Pukul 07.00 pagi seperti biasa aku telah sampai di sekolah. Baru saja ku parkir sepeda motorku, tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari salah satu teman mengajarku bu Lia, “ Bu, maaf saya telat. Semalam ibu mertua kambuh, jadi kami kesana dan menginap, tolong sampaikan ke guru piket ya bu? Dari tadi saya hubungi nggak nyambung”. Segera aku membalasnya, “ Oh, iya bun anti saya sampaikan”. Aku pun segera menghampiri guru piket yang sudah datang lebih awal. Kebetulan hari ini jadwal mengajar bu Lia di jam pertama bersebelahan dengan kelasku.
Bel berbunyi, seluruh siswa bergegas masuk kelas. Pembelajaran pagi diawali dengan berdo’a dan mengaji, anak-anak tampak begitu antusias. Begitu pun dengan kelas sebelah, meski belum ada guru masuk namun anak-anak sudah terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Tiga puluh menit berlalu, bu Lia datang dan segera masuk kelas tuk memulai pelajaran.
Bel istirahat berbunyi, para guru berjalan menuju kantor. Tak sabar, segera kuhampiri bu Lia untuk menanyakan kabar ibu mertuanya. “ Bagaimana kondisi ibu sekarang bu?”. Tanyaku. “ Ibu dibawa ke rumah sakit tadi pagi bu”. Jawabnya. “Ayahnya Wawa yang menemani”. Jawabnya lagi menyebut suaminya. “ Ibu yang sabar ya bu?, semoga mbah utinya Wawa baik-baik saja”. Ucapku.
Bu Lia adalah sosok ibu dan menantu yang baik. Meski ibu mertua, namun ia memperlakukannya seperti halnya ibunya sendiri. Ia tak pernah merasa keberatan merawat ibu mertuanya yang sakit-sakitan itu meski ia sendiri sangat sibuk dengan urusannya. Sehari-hari selain mengajar ia juga mengajar les di rumahnya, selain itu pun berjualan pakaian keliling kampung. Belum lagi anaknya yang kedua masih balita, yang sangat membutuhkan waktu dan perhatian darinya. Meski lelah, ia tak pernah mengeluh. Di sekolah ia juga dipercaya sebagai bendahara BOS. Kerjanya yang cekatan dan penuh tanggung jawab membuatnya begitu dipercaya oleh kepala sekolah.
Tiga hari sejak ibu mertuanya dirawat, kembali aku bertemu bu Lia. “Gimana bu kondisi ibu mertua sekarang?”. Tanyaku. “Ibu sudah dibawa pulang tadi malam bu, dokter bilang ginjalnya bocor dan disarankan untuk operasi, tapi keluarga mau musyawarah dulu”. Jawab bu Lia. Sepulang sekolah saya dan teman-teman mengajar lainnya menjenguk ibu mertua bu Lia.
Benar saja, kondisi ibu mertua bu Lia tampak melemah. Lengannya membengkak, dan matanya Nampak sembab. Menurut bu Lia dulu suaminya pernah bercerita bahwa saat anaknya yang bungsu masih kecil, ibunya pernah menderita sakit batu ginjal. Namun Alhamdulillah bisa sembuh berkat rutin mengkonsumsi ramuan herbal. Katanya, batu ginjalnya itu hancur dan keluar bersama air seninya. Sejak saat itu, sang ibu mertua tidak pernah kambuh lagi.
Awal menjadi bagian dari keluarga ibu Darmi nama ibu mertuanya, bu Lia bilang katanya ibu mertua sudah terkena penyakit diabetes. Menurutnya, sang ibu tidak pernah mengkonsumsi gula pasir biasa melainkan gula jagung bila ingin bikin teh. Masak sayur juga tak pernah memakai gula. Bila sedang berkunjung ke rumah orang ia selalu bilang pada tuan rumah untuk membuatkan minuman pahit saja, (teh atau kopi tanpa gula). Intinya, ibu sudah sangat menjaga kesehatannya.
Tak lama kami duduk, datang kakak ipar bu Lia membawa segenggam tanaman herbal. Setelah bersalaman dengan kami ia pun menuju dapur untuk merebus daun yang dibawanya itu. Ia merupakan anak kedua dari ibu Darmi mertua. Sebenarnya rumahnya tidak begitu jauh dari ibunya. Ia juga tidak memiliki banyak kesibukan. Hanya ibu rumah tangga biasa. Namun entah mengapa sepertinya ia kurang perhatian pada ibunya sendiri. Ia justru kerap kali menyuruh bu Lia untuk merawat dan menunggui ibunya.
Sementara anak-anak bu Darmi yang lain, mereka memiliki kesibukan masing-masing. Hal inilah yang selalu menjadi alasan mereka saat diminta merawat ibunya. Havid yang jadi kepala dusun begitu sibuk dengan urusan dusun. Sementara sang istri juga keberatan merawat mertuanya. Selalu saja kesibukan di rumah yang membuatnya berat hati untuk sekedar menjenguk ibu dari suaminya itu. Sedang Yanti anak ketiga, sibuk dengan bisnisnya yakni berjualan pakaian di toko. Yuli anak keempat tak mau kalah dengan kakak-kakaknya yang lain, ia juga bekerja menjaga toko pakaian cabang milik Yanti. Setiap hari ia pergi pagi dan pulang ke rumah saat waktu sudah petang. Hingga tak ada waktu lagi untuk mengurus ibunya. Satu lagi si bungsu yang jadi tentara sudah ditugaskan di daerah terpencil yang cukup jauh.
Beruntung masih ada bu Lia dan suaminya yang sangat menyayangi bapak dan ibunya. Hingga hampir enam bulan mereka merawat sang ibu, kondisi ibu belum juga membaik. Hampir seminggu sekali terkadang dua kali mereka membawa ibu ke rumah sakit. Akhir-akhir ini gula darah ibu sering turun dan HBnya pun sangat rendah, hingga harus selalu rutin transfusi darah. Hal tersebut tentu membuat bu Lia dan suami sangat repot, hingga bu Lia pun sering izin tidak mengajar. Untungnya pihak sekolah sangat memaklumi kondisi tersebut.
Di bulan keenam kondisi ibu kian memburuk, akhirnya keluarga pun sepakat untuk membawa ibu cuci darah. Saat hendak ke rumah sakit, bapak juga kondisi kesehatannya menurun. Hingga ia pun harus dibawa ke rumah sakit. Tak mau melihat ibu bersedih dan takut kondisinya tambah ngedrop, keluarga pun tak mau memberitahu ibu tentang bagaimana kondisi bapak. Setau ibu bapak baik-baik saja di rumah. Segera anak-anak Bu Darmi membagi tugas, ada yang menunggu ibu dan ada yang menunggu bapak. Kebetulan mereka dirawat di rumah sakit yang berbeda.
Setelah kondisi bapak membaik, keluarga membawanya pulang. Sewaktu ibu pulang, bapak sudah di rumah. Hingga ia pun benar-benar tidak tahu bahwa suaminya itu baru saja dirawat di rumah sakit. Tak mau melihat istrinya curiga, bapak mertua berusaha tak menunjukkan sakitnya, meski kondisinya belum normal seratus persen.
Satu minggu sejak kepulangan ibu dari rumah sakit, ibu Nampak lebih segar dari biasanya. Tentu hal ini membuat Bu Lia sangat bahagia. Pagi itu sang ibu minta dibuatkan soto buatan bu Lia. “Lia, ibu pingin kamu buat soto untuk ibu ya?, ibu tidak ingin kamu belikan”. Ucap Bu Darmi. Bu Lia yang sudah dandan rapi hendak berangkat ke sekolah tak bisa menolak permintaan ibunya itu. “ Ia, bu”. Jawabnya. Segera ia mengambil handponnya dan mengirim pesan singkat kepada guru piket agar memberi tugas dulu untuk kelas yang ia ajar.
“Wah, ini mah ibu sudah sembuh!”. Seru bu Lia gembira melihat ibu mertuanya menikmati soto buatannya dengan lahap. Tak lama ia pun berpamitan pada Bu Darmi untuk berangkat ke sekolah.
Siang itu cuaca tampak begitu terik. Seperti biasa,sepulang sekolah Bu Lia langsung ke rumah ibu mertuanya. Rasanya ia sungguh tak tega jika harus membiarkan ibunya di rumah. Sampai-sampai ia tak sempat mengurus rumahnya. Baginya yang terpenting adalah kesehatan ibu suaminya itu. Ia juga merasa bersyukur bisa tinggal satu kampung dengan mertua. Ia tak bisa membayangkan bagaimana repotnya bila jarak rumahnya dan rumah mertua berjauhan. Begitu sampai di rumah Bu Darmi, Wawa yang sejak pagi tak mau diajak ke sekolah, sedang bercengkrama dengan kakeknya. Bu Lia segera masuk rumah dan melihat kondisi ibu lalu mengambilkannya makan siang.
Tinggal dua hari bulan puasa datang. Beberapa anak-anak Bu Darmi datang berkunjung. Mereka nampak membicarakan siapa nanti yang akan menemani dan merawat ibu selama bulan ramadhan. Suami Bu Lia memberikan usulan agar semua anak-anaknya bergiliran mengantar makanan dan menemani ibu. Namun anak-anak yang lain justru meminta agar Bu Lia yang melakukannya. Salah satu dari mereka berkata pada Andi suami Bu Lia, “ pokoknya nanti urusan keperluan lebaran, pakaian, kue kalian biar kami yang menanggungnya!”. Terpancing emosinya, Spontan Bu Lia menjawab, “bukan masalah itu, kami masih sanggup kalau untuk memenuhi kebutuhan itu!. Yang harus kalian pikirkan kondisi ibu yang butuh kita semua, dia ibu kita bersama bukan cuma ibu saya atau ibu Andi”. Tak mau disalahkan kakak-kakak Andi yang lain pun menjawab dengan nada yang tak mau disalahkan. Hingga perselisihan pun terjadi. Bu Lia yang selama ini terkenal tak banyak bicara tiba-tiba dengan suara yang agak keras berteriak menghentikan perdebatan saudara-saudaranya itu, “diam!, biar saya dan Andi yang akan full menjaga ibu selama bulan puasa. Toh dari kemarin-kemarin juga kami yang merawatnya”. Yang lain pun tak dapat berkata-kata.
Sebulan penuh Bu Lia dan suami merawat ibu, kini idul fitri telah datang. Idul fitri tahun ini mereka sepakat untuk mengenakan kostum serba hitam. Tak lama setelah idul fitri berlalu kondisi ibu Nampak sangat memburuk. Keluarga pun segera membawanya ke rumah sakit. Kurang lebih satu minggu dirawat, ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir. “Ya, Tuhan inikah makna dari kostum lebaran yang kami kenakan?”. Ucap Bu Lia lirih. Saat itu sekitar pukul 23.00 WIB Bu Lia memberi kabar padaku bahwa ibu mertuanya telah meninggal. Pagi harinya kami para dewan guru dan anak-anak OSIS pergi takziah ke rumah ibu mertua Bu Lia. Hujan air mata tak dapat dibendung. Nampak Bu Lia begitu kehilangan sosok ibu mertua yang sangat baik dan sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri. “Sabar ya bu, ibu yang ikhlas kita do’akan semoga ibu tenang di sana, diampuni dosa-dosanya dan diterima semua amal ibadahnya”. Ucapku. Bu Lia hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih pada kami. “Kini tak ada lagi yang minta dibuatkan teh gula jagung ataupun teh pahit, Kini engkau telah bebas dari penyakitmu bu…bahagialah kau di sana”. Pinta Bu Lia dalam hati.
Kreator : Sri Dewi Rejeki
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Dia Ibu kita
Sorry, comment are closed for this post.