KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Aksi » Echanta Operation (Part 2)

    Echanta Operation (Part 2)

    BY 28 Jun 2024 Dilihat: 61 kali
    Echanta Operation_alineaku

    “Terima kasih atas kerja keras kalian, Andri, Merlot.”

    Andri dan Merlot sedang berada di ruang presiden Nusantara, Hadi Utama untuk melaporkan hasil misi mereka kemarin. Mereka bertiga sedang duduk di sofa berbataskan meja di tengah dengan tablet sihir sebagai media laporan di atasnya.

    “Jadi memang mereka menjaga senjata itu dengan sangat ketat ya? Sampai harus menggunakan robot raksasa, apa ada kemungkinan mereka salah memperkirakan siapa yang menyerang mereka?” Tanya Pak Hadi

    “Mana mungkin, Pak.” Jawab Andri sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya “Soalnya ketahuan banget itu senjata untuk menghancurkan Nusantara. Siapapun yang melihat langsung pasti tau kalo itu bukan senjata untuk ngerampok bank doang.” Sambil menyenderkan kepala di pundak Merlot

    “Sekar sudah menganalisis peluru sihir yang digunakan mereka, Pak Hadi. Kekuatannya setara dengan bom nuklir, jadi, tidak mungkin itu untuk hal sepele. Siapapun pemilik senjata itu, sudah pasti ditujukan untuk memberontak.” Kata Merlort sambil mengelus kepala Andri

    Hadi terdiam sebentar, lalu, berdiri dari sofa dan berjalan ke arah jendela.

    “Sebelumnya, aku ingin minta maaf, tim kalian punya misi yang tidak kalah pentingnya, tapi, aku malah membebankan kalian tugas yang lumayan sulit ini. Apalagi, untuk Andri yang memang dari awal tidak punya kemampuan untuk mengendalikan sihir. Misi ini pasti sulit untukmu juga.” Kata Pak Hadi yang sedang melihat jauh ke kota lewat jendela

    “Iya lho, Pak! Kami bahkan tidak bisa pakai jatah cuti kami sama sekali! Kami kan juga butuh liburan-’’ sambil melompat untuk berdiri dan mengepalkan tangan

    “Jangan gitu.” Kata Merlot sambil menjitak Andri dari belakang

    “Aduh, sakit mama!” Andri sampai berlutut saking sakitnya

    “Ma-maafkan Andri, Pak Hadi.” Kata Merlot sambil menundukan kepala

    “Hahahaha… Tidak apa-apa, aku justru bersyukur dia masih seperti biasa.” Kata Hadi sambil tertawa “Merlot, apa kamu ingat saat pertama kali Andri diadopsi olehmu?”

    Merlot terdiam sebentar dan mengingat saat Andri pertama kali diadopsi oleh Merlot. Andri yang sekarang terlihat tidak sopan dulunya adalah anak yang sempat dijual oleh orang tuanya sendiri. Anak yang tadinya tidak bisa mempercayai orang dewasa yang dia temui sekarang menjadi ketua dari tim pasukan khusus paling dipercaya oleh presiden.

    “Saya ingat dengan jelas, memangnya kenapa, Pak?” Tanya Merlot

    “Melihat kalian sampai sekarang, aku hanya bisa berpikir satu hal.” Jawab Hadi sambil duduk di kursi presiden “Suatu saat Andri sekali saja menghadapi hal dengan serius, saat itu lah kita semua dalam bahaya, Merlot.”

    “Oke Pak, menurutku sih, Bapak berlebihan banget. Lagian, aku kan melaksanakan semuanya dengan serius, suwer nggak pernah main-main, maji, really, serious, hontoni!” Kata Andri kembali berdiri

    “Andri, aku lebih tahu dari siapapun betapa seriusnya kalian menjalankan semua tugas kalian.” Kata Hadi sambil mengunci jarinya dan meletakan dagunya di atas tangan “Hanya saja, begitu kamu harus berpikir keras menghadapi hal berbahaya, saat itulah bahkan aku yang seorang presiden tidak punya harapan sedikitpun.” 

    Mereka bertiga terdiam sebentar. Tak lama kemudian Andri menghampiri Hadi dan meletakan tangan di atas meja.

    “Bapak ingat apa yang bapak katakan saat saya pertama kali menjadi kapten di pasukan ini?” Tanya Andri

    Hadi terdiam sebentar lalu menjawab.

    “Banyak yang aku katakan kepadamu waktu itu, yang mana yang kamu maksud?” Tanya Hadi

    “Waktu itu Bapak pernah bilang ‘meskipun sekitarmu, orang terdekatmu, orang terpercaya mu, bahkan dewa dewi sekalipun mengatakan kamu telah kalah, bukan berarti itu akhir dari segalanya. Yang terpenting adalah tujuan dan bagaimana kamu mencapainya.’ Masa Bapak lupa soal omongan Bapak itu?” Jawab Andri

    “Andri, kondisinya berbeda-.” Kata Hadi

    “Memang, cuman, itu berlaku untuk semua situasi, Pak!” Andri menggebrak meja “Ayolah! Kalo waktu itu memang beneran dateng, Bapak bisa menjadi penerang jalan! Kami semua percaya sama Bapak!”

    Hadi terdiam karena kaget, tapi, tak lama kemudian, Hadi tersenyum.

    “Kadang, aku memang butuh anak muda yang tidak sopan sepertimu, Andri. Tidak pernah sekalipun berpikir untuk menahan diri protes apapun yang kubuat salah.” Kata Hadi sambil berdiri “Apalagi aku yakin kalian akan membantuku apapun yang terjadi kan?” Hadi menepuk pundak Andri

    “Tentu saja, Pak Hadi.” Kata Merlot

    “Dengan imbalan pastinya Pak.” Jawab Andri dengan senyum jahil dan tangan yang mengisyaratkan uang

    Hadi menghela napas panjang dan akhirnya mencubit pipi Andri lalu melepasnya tak lama kemudian.

    “Sakit Pak!” Kata Andri sambil mengelus pipinya

    “Andri, waktunya kita pulang.” Kata Merlot menghampiri dan menarik Andri untuk keluar dari ruangan “Kami izin pamit, Pak Hadi.” Kata Merlot sambil tersenyum dan menutup pintu

    Akhirnya, mereka keluar dari ruangan presiden dan berjalan menuju parkiran. Namun, seketika Andri merasakan ada yang tidak beres.

    “Kayaknya ada yang aneh, mama.” Kata Andri

    “Kenapa? Kayaknya nggak ada yang aneh.” Tanya Merlot

    “Si Sinta bukannya udah pulang jam segini? Ini udah jam pulang kuliah lho.” Jawab Andri sambil melihat jam yang menunjukan jam 3 sore

    Disaat yang sama, HP Andri berbunyi. Mendengar dering HP-nya Andri menepuk jidatnya sambil menghela napas.

    “Ampun deh.” Kata Andri mengangkat teleponnya “Lagi diculik ya?”

    “Iya! 10 menit yang lalu! Aku kirim koordinatnya, mereka belum jauh dari tempat kalian!” Suara Sekar terdengar dari sisi lain telepon itu

    Merlot membuka HP-nya dengan cepat dan menunjukan koordinat pelaku penculikan yang sedang bergerak.

    “5 menit dari sini.” Kata Merlot

    “Ini mam, kita pakai roller blade.” Kata Andri sambil memberikan kotak senjata yang sudah dibelah

    “Oke.” Kata Merlot mengambil kotaknya

    “Kode: roller blade!” Seru keduanya

    Kotak yang mereka pegang membungkus kaki mereka dan menjadi sepatu roda berkecepatan tinggi. Begitu perubahan selesai, mereka meluncur untuk mencari Sinta yang diculik. Tak butuh waktu lama sampai mereka menemukan sebuah mobil yang melaju ugal-ugalan.

    “Nggak salah lagi, Sinta ada disitu!” Kata Merlot

    “Mama, aku maju duluan!” Kata Andri langsung menambah kecepatan

    Andri berhasil berada di sebelah kanan mobil dan melihat Sinta yang diikat dan mulutnya ditutup dengan kain.

    “*******! Mati lu!” 

    Seorang pelaku menembak Andri dengan pistol, tapi, masih dapat dihindari dengan baik. Masalahnya, tembakan itu cukup untuk membuat Andri lengah dan malah tertinggal dari mobil itu. Andri berdecak lidah setelah kejadian itu.

    “Andri! Aku coba tembak rodanya, kamu tahan mobilnya pas berguling! Kita juga harus cepat, soalnya ada pasar siang 500 meter lagi!” Kata Merlot

    “Oke! Kecepatan maksimal!” Seru Andri

    Andri kembali berusaha menyusul mobil itu.

    “Sanggrah Sepuluh, Srikandi!” Seru Merlot

    Bersamaan dengan seruan itu, Merlot melompat tinggi dan mendarat di kasur yang kebetulan sedang dibeli oleh seseorang.

    “Merlot Suryakirana, pasukan khusus, mohon kerjasamanya.” Kata Merlot sambil menunjukan lencananya “Lara, Ayu.” Merlot mengambil senapan jitu yang melayang dan bersiap menembak

    Merlot dengan cepat menembak roda belakang dan menyebabkan mobil itu berguling dengan sangat hebat. Awalnya, Merlot merasa lega sampai dia baru sadar ada seorang nenek yang sedang menyebrang bersama cucunya masih di tengah jalan.

    “Gawat!” Seru Merlot

    “Siji, Bima!” Seru Andri

    Untungnya, Andri dapat menahan mobil yang berguling itu dengan tangan raksasa yang terbuat dari benang sihir dan meletakkannya pelan-pelan. Setelah itu, Andri melompat ke atas mobil dan membuka paksa atap mobil. Di dalam mobil itu, tiga orang pelaku pingsan sementara Sinta yang terbungkus batu baik-baik saja. Melihat itu, Andri turun dan berusaha membebaskan Sinta.

    “Sinta kamu… kalo kamu kebungkus batu gitu sih nggak mungkin luka toh?” Tanya Andri sambil mengangkat Sinta dan keluar dari mobil

    Begitu keluar dari mobil, Sinta melepas sihirnya dan terbebas dari bungkusan batu.

    “Makasih lho, Andri.” Kata Sinta

    “Kamu ini hobinya diculik atau gimana sih? Ini sudah yang keberapa kalinya?” Tanya Andri sambil melepaskan ikatan pada Sinta

    “Ngawur! Mana bisa diculik tuh hobi?” Kata Sinta “Andri, mungkin cuman perasaanku aja, tapi, kayaknya ada yang aneh dari para penculik ini.” Lanjut Sinta sambil meregangkan tangan dan kakinya

    “Apa itu?” 

    “Mereka kayaknya dikendalikan? Soalnya, kalo aku diculik minimal ada ancaman, tapi, mereka kayak boneka, sama sekali nggak ada ancaman atau apapun lho.”

    Andri melihat ke belakang dan menemukan tiga orang pelaku menatap ke arah mereka tanpa berkata apa-apa.

    “Sinta, kamu lari ke mama, disini biar aku yang beresin.” Kata Andri sambil bersiap bertarung

    “Aku nggak kayak dulu. Aku bisa berantem kok.” Kata Sinta sambil membungkus tangannya dengan sihir batu

    Saat Sinta bersiap, sebuah pisau sudah ada dilempar dan hampir mengenai mata Sinta, tapi, Andri dapat mementalkan pisau itu.

    “A-apa itu tadi?” Tanya Sinta terkejut

    “Sinta, aku nggak ngeremehin kamu sama sekali, cuman, kalo mereka memang dikendalikan, kamu nggak mungkin bisa ngalahin mereka.” Andri berdiri di depan Sinta “Aku akan pakai mode Rangda, kamu pergi sejauh mungkin dariku.” Lanjut Andri sambil meletakkan kotaknya di lantai

    Sinta terdiam sebentar.

    “Tante Merlot bilang kamu sudah pakai mode Rangda kemarin! Masa kamu mesti pakai lagi?” Kata Sinta sambil memegang pundak Andri

    “Nggak ada pilihan. Kalo mereka dikendalikan, mereka nggak bakal nahan diri buat membunuh orang. Makanya, aku mesti menghilangkan batas kemanusiaanku.” Kata Andri tidak melepaskan pandangan ke arah pelaku “Apalagi kamu lihat sendiri kan? Mereka sama sekali nggak bergerak, mereka lagi memperhatikan kita, terutama kamu.”

    Sinta dan Andri memperhatikan tiga orang pelaku dengan seksama. Memang, mereka sama sekali tidak bergerak, bahkan, mereka sudah seperti patung.

    “Kalo gitu, aku akan cari Tante Merlot! Plis kamu jangan sampai hilang kendali!” Kata Sinta sambil berlari menjauhi Andri

    “Aku harap sih, nggak perlu.” Kata Andri

    Kotak yang diletakkan Andri langsung terurai dan bersatu dengan Andri.

    “Telu, Rangda.” 

    Bersamaan dengan itu, salah satu pelaku menyerang berlari ke arah Andri dan menyerang Andri dengan pisau ke arah dada. Andri menepis pisau itu dan mengayunkan tinju kuat ke arah rahang dan menjatuhkannya secara instan. Setelah itu, pelaku kedua menyerang dengan pedang dan golok yang diayunkan bersamaan ke arah kiri wajah Rangda, tapi, senjata itu malah patah saat mengenai Rangda. Bersamaan dengan itu, Rangda melakukan tendangan rendah dan mematahkan kaki pelaku kedua. Pelaku kedua terjatuh, disusul oleh pukulan Rangda ke arah wajah dan dia pun terpental cukup jauh. Melihat kejadian itu, pelaku ketiga terdiam sejenak.

    “Tampaknya kau kuat, wahai manusia. Padahal, kau hanya boneka orang lain.” Kata Rangda

    Pelaku ketiga sempat mundur, tapi, dia buru-buru menyiapkan kuda-kuda untuk menyerang. Rangda melakukan yang sama. Tidak ada yang bergerak sejak mereka memasang kuda-kuda. Menyadari itu, Rangda melesat maju duluan. Pelaku ketiga yang kaget melayangkan tinju, tapi, berhasil ditahan Rangda dan dibalas dengan serangan tinju ke arah perut. Serangan ke arah perut itu tidak cukup untuk menjatuhkan pelaku ketiga, malah memberikan kesempatan untuk melayangkan tendangan dari kanan, tapi, Rangda menyengkat kaki yang menopang pelaku ketiga dan pelaku ketiga pun terjatuh. Momen jatuhnya dimanfaatkan Rangda untuk memukul wajah pelaku ketiga. Terlepas dari rasa sakit yang diabaikan pelaku ketiga, serangan pisau dilesatkan ke arah Rangda, tapi, Rangda dapat menghindar dan melanjutkan pukulannya yang bertubi-tubi itu. Wajah, lalu, perut, lalu, dada, serangan tanpa ampun dari Rangda dalam mode Rangda terus menerus dilancarkan tanpa henti. Namun, saat Rangda hendak melancarkan serangan penghabisan…

    “Andri, cukup!” Teriak Merlot yang berlari ke arah Rangda

    Rangda melihat ke arah Merlot seketika bangun sambil memegang tubuh pelaku ketiga dan melemparnya ke arah Merlot. Merlot yang terlanjur berlari cepat tidak bisa berhenti tepat waktu, tapi, seseorang berhasil melindungi Merlot dan menepis tubuh yang tidak bisa bergerak itu. Seorang kakek tua kekar sang ahli beladiri pengguna sihir tanah, Cecep Juanedi.

    “Bang Cecep.” Kata Merlot terkejut

    “Dasar bocah gile! Bisa-bisanya lu mancing perhatian lawan! Sihir lu kan kagak cocok buat garis depan!” Kata Cecep sambil menjitak Merlot

    “Aduh!” seru Merlot sambil memegang kepalanya menahan rasa sakit

    “Lu diam dulu disitu, siapin obat buat anak lu itu. Gue bakal buat dia pingsan dulu.” Kata Cecep sambil memasang kuda-kuda

    “Bang Cecep, kulit Rangda itu keras banget, jangan menahan diri, tapi, jangan sampai nyakitin Andri!” Kata Merlot sambil menyiapkan obat

    “Gue kagak cuman ngelawan dia sekali dua kali, udeh sering! Udeh diem aje dan siapin tuh obat!” Kata Cecep

    Mendengar itu, Merlot buru-buru membuka tas dan menyiapkan obat.

    “Kita bertemu lagi, pengguna sihir tanah, Cecep Junaedi.”

    “Kalo bisa sih, gue nggak mau ketemu lu, Rangda.” Kata Cecep

    “Seandainya saja Rangda menerima diriku untuk bersatu dengannya, mungkin kita tidak perlu bertemu.”

    “Nggak biasanya ye lu banyak ngomong! Sini! Gue buat lu pingsan dulu!” Kata Cecep sambil memukul tanah “Sihir tanah, teknik Atlas! Tanah vulkanis!” Seru Cecep

    Tanah yang dipukul Cecep sesaat pecah dan membungkus Cecep membentuk pelindung tanah berwarna hitam layaknya tanah vulkanis. Sesaat setelah tanahnya berhasil membungkus dengan sempurna, Rangda menendang sisi kiri Cecep,  menghantam dengan kuat pelindung tanah sampai retak. Cecep tergeser sedikit, tapi, masih dapat menahan serangannya dengan sempurna.

    “Apakah ini keuntungan umur panjangmu, Cecep?”

    “Bacot!”

    Cecep menangkap kaki Rangda dan membalas dengan menyengkat kaki Rangda, tapi, momentum serangan itu malah membuat Rangda berputar di udara dan menendang dari atas ke kepala Cecep dan mendarat dengan sempurna. Meskipun kepalanya kena, Cecep langsung membalasnya dengan pukulan ke depan dan menghempaskan Rangda cukup jauh. Kesempatan itu dimanfaatkan Cecep untuk mengejar dan menghantam Rangda ke tanah. Seketika tanah tempat Rangda dihantam hancur. Rangda tersungkur di tanah dengan tinju Cecep mengenai perutnya. Terlepas dari tinjunya yang menempel di perut Rangda, Cecep menghela nafas lega.

    “Aku belum puas.” Kata Rangda sambil mengulurkan tangan ke arah wajah Cecep

    Melihat tangan Rangda mendekati wajahnya, Cecep berusaha mundur, tapi, serangan tangan Rangda sudah mencapai wajah Cecep dan membuat wajah Cecep terkena serangan yang sudah seperti tembakan. Rangda buru-buru menendang kepala Cecep dan membuatnya mundur.

    “Buset! Apa-apaan tonjokan itu? Gile bener!” Seru Cecep sambil memegangi kepalanya

    Mungkin riwayat Cecep sudah tamat jika bukan karena baju pelindungnya.

    “Kau tahu dari mana asal rasa tidak puas ini, Cecep?” Kata Rangda sambil berusaha bangun “Asalnya dari aku dan Andri yang sama-sama mengagumimu sebagai guru. Tidak ada laki-laki yang pantas menjadi guru Andri selain dirimu, Cecep.” Kata Rangda sambil memasang kuda-kuda

    “Padahal sih gue nggak ngajarin anak itu banyak hal, masa iya segitu kagumnya kalian sama gue? Omongan lu kagak bisa dipercaya!” Kata Cecep sambil memasang kuda-kuda

    Meskipun pertarungannya singkat, Cecep menghabiskan cukup banyak tenaga. Kaki kanannya lemas, rasa sakit yang meronta-ronta di badan sebelah kiri, dan kepalanya yang masih pusing karena syok yang dia alami karena serangan Rangda.

    “Buset, gue kagak ade tenaga lebih biar bisa menang. Merlot udah nyiapin obatnya belum, sih?” Kata Cecep dalam hati

    “Jadi begitu, ya? Kau sendiri sudah tidak ada tenaga lebih untuk mengalahkanku? Baiklah, mungkin sampai disini saja riwayatmu, Cecep!”

    Rangda melesat ke arah Cecep.

    “Bang Cecep!” Seru Merlot

    Cecep refleks menunduk. Di belakangnya, Merlot yang sudah siap dengan senapan jitunya, Ayu. Merlot langsung menembak Rangda tepat di wajahnya dan membuat Andi terpental. Hanya saja, Rangda dengan cepat bangkit dan menetapkan Merlot sebagai target selanjutnya. Dia melesat dengan kecepatan yang mengerikan, tapi, Merlot tidak gentar dan langsung menutup mata.

    “MERLOT SURYAKIRANAAAAA!!!” Seru Rangda

    “Sihir cinta, teknik Maria, cinta kasih seorang ibu.” Kata Merlot sambil membuka mata dan menjentikkan jari.

    Rangda yang tadinya ganas langsung tidak sadarkan diri dan langsung ditangkap Merlot dalam pelukannya. Sekarang, yang ada dalam tubuh Andri adalah Andri yang sedang tidak sadarkan diri. Merlot langsung terduduk dan menadah kepala Andri dipangkuannya.

    “Akhirnya selesai juga.” Kata Cecep sambil menghampiri Merlot dengan sempoyongan

    “Astaga, Bang Cecep!” Kata Merlot berusaha berdiri

    Cecep langsung mengisyaratkan berhenti.

    “Nggak usah! Gue cuma capek doang!” Kata Cecep sambil duduk di samping Merlot

    Melihat Cecep yang duduk di sampingnya, Merlot tersenyum.

    “Gimana rasanya dikagumi murid sendiri, Bang Cecep?” Tanya Merlot

    “Gimana ya?” Cecep menggaruk kepalanya “Selama ini gue pikir anak lu itu cuma maniak bertarung doang. Kebetulan aje sihir tanah gue kuat makanya dia mau diajarin gue, dari dulu gue selalu mikirnya kayak gitu.” 

    “Paham sih, soalnya, dia nekat menaklukan Rangda tanpa sihir apapun, kelihatan banget kayak orang maniak.” Kata Merlot sambil mengelus kepala Andri “Tapi, Bang Cecep sendiri tau kan gimana Andri sama laki-laki lain? Betapa dia benci sekali deket sama laki-laki.” Lanjut Merlot sambil menatap Cecep

    “Yaa… dia mau diajarin gue aja udah kayak keajaiban Tuhan banget, Merlot.” Kata Cecep sambil menatap Andri “Apalagi sejak dia tinggal di tempat lu sama anak-anak lain kerja, kalo nggak salah, dia laki-laki sendiri kan? Bakalan baik-baik aja nggak tuh?” Tanya Cecep

    “Sejauh ini, Andri hanya kasar ke laki-laki yang memang jahat sama anak-anak dan aku, Bang Cecep. Yaa… nggak berarti dia bisa betah bareng laki-laki lain sih.” Jawab Merlot

    Gerombolan polisi datang dan menginvestigasi TKP penculikan terjadi. Tak lama kemudian, teman satu tim mereka, Sekar, datang menghampiri mereka dengan nafas terburu-buru.

    “Syukurlah kalian baik-baik saja! Aku khawatir banget pas lihat siaran langsung!” Kata Sekar sambil menenangkan diri “Ayo ke mobil, Andri harus segera dirawat.” Kata Sekar sambil membantu Cecep berdiri

    Akhirnya, mereka pergi ke mobil dan meninggalkan TKP.

    Jam 19.00, di Carmilla Night Club House, Andri terbangun disana.

    “Dimana aku?” Tanya Andri sambil berusaha bangun “Di rumah ya? Kok sepi? Apa pada ngelayanin tamu semua?” Tanya Andi lagi sambil berdiri pelan-pelan

    Setelah berusaha berdiri, Andri diam sebentar, menarik napas dalam, mengeluarkannya, dan berjalan keluar dari kamarnya.

     

    Kreator : Hitogo

    Bagikan ke

    Comment Closed: Echanta Operation (Part 2)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021