Part 26 : Duka Lara
Kini, Rani sudah berada di rumah yang terasa amat sepi dan membuat hatinya terasa teriris, bahkan sakit, meski tak berdarah.
Padahal, Rani dikelilingi banyak saudara, teman, dan kerabat yang melayat, namun perasaannya tetap hampa, seakan-akan dirinya sendirian.
Saat jenazah Ayah dan Ibu yang telah dimandikan dan dishalatkan akan segera dimakamkan, betapa hancur perasaan yang dirasakannya saat itu.
Rama serta Bude yang melihat kondisi Rani begitu memprihatinkan memilih memberinya waktu untuk sendiri, meski tetap mengawasinya dari kejauhan. Begitu pula dengan Tante dan Om.
Setelah jenazah dimakamkan, Rani masih belum mau beranjak dari pemakaman. Ia duduk di antara makam Ayah dan Ibu sambil menangis. Rama dan yang lainnya mencoba membujuknya agar segera beranjak karena hari semakin sore. Dengan susah payah, Rama akhirnya berhasil menenangkan Rani hingga ia bersedia meninggalkan tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya.
Rani meminta Rama untuk tidak langsung kembali ke rumah, karena ia ingin mendampingi kakaknya yang masih terbaring lemah di rumah sakit.
Rama menyetujui permintaan itu dan segera mengantarkan Rani untuk melihat kakaknya, yang masih setia dalam tidurnya tanpa ada tanda-tanda kesadaran.
Sesaat, Rani memejamkan mata dan tetap meneteskan air mata yang tiada henti, sambil terus melafalkan doa tanpa putus.
Ia berharap kakaknya masih bisa berada di sisinya, karena kini, baginya, kakaknya adalah satu-satunya keluarga yang tersisa.
Rama hanya bisa menghela napas dan bersabar melihat sikap serta tingkah laku Rani yang terus-menerus menyimpan duka laranya sendiri.
Sebenarnya, Rani sangat sedih dengan apa yang ia rasakan. Keadaannya begitu memprihatinkan dan sungguh menyayat hati. Kebahagiaannya kini telah tertutup awan hitam yang hampir tak terbendung.
Rani sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan dibuat melambung tinggi dalam kebahagiaan yang sangat indah, namun di saat yang sama dijatuhkan sejatuh-jatuhnya, hingga tak tersisa kebahagiaan yang sebelumnya ia rasakan.
Melihat Rani yang terus-menerus menangis, Rama tidak tinggal diam. Ia mencoba menenangkan Rani dengan segala kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya agar Rani merasa lebih tenang dan nyaman bersandar padanya.
Rani yang mulai merasa tenang dan nyaman bersama Rama pun meminta maaf kepada suaminya itu.
Rama hanya tersenyum dan memeluk Rani dengan penuh rasa sayang, memberikan kekuatan agar Rani merasa dilindungi olehnya.
Duka lara yang Rani dan Rama alami akhirnya sampai ke telinga Sinta, yang kini tinggal di luar negeri bersama suaminya.
Tanpa berpikir panjang, Sinta dan suaminya langsung memesan tiket dan segera pulang ke tanah air.
Sinta tahu bahwa Rani dan Rama berada di rumah sakit, namun sebelum ke sana, ia lebih dulu pergi ke pemakaman.
Setibanya di rumah sakit, Rama yang telah menunggu menyambut kedatangan Sinta dan suaminya dengan baik.
Begitu keluar dari ruang ICU, Rani langsung memeluk Sinta sambil menangis tersedu, seolah meminta kekuatan darinya.
Sinta segera menanyakan kondisi kakaknya, Rai, kepada Rama. Seperti yang telah disampaikan dokter, Rama pun memberi tahu bahwa kondisi Rai masih dalam keadaan kritis.
Sinta dan suaminya lalu memutuskan untuk membawa kakak Rani berobat ke luar negeri, agar mereka bisa merawatnya dengan lebih baik.
Rani dan Rama sebenarnya merasa berat hati dengan keputusan Sinta, namun Sinta bersikeras membawa kakaknya berobat ke luar negeri, mengingat fasilitas medis di sana jauh lebih lengkap.
Apalagi, Sinta kini telah bekerja di rumah sakit ternama di negara tersebut, dan suaminya pun mendukung keputusan itu.
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Rani dan Rama menyetujui keputusan Sinta dan suaminya.
Sinta lalu meminta observasi dan persetujuan dari pihak rumah sakit untuk membawa pasien dan memindahkannya ke luar negeri demi pengobatan lebih lanjut.
Tanpa disangka, dokter yang menangani kasus Rai ternyata mengenal rumah sakit yang dimaksud dan dokter yang akan menanganinya di sana.
Tanpa berpanjang lebar, pihak rumah sakit pun menyetujui dan memberikan izin bagi pasien untuk dipindahkan ke fasilitas yang lebih lengkap, baik dari segi peralatan medis maupun tenaga ahli.
Sesuai kesepakatan, Rani dan Rama segera menghubungi pihak keluarga, dan mereka pun setuju.
Tanpa menunda waktu, Rani dan Rama mengurus semua keperluan dan administrasi yang harus diselesaikan.
Saat hari keberangkatan tiba, Rani, Rama, dan beberapa kerabat mengantar kepergian Sinta, suaminya, serta kakaknya.
Meskipun berat, Rani tidak ingin egois dengan menahan secercah harapan yang mungkin masih ada untuk kesembuhan kakaknya.
Sebelum berangkat, Sinta sekali lagi memeluk Rani dan menenangkannya. Ia meminta Rani percaya kepadanya bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk kakaknya.
Rani mengangguk dan kembali memeluk Sinta. Ia pun menitipkan kakaknya serta meminta maaf karena telah merepotkan Sinta dan suaminya.
Namun, Sinta dan suaminya hanya tersenyum, mengatakan bahwa mereka senang bisa membantu, tanpa merasa direpotkan.
Rani kembali merasa hampa saat melihat kakaknya pergi bersama Sinta dan suaminya.
Kreator : Rani.Ramayanti
Comment Closed: Djogjakarta I’M in love (Part XXVI)
Sorry, comment are closed for this post.