KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Dia Bukan Diriku

    Dia Bukan Diriku

    BY 08 Jan 2023 Dilihat: 151 kali

    Penulis : Iis Istiqomah (Member KMO Alineaku)

    Difa masih duduk terdiam di depan meja belajarnya. Sesekali masih terdengar isak tangisnya meski dia berusaha menahannya. Soal matematika di hadapannya belum dikerjakan sama sekali. Padahal aku sudah berulang kali menjelaskannya. Kepalaku sampai pening, tak tahu harus menjelaskan dengan cara bagaimana lagi.

    “Difa, kamu sebenarnya udah ngerti belum sih? Kan Mama udah jelasin berkali-kali,” suaraku masih tinggi meskipun sudah mencoba menarik nafas panjang.

    Anakku masih membisu. Bulir air mata mulai membasahi kedua pipinya. Tangannya memainkan pensil yang sejak tadi masih dia pegang.

    “Difa, kamu jangan diam aja dong. Mau sampai kapan kamu duduk di situ?”

    Masih belum terdengar suaranya. Kesabaranku sudah hampir habis rasanya.

    “Kamu dengar Mama nggak sih?” suaraku makin tinggi.

    “Denger Ma,” akhirnya Difa bersuara.

    “Difa, ini kan soalnya gampang banget, masa kamu gak bisa sih.”

    Difa menundukkan kepalanya semakin dalam. Aku sudah putus asa menghadapinya. Kadang aku berpikir, kenapa dia berbeda sekali denganku. Dulu aku selalu juara kelas di sekolah. Tak hanya itu, aku juga sering menjadi juara dalam berbagai perlombaan. Lomba cerdas cermat, menari, baca puisi, pidato, olahraga dan sebagainya.

    Aku sangat berharap Difa bisa menjadi seperti diriku. Menjadi anak yang bisa kubanggakan, dan menjadi teladan bagi adiknya. Namun sepertinya harapanku itu sangat sulit aku raih. Aku merasa gagal dalam mendidiknya.

    Keesokan harinya, aku mengantar Difa ke tempat les Bahasa Inggris sepulang sekolah. Rupanya kami tiba terlalu cepat, waktu les masih kurang setengah jam lagi. 

    “Assalamu’alaikum Miss Dewi,” aku mengucap salam tatkala Miss Dewi, guru les Difa keluar menghampiri.

    “Wa’alaikumsalam Bunda, apa kabar?”

    “Alhamdulillah baik Miss.”

    Difa langsung meraih tangan Miss Dewi dan menciumnya. Miss Dewi mengelus kepala Difa sambal tersenyum.

    “Difa main dulu sama temen-temen ya, tuh ada Ana dan Rara di dalam,” Miss Dewi duduk di sampingku.

    “Bun, Difa itu hebat lho, pesat sekali perkembangannya,” Miss Dewi membuka pembicaraan.

    “Masa sih Miss?” aku seakan meragukan perkataan Miss Dewi.

    “Betul Bun, sekarang dia semakin percaya diri ketika berbicara di depan teman-temannya,” Miss Dewi berusaha meyakinkanku.

    “Alhamdulillah Miss jika memang benar demikian,” jawabku.

    “Yang luar biasa lagi waktu les minggu lalu Bun. Anak-anak kan bermain puzzle. Saya sengaja memberi mereka waktu bermain sejenak supaya tidak bosan. Difa selesai menyusun puzzle paling duluan lho Bun, padahal dia menyusun sendiri, sedangkan teman-temannya ada yang berdua atau bertiga, bahkan ada yang usianya jauh di atas Difa. Teman-temannya sampai heran, kok Difa bisa katanya,” Miss Dewi bercerita panjang lebar.

    “Senang sekali mendengarnya Miss. Karena saya selama ini merasa Difa sangat sulit mengikuti pelajaran. Sampai stress kalau mengajarinya di rumah.”

    “Setiap anak pasti memiliki keistimewaannya masing-masing Bun, termasuk Difa. Semua akan ada saatnya.”

    “Iya Miss, terima kasih sudah mengingatkan saya.”

    “Maaf Bun, sepertinya saya harus mulai mengajar.”

    “Silahkan Miss, saya juga mau pamit pulang. Nanti Difa dijemput oleh ayahnya.”

    “Ooo baik Bun.”

    “Assalamu’alaikum Miss.”

    “Wa’alaikumsalam, hati-hati ya Bun.”

    “Terima kasih Miss.”

    Setiba di rumah, aku masih terngiang ucapan Miss Dewi tadi. Rasa bersalah merasuk di dada mengingat apa yang selama ini aku lakukan terhadap Difa. Betapa jahatnya diriku sebagai seorang ibu, merendahkan anak sendiri, menghancurkan rasa percaya dirinya. Tanpa kusadari, rasa ambisiku telah menutup naluriku sebagai seorang ibu, yang seharusnya dapat membuat anakku percaya akan kemampuan dirinya.

    Sekarang aku sadar, Difa adalah Difa, bukan diriku. Benar kata Miss Dewi, dia ternyata punya keistimewaan tersendiri, yang mungkin tidak aku miliki. Tak seharusnya aku memaksa dia untuk menjadi sepertiku. Aku sama sekali tak memikirkan kebahagiaan anakku sendiri, demi sebuah kebanggaan yang ingin kutunjukkan pada orang-orang.

    Tak terasa bulir air mata jatuh di pipiku. Tiba-tiba aku merasa sangat merindukan Difa. Aku ingin memeluknya, menciumnya. Engkau adalah Difa, anakku yang aku banggakan. Dan yang paling penting, aku hanya ingin dia bahagia.


    “Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”

    Bagikan ke

    Comment Closed: Dia Bukan Diriku

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021