Berbagai cerita tentang poligami selalu menarik perhatian terutama kaum bapak. Tapi menjadi berita yang paling dibenci bagi kaum Ibu. Namun, peristiwa poligami yang ini lain dari yang lain. Peristiwanya lucu dan mungkin lebih dahsyat pernah terjadi pada bapak saudara Ayah Atan. Pak Ahmad namanya. Tapi, ia biasa dipanggil Pak Andak. Dia dipanggil demikian karena badannya yang gemuk pendek.
Pak Andak ini pangkat datuk oleh Atan karena beliau adik dari nenek Atan. Akan tetapi, Atan membahasakan diri menyebut Tuk Andak orangnya jenaka. Meskipun begitu, beliau memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, sehingga beliau dipercaya menjadi penghulu di Desa Kelarik. Tapi masalah penghulu ini lebih dikarenakan pengaruh besar orang tuanya atau datuk-nya Ayah Atan atau Kakek buyutnya Atan. Bingung sedikit tidak mengapa lah, ya.
Bapaknya Tuk Andak yaitu Haji Abdurrahman adalah kakek buyut Atan. Merupakan orang yang pertama membuka tanah Kelarek Selahang. Hinggalah kepemimpinan di Desa Kelarek merupakan warisan turun-temurun sampailah pada generasi ketiga. Generasi keempat seperti kami-kami ini perkara itu tidak berlaku lagi.
Cerita Tuk Andak ini didapat dari seseorang bernama Kademi. Seorang penjahit ternama di Kelarek Selahang. Beliau adalah satu-satunya penjahit kala itu yang mampu membuat baju jas
Pernah suatu ketika Atan ke Kelarek berjumpa dengan Bang Kademi. Ada hal yang menarik pada Bang Kademi, bahasa yang dipakainya sangat berbeda dengan bahasa orang Kelarek pada umumnya. Pernah saat Atan kecil dibuatkan celana panjang olehnya. Saat itu Atan tidak mengerti akan perbedaan bahasa. Tapi, setelah dewasa pertanyaan itu timbul dan selalu menjadi perhatian Atan
Di Kelarek, desa kelahirannya. Oh ya Atan aslinya lahir di Kelarek, bukan di Sedanau seperti tertera pada akte kelahirannya. Pada saat Atan dilahirkan, Kelarek belum ada apa-apanya. Yang dikenal waktu itu adalah Sedanau sebagai ibu kota Kecamatan. Atan ke rumah Bang Kademi. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi cukup kokoh. Bentuknya panggung dan beratap limas.
Bang Kademi menyambut Atan dengan wajah senyumnya yang cukup menawan. Beliau menyalami Atan.
“Bila sampai, Tan?”
”Baru saja, Bang. Tadi pagi dengan motor Kong Kew.”
”Oh ya, duduklah.”
“Leha, ambil tikar tu.” kata Bang Kademi pada istrinya.
Mereka berbual-bual, kesana-kemari. Maklumlah sudah lama tidak berjumpa. Akhirnya, Atan mencoba memberanikan diri menanyakan sesuatu yang selama ini cukup mengganjal.
”Bang Mi, kalau saya boleh tahu, sebenarnya Bang Mi dari mana asalnya?” tanyaku.
”Apa pula kau tanya itu, Tan?” Bang Kademi balek bertanya.
”Soalnya, bahasa Bang Mi tu lain sekali dengan bahasa yang dipakai di Kelarek ini,” jawabku.
Bang Kademi tersenyum.
”Tanyalah dengan Kak Leha kau tu,” kata Bang Kademi sambil menunjuk ke arah istrinya yang sedang mengangkat air untuk kami berdua. Kak Zaleha adalah anak Pak Wahab. Pak Wahab adalah adik dari Pak Andak, berarti adik dari nenekku juga.
”Abang kau tu dari Kampar,” terdengar suara Kak Leha sambil berlalu.
”Kampar anyot,” lanjut Kak Leha.
Bang Kademi hanya tersenyum saja.
”Patut lah,” kataku.
”Apanya yang patut?” tanya Bang Kademi.
”Itu bahasa Abang tu berbeda, campur-campur,” kataku.
”Apa pasal Abang sampai ke pulau di Laut Cina Selatan ni?”
”Panjang ceritanya. Abang dibawa Pak Andak ke sini. Waktu itu beliau ke Kampar. Waktu pulang beliau minta ditemani ke Kelarek ni. Eh, sampai di Kelarek Abang disuruh menikahi Kak Leha kau tu. Ya, mengikut saja lah awak dirantau orang. Tapi, sebenarnya Abang terkenang juga dengan Kak Leha tu. Waktu itu kak Leha kau tu cantik sangat.”
”Jadi sekarang tak cantik lagi?” terdengar suara Kak Leha dari dapur.
Bang Kademi kembali tersenyum dan melirik ke arah dapur tempat istrinya sedang bekerja. Kak Leha membalas lirikan suaminya.
Aku hanya diam saja menyaksikan keletah suami istri ini. Kebetulan tempat aku duduk dengan dapur tidak ada penghalang.
”Bang Mi tu kena tawan di Kelarek ni.” lanjut Kak Leha.
”Hah? Ditawan? Apa maksudnya tu, Bang?” tanyaku.
”Taklah ditawan, ceritanya panjang. Macam mana Leha ceritanya?” Bang Kademi seakan-akan enggan memulai, sehingga dilemparnya ke arah Kak Leha.
”Entahlah,” jawab Kak Leha sambil membalik badan dengan sedikit genit.
”Waktu itu kan Pak Andak nak naik haji, ya kan Leha?” kembali Bang Kademi memancing istrinya untuk bercerita.
”Ya lah tu.” jawab Kak Leha pendek sambil terus bekerja memasak untuk makan siang mereka. Tapi apakah Atan diajak makan siang tak tahulah yang jelas jam sudah menunjuk pukul 11.00 siang.
”Waktu itu tahun 67,” Kak Leha meneruskan ceritanya. ”Pak Andak hendak menunaikan rukun Islam yang kelima di Tanah Suci Mekkah. Ramai kami waktu itu mengantar sampai ke pantai Pasir Panjang di Kuala sana. Beliau pakai pompong Tuk Ram ke Sedanau. Katanya dari Sedanau pakai kapal Indari, satu-satunya kapal yang ada pada waktu itu menuju ke Tanjungpinang. Di Tanjungpinang itulah beliau jumpa dengan keluarga Tuk ki Abdurrahman. Karena musim haji masih sekitar tiga bulan, beliau diajak ke Kampar. Bulan puasa di Kampar.”
”Apa pasal cepat betul meninggalkan Kelarek, kak Leha?” tanyaku.
”Dulu orang nak naik haji tak macam sekarang, 40 hari dah selesai. Orang dulu berbulan-bulan. Makanya sangat bersyukur kalau masih dapat balik ke kampung.” kata Kak Leha.
”Memangnya, Tuk Andak dah sering ke Kampar?”tanya Atan.
”Tidak, baru sekali itulah,” kata Kak Leha.
”Di Kampar itulah Pak Andak dinikahkan dengan sepupunya yang ada di Pulau Payung Rumbio. Masih daerah Kampar juga.”
”Tunggu dulu Kak, kalau Tuk Andak ada keluarganya di Kampar berarti kita juga orang keturunan dari Kampar, Kakak juga?” tanyaku sebelum Kak Leha meneruskan ceritanya.
”Ya lah.” jawab Kak Leha singkat.
”Jadi kita Kampar anyot juga.” kataku sambil tertawa.
Bang Kademi juga tidak dapat menahan tawa, karena teringat kata istrinya yang menyebut dirinya Kampar anyot. kami semua tertawa riuh dalam rumah itu.
”Tuk Andak kan dah ada bininya di sini, Mak Milah.” aku mencoba kembali ke suasana awal.
”Ya, tapi katanya supaya tak putus hubungan darah keluarga Tuk Ki Abdurrahman yang ada di Kampar dengan yang ada di Kelarek ni. Tuk Ki Abdurrahman kan juga punya keluarga di Kampar sana. Jadi agar silaturahmi tetap terjalin, maka Pak Andak harus menikahi salah satu keluarga di Kampar itu, maka menikahlah beliau tu dengan anak kemanakan Tuk Ki Abdurrahman.” jelas Kak Leha.
”Wah enak tu.” kataku spontan.
”Dasar kalian laki-laki nak enaknya saja.” kata Kak Leha sambil mendengus.
Aku dengan Bang Kademi tertawa melihat wajah Kak Leha yang masam sambil merengut dan memencongkan mulutnya.
”Dah tu baru beliau naik haji?” tanya ku.
”Mana dapat lagi nak naik haji, duit dah habis untuk kawin.” jawab Kak Leha. ”Kalau pergi juga, habislah dijual orang dekat Mekkah sana.”
”Jadi balik lah ke Kelarek ni?” tanya Atan lagi.
”Yelah, apa yang nak ditunggu di Kampar sana.” jawab Kak Leha.
”Beliau bawa bininya?”
”Mana berani bawa, kalau tak disembelih sama Mak Milah, kan Pak Andak tak pakai minta izin dengan Mak Milah waktu nak kawin di Kampar.”
”Yalah Kak, macam mana nak minta izin, kalau sekarang yalah dapat di telegram,”kata Atan.
”Ya makanya jadi orang jangan nak miang sangat.” kata kak Leha sedikit berang.
”Bukan miang tu Kak.” balas Atan
”Kalau tak miang apa namanya tu?”
”Itu kan adat Kak Leha. Adat supaya tidak putus tali silaturahmi sesama keluarga di Kampar dan di Kelarik ni.”
Suasana kembali hening. Atan hanya menyengir saja bersama dengan Bang Kademi melihat reaksi Kak Leha.
”Bang Kademi ni apa pasal pula ikut beliau?” tanya Atan memecah kesunyian.
”Pak Andak kau tu takut nak balik sendiri. Sebagai bukti bahwa beliau memang ke Kampar jadi dibawalah Bang Kademi ni ke Kelarek.” jawab Kak Leha.
”Apa tanggapan orang-orang di Kelarek ni sewaktu Tuk Andak balik? Maksud saya keluarga kita disini.” tanya Atan lagi.
”Macam-macam. Ada yang senang karena dua keluarga yang berjauhan kini telah bersatu lagi. Ada juga yang marah.”
”Dan sasaran marahnya pada aku.” kata Bang Kademi menyelah.
”Apa macam tu pula Bang.”
”Supaya keluarga dari Kampar merasakan juga apa yang dirasakan oleh orang Kelarek, maka aku harus menikah disini.” kata Bang Kademi,
”Jadi Abang nikah lah dengan Kak Leha.”
”Tapi Kak Leha untung.” kataku.
”Apanya yang untung?” tanya Kak Leha.
”Ya untung karena Bang Kademi tak balik-balik ke Kampar.”
”Yang untung Bang Kademi kau tu lah!”
”Mengapa pula?”
”Di Kampar sana dia dah ada bini! Maryam namanya.”
”Apa, betul Bang?”
Bang Kademi hanya senyum dikulum.
Atan terdiam sejenak, pikirannya menerawang entah kemana. Yang tidak habis pikir dan juga sedikit heran adalah mengapa balas dendamnya enak sekali. Siapa yang menolak cara balas dendam seperti ini. Dinikahkan dengan seorang gadis yang jelita seperti Kak Leha. Kemudian seluruh keluarga mendukung. Ah, rasanya Atan ingin juga pulang ke Kampar sana untuk melihat tanah leluhur. Mana tahu masih ada gadis di Kampar yang dapat menautkan dua keluarga di Kelarek dan Kampar.
”Oi Leha bau apa ni hangit?” Bang kadmi bertanya setengah berteriak..
”Oohh nasiku hangus. Ayolah kita makan dulu ni dah siap lauknya semua. Bang, bawa Atan tu makan dulu.” kata Kak Leha menyuruh suaminya mengajak Atan makan. Rupanya rezeki tak kemana, begitu juga dengan jodoh kata Atan dalam hati.
Tapi serba aneh pikir Atan dengan kondisi keluarga besar merekai. Tuk Andak yang batal naik haji. Ayahku, dan Bang Kademi. Dalam kebingungan, akhirnya perutku kenyang juga.
”Terima kasih kak Leha, aku balek dulu lah. Nanti sore nak bertolak ke Sedanau.” kata Atan setelah selesai makan.
”Ya Tan, hati-hati di jalan.” kata Kak Leha pula.
”Bang Kademi saya pulang ya. Kalau nanti Abang balik Kampar jangan lupa saya ikut.”
”Untuk apa pula kau ikut?”
”Mana tahu ada keluarga dari Kampar yang nak balas dendam,” kata Atan sambil berlalu.
Dari kejauhan terlihat Kak Leha tersenyum. Yang jelas senyum bahagia karena Bang Kademi tidak pernah pulang ke Kampar.
******
balek=kembali
anyot = hanyut terbawa arus air
hangit =bau tidak sedap seperti benda terbakar
bertolak=berangkat
Kreator : Syafaruddin
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Dua Dunia Atan part 9
Sorry, comment are closed for this post.