri yang lain.
****
Setelah menyelesaikan madrasah diniyyah, akhirnya Nafisa melanjutkan S2 di Yogyakarta. Berbeda dengan Kang Zaki yang telah menjadi dosen di UIN Syarif Hidayatullah Bandung. Selama itu Kang Zaki tidak pernah menghubungi Nafisa lagi dikarenakan kesibukannya masing–masing. Tapi dalam setiap sholatnya, Kang Zaki selalu mendo’akan Nafisa. Begitupun Nafisa yang sudah yakin dengan Kang Zaki.
Mereka akhirnya menikah setelah Nafisa lulus S2. “Aku mencintaimu bukan karena kamu manis, pintar, hafal Alfiyyah, S2 atau segala keunggulan yang ada pada kamu. Karena semua itu adalah prestasi. Tapi cinta bukan soal prestasi, cinta soal hati. Dan hatiku telah satu frekuensi denganmu. Jadilah ibu untuk anak – anakku, hingga tua kita bersama, hingga kakek nenek, hingga salah satu dari kita sudah tiada. Karena aku mencintaimu tanpa karena, Nafisa.” Ucap Kang Zaki kepada Nafisa yang kini menjadi isterinya.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku,
isi naskah sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.”
Comment Closed: Di Balik Satir Pesantren
Sorry, comment are closed for this post.