“Tekaaaaa ….” teriak Sundari dan Ismail bersamaan.
Tanpa menunggu waktu lama Teka muncul dari balik pintu melambaikan tangan dan kemudian menyusul teman – temannya yang sudah rapi lengkap dengan membawa kitab suci Al-Quran.
“Dadaaaah, Mbak.” teriak Hana dari rumah. Teka melampaikan tangan pada adiknya sembari tersenyum. Hana melambaikan tangannya sampai Teka hilang dari pandangan.
Rumah guru ngaji mereka tidak jauh dari sekolahan. Di samping sekolah ada komplek perumahan, rumah Pak Gusti pas di belakang bangunan sekolah. Ketika kami sampai sudah ada beberapa teman – teman yang sedang membaca Al-Quran nya masing – masing sebelum setor bacaan ke Pak Gusti. Setelah selesai sholat Pak Gusti akan mengajar kami bergiliran, melafalkan bacaan dan akan diikuti murid – murid, membenarkan jika ada yang keliru. Pak Gusti sabar mengajari kami mengaji, meskipun kami bebal dan sering bolos ngaji.
Pernah waktu itu selepas pulang sekolah, Teka berlari pulang melempar tas sembarangan, ibu sedang menidurkan Hana, berganti baju, shalat dan makan cepat – cepat, meminta izin pada ibu akan bermain sebentar sebelum berangkat ngaji langsung berlari ke rumah Ismail, janjian akan pergi memancing bersama. Masing – masing sudah membawa joran, Ismail yang membawa umpan cacing tanah, berangkat memancing di ujung desa, airnya di sana tenang, dekat dengan persawahan siapa tahu banyak ikan. Teka, Sundari dan Ismail keasyikan memancing hingga sore lupa ada jadwal mengaji.
Hanya tinggal Ismail yang belum selesai setor mengaji, Teka dan Sundari yang sudah selesai merapikan Al – Quran menunggu.
Antara gedung sekolah dan rumah Pak Gusti ada jalan kecil sebagai jalan tembus antar komplek. Jalannya kecil hanya bisa dilalui satu sepeda motor saja. Untuk mempersingkat waktu biasanya kami pulang melewati jalan ini, kemudian tembus lewat komplek sebelah dan menyeberang jalan raya berjalan sedikit lagi dan berbelok ke kiri ke arah desa kami.
Teka, Sundari dan Ismail berjalan beriringan menyusuri jalan desa. Ismail iseng meraup beberapa kerikil di jalanan yang berbatu sambil melemparkan ke sembarang arah.
Ketika tengah bercakap – cakap dari sisi jalan yang ditumbuhi pohon rambutan terdengar suara geraman. Serentak Teka, Sundari dan Ismail terhenti mendengarkan dengan seksama suara apa yang barusan terdengar. Dengan iseng Ismail melempar batu kerikil ke arah asal suara.
“RRRRR…GUKK..GUKK…GUKK…RRR”
Tiba – tiba dari balik semak muncul seekor anjing besar berwarna kecoklatan, melangkah waspada wajahnya menyeramkan, matanya besar, gigi taringnya panjang runcing, mengeluarkan air liur dari mulutnya, leher dan telinganya tegak, Teka, Sundari dan Ismail baru pertama kali berhadapan dengan anjing sebesar itu. Mereka mundur perlahan, saling bertatapan satu sama lain berhitung dengan resiko, beberapa kali Teka menelan air liur, anjing besar tidak bergeming dari tempatnya hanya menggeram dan menggonggong. Wajah sundari pias, tanpa sadar meremas kuat – kuat lengan Teka , terlambat Teka tak sempat menghentikan Sundari yang tiba – tiba gegabah membalik badan dan berlari pontang – panting.
Teka dan Ismail membeku, Anjing kecoklatan itu terlihat marah dan memamerkan giginya yang tajam dan runcing. Anjing itu seperti bisa membaca pikiran Teka dan Ismail. Ia melangkah maju sambil menggeram jarak mereka hanya terpaut beberapa meter. Tidak ada jalan lain, dengan isyarat mata dan hitungan jari Ismail dan Teka bersiap. Memutar badan dan berlari sekencang – kencangnya. Sekali lagi anjing itu menyalak nyaring dan mengejar Teka dan Ismail. Teka lari sekuat tenaga, meskipun kesulitan tangan kirinya menggenggam bungkusan kitab suci Al-Quran sedang tangan kanan menyingsingkan rok panjangnya ke atas betis. Keringat dingin mengalir di dahi dan punggung Teka jarak mereka hanya sekitar 3 meter, Ismail tidak kalah panik sarung dan kopiah di gulung serampangan, wajahnya ketakutan berlari ngos – ngosan keringat bercucuran di dahi dan wajahnya.
“TOLONGGGG… TOLONGGG…” Ismail berteriak kencang sambil terus berlari. Sepi di jalan menuju desa jarang orang berlalu – lalang. Ismail berusaha mengejar Teka yang berlari dua tiga langkah lebih cepat darinya.
“TOLONGGG!!!”
Susah payah Teka mengeluarkan teriakan. Ketika sedang panik teriakan pun seperti cicitan.
“GUKK…GUKK..GUKK!!”
Anjing itu berlari cepat segera menyusul Teka dan Ismail. Anjing itu sudah memperlihatkan gigi tajamnya bersiap menerkam. Anjing itu berhasil menyusul Ismail yang berada di belakang Teka, udara panas dari moncong anjing sudah dekat sekali, saat anjing itu membuka mulutnya siap menerkam Ismail tiba – tiba terdengar suara berdebum diikuti jeritan suara anjing. Di saat yang sama Ismail terjungkal jatuh terjerembab mengaduh kesakitan.
“Anjing kecoklatan itu tidak sadar kalau ada orang lain yang telah memukulnya dengan sebilah kayu. Sekali lagi pukulan keras menghantam kakinya. Si anjing melolong kesakitan, mencoba berdiri tegak di hadapannya telah berdiri seorang laki – laki berperawakan tegap dengan sebilah kayu dalam genggamannya. Laki – laki itu siap menghantamkan kayunya apabila si anjing menyerang lagi. Namun rasa sakit akibat dua pukulan sebelumnya, membuat nyali si anjing menciut. Dengan lolongan kecil, dan tatapan benci ke arah Ismail dan Teka anjing itu berusaha lari terpincang – pincang menjauh.
“Ismail, kau tidak apa – apa?” tanya laki – laki itu.
“Tidak, Paman. Hanya dengkul dan siku yang berdarah.” jawab Ismail kepada laki – laki yang rupanya adalah bapak Teka.
“Teka, kau tak apa – apa, Nak?”
Teka hanya menggeleng, jantungnya masih berdegup kencang napasnya memburu. Betapa leganya ada bapak yang datang menolong.
Ternyata dari kejauhan bapak sudah melihat ada yang tidak beres. Bapak langsung melaju kencang dan mencari sesuatu. Ketika kaki Ismail hampir di gigit anjing bapak berhasil menendang badan anjing dengan kakinya sekuat tenaga. Melemparkan sepeda sembarangan dan berhadapan dengan anjing. Berdiri mantap siap melanjutkan perkelahian apabila si anjing tidak mundur. Melihat lawan yang tidak seimbang dengan malu dan penuh benci anjing kecoklatan itu terpincang – pincang menjauh.
Bapak memeriksa kondisi Ismail yang kepayahan takut ada yang terkilir lalu menaikkannya di stang sepeda. Teka berjalan beriringan dengan bapak dan Ismail yang dituntun dengan sepeda.
Menurut cerita Bapak, anjing itu adalah anjing liar yang agresif. Jika merasa terganggu atau terancam, dia akan mengejar orang yang mengganggunya. Seorang tetangga kami pernah di gigit dan harus dilarikan ke puskesmas karena kaki bekas gigitannya meradang.
Kreator : Lemone tea
Comment Closed: Dikejar Anjing
Sorry, comment are closed for this post.