“Bersamamu asmara berangta tak terkira, saling bermesrah tak mengisyaratkan sirna. Kita akan saling berjanji menjaga kisah cinta, memadu kasih dalam suka dan duka. Selalu kujaga diriku bersama nostalgia cinta, hingga hanya suaramu yang indah di telingaku. Kuteguhkan jiwa dikebahagiaan hakiki, hingga hanya dirimu yang mempesona sampai ke hati.
Bilakah sarwa bersama sempurna?, mengarungi kehidupan bunga-bunga setia. Berpadu bahagia dikedalaman cinta kasih berdua. Biarlah Tuhan satukan kembali seluruh nostalgia. Terus-menerus berpengharapan, hingga terkumpul kekuatan keyakinan. Bahwa dengan nama-Nya yang Maha Kuasa, kelak kan kita kukuhkan bahagia arungi hidup paling juwita”.
Kirana membacakan puisi baru yang ditulisnya untuk Kayyis suaminya tercinta. Betapa bahagianya mereka berdua mengarungi suka duka dikehidupan dunia yang penuh cerita dan kisah.
Kebahagiaan itu harus terjada, saat di luar rumah ada tamu sedang mengetuk pintu. Kirana lalu keluar dan betapa terkejutnya ia saat melihat tetangganya menangis di depan pintu rumahnya.
“Astagfirullah, mama Azki, kenapa lagi itu pipi, lebam lagi, memar lagi, bengkak lagi?”. Kata Kirana sambil mengambil adiknya Azki dari gendongan ibunya.
“Kaos kaki lagi bu, kaos kaki lagi, muka saya kena tonjok lagi, saat dia mencari kaos kaki yang diinginkannya, belum juga dia temukan di tumpukan pakaian yang belum sempat saya lipat bu”. Jawabnya sambil menangis sesenggukan.
“Ya Allah, ampuni hamba (kata Kirana dalam hati). Hmmm…mama Azki belum sempat beli loker ya?”, tanyaku sedikit miris.
“Iya bu Ki” Jawab mama Azki sekenanya.
“Oke, kalau memang belum sempat beli loker, sepulang dari sini mama Azki singgah di warung yang ada di dekat rumah mama Azki. Minta atau beli kardus bekas mie instan. Minta barang empat atau lima ya.
Lalu itu pakaian yang kecil-kecil, yang sudah kering dari jemuran tertumpuk dan belum sempat dilipat, pisahkan menurut jenisnya. Khusus kaos kaki suamimu sendirikan masukkan kardus yang saya bilang tadi atau loker lebih baik.
Baju dalam dan celana dalam suamimu sendirikan dan masukkan kardus. Pakaian dalam anak-anakmu sendirikan juga. Pakaian dalam mama Azki juga tersendiri. Akan lebih aman mencarinya meskipun belum dilipat. Jadi misalnya bapak Azki mau cari kaos kakinya dia tidak perlu mengaduk-aduk tumpukan pakaian”. Kata Kirana panjang lebar padanya.
Suami mama Azki adalah seorang wasit sepak bola daerah. Kirana dengar sendiri dari mama Azki kalau sebentar lagi bapak Azki mau ikut tes wasit nasional.
Ini kali kedua mama Azki mengadukan suaminya pada Kirana. Dan anehnya dengan kasus yang sama, masalah kaos kaki.
“Mama Azki, dengar saya ya…..bukan saya tidak mau prihatin dengan keluh kesahmu dek, tapi kalau misalnya kamu datang mau mengadu lagi, tolong jangan masalah kaos kaki lagi ya, masalah yang lain kek”. Kata Kirana sambil ia candain, ia senyumi berharap mama Azki sedikit terhibur dengan canda Kirana.
“Iyya ya bu Ki, itu artinya saya tidak belajar dari kesalahan ya bu?. Tapi saya maunya seperti ibu Ki, kelihatan tidak pernah ada masalah dalam rumah tangga”. Kata-kata mama Azki memberi Kirana isyarat kalau dia sungguh mau belajar untuk jadi isteri yang baik bagi suaminya.
“Suamimu itu bakalan jadi wasit nasional loh dek. Pekerjaan dia tentu sangat erat dengan kaos lkakinya. Jadi jangan pernah kamu sepelekan itu. Kalau perlu kaos kaki itu proiritas perhatian kamu. Bagaimana kaos kakinya harus selalu siap ketika dia akan bekerja”. Kata Kirana padanya.
Waktu kasus kaos kaki yang pertama sudah Kirana jelaskan pada mama Azki. Alangkah bagusnya kaos kaki, pakaian dalam, dan pakaian yang kecil lainnya saat belum dicuci mestinya sudah terpisah dari pakaian besar. Sebisa mungkin saat mencucinya pun dipisah. Begitupun saat di jemur, usahakan ngumpul satu pakaian kecil-kecil. Jadi begitu dipungut dari jemuran bisa langsung dipilah-pilah masuk ke loker atau kardus-kardus yang sudah kita siapkan, walaupun belum sempat dilipat.
Mama Azki terlihat menganggukkan kepala sambil senyum masam karena masih menahan sakit di are wajahnya. Dia kemudian pamit pulang setelah menyalami tangan Kirana orang yang sangat diseganinya, yang selalu menjadi tempat tumpahan curhat-curhatnya.
Setelah mengantarkan tetangganya sampai teras rumah, Kirana kembali ke kamarnya. Menemui suaminya tercinta. Berharap masih bisa melanjutkan percakapan yang sempat terjedah karena ada tamu.
Tiba-tiba suaminya langsung berucap “Alhamdulillah ya Allah Kau kasih saya istri yang sabar, cantik, baik hati, suka menolong, rajin” dan seterusnya (semua sifat-sifat baik terucap dari bibir Kayyis) lalu menambahkan nama isterinya Naimah Insan Kirana di penghujung kalimat pujiannya.
Masya Allah, semua yang terjadi adalah atas kehendak-Mu. Pun pada kedua hamba-Mu Kayyis dan Kirana. Senang dan bahagia terlihat dari sikap-sikap yang ditunjukkan antara mereka berdua.
1 Komentar Pada Dilema Kaos Kaki
Mantap sekali, terus berkarya