“Kak, ke supermarket kita yuk” , ajak sepupu ku Aley.
“ Siapa aja yang mau ikut? “ , tanya ku .
Argo adik ku unjuk jari sedangkan Nani dan Heni, kedua sepupu ku yang lain tidak ingin ikut, maklumlah diantara kami bertiga, mereka berdualah yang paling muda.
Momen lebaran yang paling dinanti adalah kumpul keluarga besar dan THR. Dari sinilah mata pencaharian anak-anak dari zaman baholak hingga saat ini, sudah menjadi tradisi umum.
Lebaran hari ketiga di tahun 1995 menjadi kesan yang berbeda untuk ku. Di momen ini sebuah peristiwa geli, kesal menjadi kenangan unik tak terlupakan.
Aley, Nani dan Heni adalah sepupuku dari nasab ibuku. Mereka menginap di rumah ku. Aku dan adikku Argo senang karena ada teman bermain di rumah, maklum lah rumah kami di daerah terpencil, kata orang tempat ‘jin buang anak’. Marelan, beberapa tahun lalu merupakan daerah yang dijengkali banyak orang, suasana masih sangat jauh dari kata kota.
Rumah penduduk masih berjarak 10 meter dan berhadapan dengan kebun sawit. Malam hari riuh kidung jangkrik mengisi heningnya malam. Sedikit gambaran 25 tahun yang lalu di Marelan.
***
Kesepakatan pun terjadi, aku, Aley dan Argo akan pergi ke supermarket. Zaman itu supermarket menjadi idola anak-anak, surganya pernak-pernik, jajanan dan kebahagiaan anak-anak, tak terkecuali kami bertiga.
Berbekal uang THR masing-masing, kami mulai menelusuri jalan-jalan kecil dari halaman rumah penduduk. Kami mengambil rute dari jalan belakang bukan jalan utama.
Layaknya anak-anak yang lain, berjalan sambil bercerita, tengak-tengok sana sini memandangi belukar-belukar jinak penghuni rumah. Menyisiri jalan setapak kebun belakang rumah warga.
Supermarket letaknya ada di daerah Titipapan. Belum ada transportasi umum kecuali becak dan kendaraan pribadi. Jalan utama yang mengarah ke sana terasa tidak nyaman dan aman untuk bocah seperti kami.
Sekitar setengah jam, perjalanan kami pun tiba di tujuan. Riang sangat hati kami. Sibuk memilih barang-barang kesukaan kami. Aku mencari coklat sil**r que*n, ratunya coklat pada zaman itu. Harga terbilang tak terjangkau oleh uang saku kami. Ya di momen lebaran ini bisa kami nikmati.
Penjepit rambut, pembersih wajah, tak luput dari pencarian ku. Sembari melirik ke draft harga yang tercantum, kalkulator alami ku mulai meng kalkulasi nya. Ku rogoh di saku celana ku dan melihat nilai nominal yang ku bawa, ‘ ya kurang dua ribu’ lirih ku.
Ku dekati Argo adik ku dan mulai merayu paksa, “ Argo, kak pinjam dua ribu ya! “ ucapku.
Argo merogoh koceknya dan melihat isinya, kemudian menganggukkan kepalanya. Ada senyum pahit terukir di bibir nya.
Argo melihat robotan namun dia ragu dengan harga nya, ditarik nya Aley “ Ley, tulisan harga robotan itu brp? “
“Aley melihat draft yang tertempel di rak pajangan dan berkata “ dua belas ribu, argo. “
Aley mulai menghitung sisa uang nya dan berkata “ Aley, aku pinjam dulu lima ribu ya, uangku kurang. Aku pengen beli robotan, es krim walls dan chitato “ .
“Kok lima ribu argo? Uang mu kan masih ada tiga ribu lagi berarti hanya dua ribu dong? “
“Dua ribu nya uda ditempah ma kak Marni” dengan wajah lusuh Argo berkata.
“ Ya, kalo gitu, aku lah yang cuma bisa beli coklat dan es krim. Padahal aku juga pengen beli mainan”, ucap Aley.
Serempak keduanya berkata “ Begini nasib jadi adik-adik…. dukanya tiada berujung….. Engggg…. Engh”.
***
“Pulang yuk udah siang ni”, ujarku.
Setelah membayar di kasir barang-barang yang kami beli, kami berlalu dari supermarket itu. Kami mengambil rute yang sama.
Kali ini posisi ku ada di pinggir sebelah kanan. Kami menyusuri jalanan sembari memakan jajanan yang kami beli.
Dengan hati riang kami berbicara dengan semangatnya. Tak ada kata lelah walau terkuras delapan puluh persen sekalipun. Sungguh berbeda dengan saat ini.
Tampak sebuah rumah yang sedikit menyeramkan di ujung pandangan kami. Kami melebarkan langkah kaki kami bertiga hingga melewatinya barulah kami memperlambat irama langkah kaki kami.
Kanan dan kiri jalanan yang kami lalui adalah belukar. Aley mulai bergeser ke sisi sebelah kananku, kemudian disusul Argo sehingga kini aku yang berada di posisi sebelah kiri.
Argo dan Aley mulai kasak-kusuk, sedikit panik. Awalnya aku tidak memahami ada apa dengan mereka. Aku masih berjalan dengan santainya.
Keduanya kian memepetku, mendorongku kian ke arah tepi sebelah kiri. Aku menjadi risih dan kesal, ku rubah arah pandang ku. Aku mulai “ Apaan sih, geser geser aku ke tepi terus, ada belukar ni” kata ku.
Mereka hanya saling pandang dan tersenyum ringan melihat kepolosan ku. Aku mulai merasa aneh, dan ku lihat di sisi sebelah kiri ku, seekor anjing tergolek tidur tepat sekali di sisi kiri kaki ku.
Aku terkejut dan mulai merasa resah. Ku coba menenangkan hati ku, namun Aley dan Argo mulai panik, mereka secara langsung mengambil langkah seribu. Berlari sekencang-kencangnya.
Aku serba salah, bergerak lari akan membangunkan anjing itu, kalo jalan mati di tempat. Belum lagi aku mengambil tindakan, anjing tersebut pun terbangun. Seketika itu berlari mengejar Aley dan Argo.
Aku bingung, sebuah mukjizat, aku yang tepat di sisi si anjing malah tidak sedikitpun bergeming ke arahku.
Jalan di depan kami bercabang tiga. Lurus ke depan adalah jalan yang menuju ke rumah kami, dua cabang kanan dan kiri adalah jalan bukaan baru ke halaman rumah yang masih di bangun.
Melihat anjing tadi sudah beraksi mengejar Aley dan Argo aku pun mulai berlari juga sambil mulut komat kamit membacakan surah-surah pendek, berharap perlindungan dari Sang Ilahi. Aku mengambil jalan lurus ke depan dan berhenti di ujung cabang jalan itu.
Aku lihat Aley belok ke kanan sambil berteriak “ tolong…. tolong….. “ pintanya sambil menangis. Di ujung jalan cabang sebelah kanan mentok belukar dan dari arah cabang sebelah kiri ada rumah yang baru di bangun. Ada beberapa tukang bangunan di sana.
Mendengar jeritan Aley, para buruh bangunan pun menghentikan sejenak pekerjaan mereka dan mencoba membantu kami. Mereka menginstruksikan “ jongkok…. jongkok…. “ keAley. Dan Aley pun mengikuti suara itu, jongkok kemudian salah seorang tukang bangunan itu mengambil cabang ranting dan menyodorkan dari kejauhan ke arah anjing tersebut… “husshh… Husshh”.
Anjing mulai berhenti mengejar Aley dan berganti arah mengejar Argo yang sedari tadi bimbang untuk mengambil jalan mana. Ia masih terhenti di persimpangan cabang.
Ketika ia melihat anjing mulai kembali, ia berlari ke cabang sebelah kiri berharap ada bantuan dari para tukang yang sedari tadi melihat kejadian ini.
Argo berlari sambil menangis dan berkata “ pak tolong…. Tolong pak…. “ . Anjing itu begitu liar dan buas. Aku pun tak tahu harus apa karena aku merasa ketakutan juga.
“Lari kemari dik…. Kemari… “kata para tukang bangunan itu. Namun Argo tak kuat mencapai para tukang itu, ia lelah dan anjing kian semakin dekat dengannya. “Jongkok…. jongkok… “ , suruh tukang itu.
Argo pun terpeleset dan sekuat tenaga untuk bangkit membetulkan posisi badannya untuk berjongkok. Hanya kaki kanan yang mampu berjongkok dan sebelah kiri nyaris digigit anjing sampai salah seorang tukang tersebut mengambil batu dan melempar ke arah anjing itu sambil berkata “ husshh… Husshhhh” . Yang lain nya mencoba berlari ke arah Argo menjinjing sepotong ranting pohon yang agak besar.
Melihat kedatangan tukang itu yang menjinjing ranting kayu, anjing itu pun lari ketakutan.
Aku, Aley dan Argo mengucapkan terima kasih ke bapak-bapak tersebut. Dan mereka menyarankan kami untuk segera pulang ke rumah. Argo dan Aley masih sesenggukan, air mata keduanya masih mengalir. Aku pun meraih kedua tangan mereka, mengajak untuk pulang.
“ Kak, kami minta maaf ya, kami udah jahat sama kak, kami sebenarnya nampak ada anjing di depan “ ucap mereka.
“Jadi kalian sengaja ya usil ke kakak” tanya ku dengan senyum geli.
Mereka menganggukkan kepalanya.
“ Hahaha….. kena sendiri kan. Makanya jangan usil “ ucap ku berharap suasana kembali riang. 😅😅😅
Kreator : Noer Maya
Comment Closed: Dikejar Anjing
Sorry, comment are closed for this post.