Setelah tiga tahun tertunda untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu menunaikan ibadah haji dan menghadap ke Baitullah, hari ini tepatnya hari Kamis, tanggal 1 Juni tahun 2023, merupakan hari yang bahagia sekaligus terharu atas keberangkatan ibu mertua yang selalu kami panggil dengan sebutan ”Mbah Uti.”
Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk berbakti pada beliau, dimana sepulang dari melaksanakan ibadah umroh, beliau berkenan menempati rumah kami,sampai pada keberangkatan ibadah haji ini. Namun, ada peristiwa yang sampai detik ini masih tersimpan di memoriku.
Di pagi hari, seperti biasa, sebelum berangkat menjalankan aktivitas rutin, kami semua sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatu terutama sarapan pagi dan kebetulan di hari itu pas jadwal kontrol bulanan Mbah Uti ke Rumah Sakit.
“Mbah, silahkan mandi. Air panas sudah saya siapkan.” kataku sambil membawa air di ember ke kamar mandi.
“Ya, Nok. Sebentar, saya tak memberi makan ayam dulu.” jawab Simbah.
Biasanya, ketika melihat sisa-sisa makanan, Simbah teringat ayam-ayamnya yang kebetulan berada di kandang rumah bagian barat (rumah milik Adik yang dulu pernah ditempati oleh Simbah).
Tak lama kemudian, sayup-sayup terdengar suara meminta tolong.
“Tolong. Tolong, Nok. Aku tertimpa musibah.”
Sontak saja, aku berlari ke belakang. Betapa kagetnya diriku ketika melihat muka Simbah sudah berlumuran darah. Maka, kurangkul beliau, kupapah, kemudian ku dudukkan beliau di lincak yang kebetulan ada kain yang bisa ku gunakan untuk menutup darah yang becucuran. Betapa paniknya diriku, sehingga aku pun berteriak memanggil suamiku. Akhirnya, semua anak-anak dan cucu-cucu beliau berdatangan, mungkin karena mendengar teriakanku dan kebetulan rumah kami saling berdekatan.
Kemudian beliau kami bawa ke UGD, dan alhamdulillah langsung ditangani, dilakukan tindakan dengan dijahit lukanya yang lumayan lebar.
Batinku berkata, “Aku yakin Simbah baik-baik saja.”
Karena aktivitas sehari-hari beliau cuma beribadah dan terus beribadah. Di usianya yang sudah senja, 86 tahun, namun semangat beribadahnya luar biasa. Setiap harinya bangun sekitar pukul 02.00 dini hari, terus melakukan sholat-sholat malam. Sambil menunggu adzan subuh, beliau membaca Al Qur’an. Ketika adzan subuh sudah berkumandang, beliau langsung bergegas pergi ke masjid untuk berjamaah sholat subuh. Kemudian setelah menjalankan sholat subuh, beliau melanjutkan membaca Al Qur’an.
Sehabis sholat dhuha juga nderes Al Qur’an, Al Ibris, Majemuk dan kitab-kitab kecil lainnya. Jadi, aktivitas sehari-harinya beribadah dan beribadah. Jadi, tidak heran jika selama satu bulan bisa khatam Al Qur’an sampai dua atau tiga kali dan tanpa memakai kacamata. Subhanallah.. Mudah-mudahan kami anak cucunya bisa meneladani beliau.
Beliau juga selalu sholat berjama’ah di masjid, walau jarak rumah kami dengan masjid lumayan agak jauh. Jarak jauh tidak menjadi kendala bagi Simbah untuk selalu pergi ke masjid agar bisa sholat berjama’ah.
Namun, pasca peristiwa tersebut, beliau tidak sholat jama’ah ke masjid lagi. Akhirnya, Simbah sholat berjama’ah di rumah dengan saya, kecuali sholat dzuhur karena saya belum pulang dari kerja.
Alhamdulillah, menjelang hari-hari keberangkatan haji, kondisi Simbah semakin membaik. Lukanya sudah mengering, meskipun kadar hemoglobin (HB) masih di bawah 10. Namun, berkat semangat beliau untuk sembuh dengan banyak mengkonsumsi sayur-sayuran, hati, dan makanan lain yang dapat meningkatkan kadar HB (sesuai saran dokter), pada pemeriksaan terakhir sebelum keberangkatan, kadar HB sudah mencapai 10,3 — atau mungkin sedikit lebih tinggi, saya agak lupa. Yang jelas, kadar HB sudah naik, sehingga kondisinya dinyatakan aman untuk keberangkatan
Menjelang detik-detik keberangkatan beliau, kami mengadakan walimatul safar, dilanjutkan mujahadah Muslimat se-kecamatan. Hal ini kami lakukan,karena Beliau dari dulu sudah berpesan, jika besok ia akan berangkat haji, maka jangan lupa menggilir baca al Qur’an.
Dan, alhamdulillah, semua permintaan beliau dapat terlaksana dengan lancar. Banyak yang tulus mendoakan beliau, silih berganti tamu yang datang ke rumah kami untuk mendoakan beliau.
Akhirnya karena banyaknya tamu yang berdatangan, beliau kelelahan, kakinya buat berjalan sakit, punggungnya nyeri. Dan, akhirnya Beliau kami bawa ke klinik terdekat. Kami pun hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Ibu kami dan kami pasrahkan semuanya pada Allah. Apapun yang terjadi pasti yang terbaik.
Dan, atas izin Allah, sehabis minum obat dari dokter, akhirnya Simbah bisa berjalan tanpa merasakan sakit lagi.
Akhirnya, tibalah hari keberangkatan beliau untuk menunaikan ibadah haji. Kami pun mengantarkan Beliau sampai ke Pendopo Kabupaten dan Alhamdulillah semua berjalan lancar. Doa kami selalu menyertai Simbah Uti, kami pasrahkan semuanya pada-Mu Ya Allah.
Di sela-sela waktu istirahat setelah menikmati makan siang dan melaksanakan salat Zuhur, kami dikejutkan oleh sebuah pesan WhatsApp yang berbunyi:
“Mohon doanya, Ibu sedang di rumah sakit. Kadar HB-nya hanya 9,2 sehingga harus menjalani transfusi darah.”
Kami pun bergegas ambil air wudhu ,untuk kemudian memanjatkan doa, melakukan mujahadah ijazah dari Ibu Nyai Shinto’ Nabilah. Tanpa terasa, air mata kami pun tertumpah. Kemudian kami pun memanggil saudara-saudara kami untuk merapat, mujahadah bersama, berdoa untuk kesembuhan atau Kesehatan Simbah. Dan, Alhamdulillah, kami pun menghubungi ketua regu untuk memastikan kondisi Simbah. Katanya beliau baik-baik saja.
Menjelang malam, sepulang dari kegiatan yasinan, yang kebetulan malam itu adalah malam Jumat, di mana kami selalu mengadakan kegiatan yasinan secara bergiliran dari rumah ke rumah, kami membuka ponsel. Ternyata, sudah ada banyak panggilan masuk yang tidak terjawab. Hal ini terjadi karena kami memang tidak membawa ponsel saat mengikuti kegiatan yasinan. Yang intinya, kami diminta mendampingi Simbah di rumah sakit dimana Simbah dirawat. Tanpa konfirmasi terlebih dulu dengan yang bertanggungjawab terhadap jama’ah haji, kurang lebih pukul 12.00 dini hari, kami pun sampai di Rumah Sakit yang dimaksud. Sesampainya di sana, ternyata Simbah sudah kembali ke asrama haji lagi. Kemudian kami pun menuju asrama haji, namun kami tidak diperkenankan masuk tanpa ada surat perintah atau surat izin.
Akhirnya kami pun menghubungi seseorang yang bertanggung jawab atas jamaahnya alias ketua regu.
“Mas, ini saya sudah sampai asrama haji. Akan tetapi, tidak diperbolehkan masuk oleh petugas.” kataku.
“Ini Simbah sudah masuk kamar, kondisinya sehat. Apa Simbah saya antar ke situ, supaya bertemu kalian?” jawab Pak Ketua.
“Tidak usah, kasihan Simbah. Terima kasih atas kebaikan Bapak. Kami pun sudah lega mendengar kondisi Simbah.”jawabku.
Alhamdulillah, Simbah baik-baik saja, sehat, sekarang waktunya istirahat, supaya besok fit ketika akan naik pesawat menuju Madinah.
Inilah cara Allah menegur kami agar kami tak terlepas untuk selalu mendekat pada-Mu, Ya Rabb.
Mudah-mudahan Simbah sehat dan selalu diberikan kekuatan untuk menjalankan rangkaian ibadah haji, dimudahkan semuanya, dan akhirnya mendapat predikat hajjan mabruroh.
Kreator : Siti Nok Muslikhah
Comment Closed: Diingatkan oleh Allah
Sorry, comment are closed for this post.