KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • betonredofficial.com
  • billybets.ch
  • Bisnis
  • Branding
  • Buku
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • ggbetofficial.de
  • gullybetofficial.com
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Metafisika
  • montecryptoscasinos.com
  • Moralitas
  • Motivasi
  • mrpachocasino.ch
  • Nonfiksi Dokumenter
  • Novel
  • novos-casinos
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • okrogslovenije
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Pablic
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Pin-Up oyunu
  • Pin-UP VCH
  • Pin-Up yukle
  • Politik
  • Post
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Public
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • DIA

    BY 04 Des 2025 Dilihat: 47 kali
    DIA_alineaku

    “Kasmaran ini telah membentuk diriku, hingga lupa akan diriku sendiri. Larut dalam koneksi jalinan hati ke hati. Indah memang berinteraksi cinta dengan dia, tak ada kegetiran yang menjalar pada jiwa yang sejatinya terbentuk dari debu.”

     

    Bel berbunyi dengan sahutan berisik mengusik ketenangan penghuni kamar yang masih bermimpi syahdu. Hentakan kaki terdengar berhamburan tak menentu. Lantai bergemuruh, seolah waktu tak memberi jeda untuk berpikir. Aku dan mereka melilitkan handuk sambil menggenggam peralatan mandi. Perebutan untuk mendapatkan air menjadi budaya kami – setiap pagi diwarnai deretan wadah berantrian dan wajah-wajah sabar menunggu giliran.

    “Yahh, punyaku cuma dapat sedikit. Tak adil. Mengapa selalu begini!!” gerutuku dengan wajah cemberut.

    “Sudahlah, intinya bisa untuk digunakan seperlunya saja. Gosok gigi, dan cuci muka pun tidak masalah,” balas Atia penuh pengertian. 

    “Gila ya… cuma modal gosok gigi dan cuci muka. Oh, Tuhan… pasti gerah banget nanti.”

    “Mau bagaimana lagi.” 

    Pilihan untuk melanjutkan pendidikan di lingkup militer merupakan tekad bulat yang sudah aku putuskan. Konsekuensi yang diterima harus ku jalani…walau kadang ada kekesalan akan tindakan dari para senior.

    “Haahhhh…capeknya badan ini,” gumamku sambil menarik napas teduh diiringi merebahkan diri. “

    Lit, ayo mandi dulu. sedikit lagi jam makan malam loh..” usik Atia, teman kamarku yang memecah kedamaian yang dirasakan sesaat. 

    Yah…ketepatan, kedisiplinan, serta ketaatan merupakan aturan yang harus diikuti dan diterapkan selama perjalanan pendidikan itu berlangsung di gedung yang sedikit jauh dari kota. Mau tak mau, aku dan lainnya harus tetap bertahan..Toh, kelak demi masa depan juga!

    “Kring..kring..kring..”

    “Hallo,” sapaku dengan nada pelan.

    “Hallo, baby. Apa kabar? Kamu baik-baik saja kan?” Tanya si dia. 

    “Menurutmu, bagaimana? Aku baik atau …” 

    “Hmmm…dari suaramu terdengar oke,” tangkasnya disusul tawa kecil. Tapi kan… fisikmu belum tentu.” 

    “Hahahahaha…kamu si paling tahu!” Tawaku menggema.

     

    ***

    Dia sosok rupawan yang aku kenal satu tahun yang lalu…..

    Saat pandangan itu mengganggu pergerakanku. Bingung, dan salah tingkah, mau mulai dari mana dan berbuat apa. Aku terperangkap pada tatapan misterius yang tak berpaling, seakan tarikan magnet yang ingin mendekat. 

    “Non, bisa bantu menggoreng ayam?” pinta seorang wanita berkulit kuning langsat.

    “Tentu, daripada aku cuma berdiri tak jelas, Tante. Hehehe,” celetukku sambil tersenyum. 

    Aku dengan hati-hati menjalankan tugas yang diberikan. Satu per satu ayam dicelupkan pada minyak panas. Lalu lalang orang-orang di dapur itu tampak cekatan, memastikan setiap masakan siap disajikan tepat waktu. 

    “Hati-hati, itu bisa menodai kulit mulusmu.” 

    Aku dikejutkan dengan suara berat penuh kelembutan yang tiba-tiba muncul di hadapanku. 

    “Mau aku bantu?” 

    “Ahh…Dia. Dia, orangnya! Mengapa dia harus di sini?” Gumamku dalam hati.

    “Tidak usah, sudah mau selesai kok.” Mencoba tenang meskipun pernyataanku terbata-bata tetapi beraroma kuat.

     

    ***

    Sore itu akan dilangsungkan ritual adat sederhana untuk Alm. Ayahanda dari kakak sepupuku. Aku yang merupakan keluarga dekat dari pihak Ibunda kakak – turut mengikuti prosesi tersebut. Tak tersirat dalam benak ini bahwa akan ada cinta yang bersemi antara aku dan dia. Gerakan body language-nya mencurigakan, mencuri kesempatan untuk mengobrol lagi denganku. Aku berpura-pura bodoh seolah tak paham arti terselubung dari gerakannya. 

    “Boleh tahu namamu?” 

    Dugaanku benar, dia akan mengajukan pertanyaan itu, lalu…

    “Litha, kamu bisa memanggilku Litha.”

    Belum juga lidah ini terlontarkan, dia dengan cepat memperkenalkan dirinya sendiri.

    “James,” ucapnya sambil menyodorkan tangan.

    Seperti insan lainnya, pertukaran nomor WhatsApp pun terjadi. Keakraban kami semakin melejit, hati terasa bergetar dan menyatu. 

     

    ***

    “Btw, kamu sudah makan? Dan kapan pulang ke rumah? Liburan kan sudah mau dekat,” tanyanya pada perbincangan kami di telepon.

    “Sudah kok. hmmm… Kalau soal itu, besok kami sudah tinggalkan asrama.”

    “Oh, okay! Mau aku jemput?”

    “Tidak usah, nanti juga dijemput Bapak. Sudah aku kabari kok.”

    “Baiklah!”

     

    Suasana terasa hangat ketika aku pulang ke rumah. Tiga bulan lebih terpenjara dalam balungan atap dengan pagar menjulang tinggi. 

    “Uhhhffffttt, hirupan udara kebebasan, sebulan terasa setahun,” cetusku.

    “Hei, rambut pendek. Sudah datang ya??” Teriak salah satu orang rumah, tepat saat aku baru mengayunkan kaki turun dari motor. 

    “Hello, hellooo…cinte..cinte. I am back home,” kataku penuh riang. 

    Pakaian dinas yang aku kenakan, dengan cepat dilepaskan, pencitraan dirangkai untuk mendemonstrasikan kejadian yang terjadi ketika di asrama. 

    “Kak Rose,” sapaku. 

    “Bagaimana disana? Aman, kan?” Tanya Kak Rose.

    “Aduh, ceritanya panjang, Kak. Ada marah, lelah, prihatin, bahagia, dan segala macam rasa,” ujarku memulai. “Tapi syukurlah, angkatan kami tidak terlalu ketat. Hukuman keras yang dulu terkenal sudah tidak diberlakukan lagi di angkatan kami. Hanya saja, masih ada tindakan-tindakan tertentu yang di luar nalar, yang entah kenapa tetap dilestarikan para senior. Mungkin mereka ingin melampiaskan apa yang dulu pernah mereka alami, atau mungkin menurut mereka itu balasan karena dianggap kami melanggar.”

    “Namun,” sambung Kak Rose lembut, “itu ada baiknya juga untuk ketahanan diri kalian, supaya tidak cengeng.”

    “Iya, iya, Kak,” jawabku sambil tersenyum kecil.

    Belum sempat kami lanjutkan percakapan, tiba-tiba dia—orang itu—menelpon di sela-sela obrolan kami. Kak Rose melirikku sambil tersenyum nakal.

    “Ada yang rindu, nih… hahahaha.”

    Selama dua jam penuh, aku dan dia saling berbagi cerita. Kebetulan ini satu-satunya waktu yang pas, karena selama di asrama penggunaan handphone diatur ketat. Sesekali suara Kak Rose menyelip, mengingatkanku agar segera tidur karena malam sudah semakin larut. Tapi cinta benar-benar membuatku terlena. Aku tidak peduli dengungan jarum jam; dia seakan menghipnotisku lewat bisikan manja. Ada sesuatu yang berbeda darinya—sesuatu yang membuatku tunduk pada rasa yang ia ukirkan di hatiku.

    “Semalam tidur jam berapa, Non?” tanya Kak Rose sambil menggoda.

    Aku hanya tersipu malu, mempercepat langkah agar terhindar dari pertanyaan lanjutan. Memang, Kak Rose sudah lama tahu tentang hubunganku dengan dia.

    Hari itu, setelah selesai ritual adat di pusara almarhum Bapak Alex…

    “Ku perhatikan dari tadi, ada yang sedang berbunga-bunga…” celetuk Kak Rose.

    “Siapa? Aku ingin tahu orangnya. Siapa sih, Kak?” balasku pura-pura polos.

    “Jangan berlagak tidak tahu, deh. Ayo, jujur…”

    “Dia sudah memenangkan hati ini, Kak,” jawabku akhirnya. “Aku dibuat tak berdaya… hati dan logikaku seolah kehilangan kendali dan terhanyut bersamanya. Apa ini yang namanya falling in love for the first time?”

    Wajahku memerah, mataku berkaca-kaca oleh rasa yang sulit dijelaskan.

    Wanita kepala tiga itu tidak mempermasalahkan hubungan kami. Meski begitu, tetap saja ada nasihat yang ia berikan untuk membimbing kami. Wajar saja—aku dan dia masih muda, dan masih harus mengejar mimpi yang entah akan berakhir di mana.

    Aku mengerti maksudnya. Sebuah hubungan memiliki batas-batasnya. Bahkan mama dari dia pun sudah menyadari kalau putranya sedang larut dalam cinta yang membahana.

    “Jangan yang aneh-aneh, ya… fokus dulu pada tujuan kalian. Suatu saat, kalau kalian sudah punya penghasilan sendiri, tidak akan ada yang melarang,” kata James padaku, menirukan pesan dari mamanya.

    Cinta yang kami bangun kami jaga layaknya mutiara yang bersinar dalam gelap. Meski begitu, perselisihan tetap ada—seringkali dipicu oleh api kecil kecemburuan. Sikapnya kadang membuatku heran; ia bisa begitu protektif dan perhatian, seolah khawatir kehilangan. Semenit saja ia tidak mendengar kabarku, ia tampak gelisah. Dan aku pun merasakan hal yang sama.

    Amarah kami tidak pernah mampu mengalahkan pengakuan cinta yang begitu menggebu. Dia adalah laki-laki yang membawa keteduhan tanpa harus banyak bicara. Kebaikannya terlihat dari caranya memperlakukanku. Ia bukan sekadar belahan jiwa—aku seperti bunga bakung yang dirawat dengan penuh kasih, seolah dia tahu bahwa keindahan sejati butuh perlindungan, bukan sekadar pengakuan.

    Sifat protektifnya menumbuhkan kepercayaan itu, perlahan tetapi pasti.

    Terima kasih, wahai sang penabur asmara… perjumpaan itu telah menata perjalanan cinta dua insan yang berbeda.

    “Bzzz…” ponselku bergetar.

    “Kak Rose tidak nanya-nanya lagi, kan?” tulis James saat ku beritahu aksi Kak Rose pagi tadi.

    “Tidak… aku berhasil mengalihkan interogasinya, hehehe,” balasku sambil menambahkan emoji bercanda.

     

     

    Kreator : Leny Fios

    Bagikan ke

    Comment Closed: DIA

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021