Part 24 : Pasrah
Rani dan Rama yang sudah berada didalam ruangan Ibu langsung memeluk Ibu. Rani yang menahan rasa sedihnya melihat tubuh Ibu yang banyak sekali menggunakan alat bantu di tubuhnya dan oksigen di hidungnya membuat Rani semakin sedih.
Rama yang berada tepat di belakang Rani memberi kekuatan, membuat Rani kembali tenang. Rani mendekatkan telinganya kepada mulut Ibu yang ingin menyampaikan sesuatu pada anak kesayangannya itu. Rani memasangkan pendengarannya baik-baik untuk mendengarkan apa yang disampaikan pesan dari Ibu.
”Ra—Rani anak Ibu yang cantik, tolong jaga diri kamu baik-baik, ya. Kamu harus kuat, Nak. Ibu tidak bisa mengawasi dan mendampingi kamu lagi. Ibu ingin bicara dengan Rama dan juga Tantemu ya. Ibu mohon.” Ucap Ibu terbata-bata.
Rani hanya mengangguk dan terus mengeluarkan air mata yang terus mengalir dengan deras melewati pipinya dan melihat ke arah Rama dan yang dilihat paham dan mendekat ke arah Ibu Rani.
”Rama, titip Rani. Jangan sakiti Rani dalam keadaan apapun, terima Rani apa adanya, dan Ibu mohon nikahi Rani. Ibu merestui kalian, Ibu ingin melihat kalian bahagia.”
Rama pun hanya mengangguk setuju walaupun sedikit bingung, Rama yakin Ibu Rani akan baik- baik saja. Saat melihat kedatangan tantenya Rani sekaligus adik dari Ibu Rani, Rama pun mundur dan memberi tantenya kesempatan untuk mendekat.
Di saat Tante mendekat, Rama tidak melihat Rani dan akhirnya Rama memutuskan untuk keluar dari ruangan ingin melihat keadaan Rani.
Ternyata, Rama melihat Rani sedang menahan tangis yang sangat memilukan di pojok ruangan sambil sesekali menutup mulutnya untuk menahan agar suara tangisnya tidak terdengar pasien lain.
Rama hanya melihatnya dari jauh dan memantaunya, takut Rani melakukan hal yang tidak masuk akal. Sementara Ibu sedang memberikan pesan untuk adiknya didalam ruangan.
”Riri, tolong jaga anakku, sayangi Rani sebagaimana kamu menyayangiku dan tolong nikahkan Rani dengan Rama. Pindahkan kuliahnya di kampusmu. Tolong ya, maafkan aku yang telah merepotkanmu. Sampaikan maafku kepada suami dan juga keluarga besar kita, terutama anakku Rani.”
Tante mengangguk dan terus mengeluarkan air mata. Tiba-tiba terdengar bunyi nada panjang yang sontak saja membuat Tante histeris dan memanggil dokter.
Rani dan Rama yang kaget langsung mendatangi dimana tantenya berada dan mereka semua dipersilahkan keluar agar pasien ditangani dokter dengan segera.
Semua panik dan berdoa semoga Ibu Rani baik- baik saja dan Allah memberinya kesempatan kedua untuk berkumpul lagi bersama keluarganya.
Rani yang dipeluk oleh Tante, begitu pula Rama yang memeluk Bude yang sedari tadi terus menerus menangis. Akhirnya, dokter keluar dan menyatakan bahwa Ibu Rani telah meninggal dunia akibat pecahnya tulang punggung yang terjepit oleh jok mobil saat tertindih pohon tumbang.
Melihat Rani yang tidak sadarkan diri, tantenya meminta tolong Rama untuk segera membopongnya saat Bude memanggil dokter, Paman mengurus administrasi jenazah Ibu.
Dalam keadaan yang kacau, dokter lainnya datang memanggil keluarga pasien yaitu dokter yang menangani Ayah. Rama segera meminta suster untuk membawa dan memeriksakan Rani bersama tantenya sementara dirinya akan mewakili keluarga menemui Ayah Rani.
Di saat bersamaan, Rani yang sadar menanyakan keberadaan Rama pada tantenya dan sebelum menjawab tantenya memperingati Rani agar menguatkan diri terlebih dahulu.
Rani mengangguk setuju dan tidak akan mengulang lagi seperti kejadian tadi saat mendengar pernyataan dokter mengenai Ibu.
Tantenya langsung mengajak Rani menemui Rama yang sedang berada diruangan Ayah yang baru sadar. Sementara Rama sedang menahan tangis melihat Ayah Rani yang terlihat lebih kuat dibanding Ibu tadi dengan kepala yang sepenuhnya dipenuhi perban dan masih mengeluarkan bercak darah.
Dengan suara yang sangat pelan, ayah mengatakan pada Rama :”Rama om minta hari ini kamu nikahi Rani putri om satu- satunya agar om pergi dengan tenang tanpa rasa bersalah telah meninggalkan putri om sendirian.”
Tanpa rasa ragu Rama langsung mengangguk, mengiyakan dan meminta izin untuk mempersiapkannya segala sesuatu walau dengan sederhana tapi tetap tercipta dengan sakral karena menikah itu bukan sesuatu yang menjadi sebuah mainan.
“Baik om Rama akan mempersiapkannya dengan baik.”Sambil menguraikan air mata dan menahan rasa sedih juga hancur.
Rani dan tantenya langsung masuk ke ruangan yang Dimana Rama langsung menyambut kedatangan mereka dengan senyum setelah itu pamit undur diri.
Rani yang melihatnya bingung tak terlalu mengindahkannya dan langsung mendekati Ayah yang masih terbaring lemah.
Rani sudah pasrah apapun yang kini sedang dihadapinya harus menjadikannya bersikap dewasa dan berbaik sangka terhadap sang maha kuasa, tidak mungkin melebihi batas kemampuan hambanya.
Rani benar-benar pasrah ditinggal seorang ibu,disaat Ayah baru sadar dan Kakak yang belum sadarkan diri sampai saat ini.
Kreator : Rani.Ramayanti
Comment Closed: Djogjakarta I’M in love (Part XXIV)
Sorry, comment are closed for this post.