Fajar adalah seorang santri di sebuah pondok pesantren yang terletak di pinggiran desa. Ia berasal dari keluarga sederhana, namun tekadnya untuk menuntut ilmu agama begitu kuat. Sejak kecil, Fajar telah bercita-cita menjadi seorang ulama yang bisa bermanfaat bagi banyak orang. Oleh karena itu, ia dengan senang hati meninggalkan rumahnya dan tinggal di pesantren tersebut untuk belajar.
Namun, di tengah semangatnya yang tinggi, Fajar mulai merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Pada awalnya, ia hanya merasakan gatal-gatal ringan di tangan dan kakinya. Ia mengira itu hanya karena udara yang panas atau kebersihan yang kurang terjaga. Akan tetapi, lama-kelamaan rasa gatal itu semakin menyebar ke seluruh tubuhnya. Kulitnya menjadi merah dan timbul bentol-bentol. Setiap malam, Fajar kesulitan tidur karena rasa gatal yang tak tertahankan.
Teman-temannya mulai khawatir melihat kondisi Fajar. Mereka menyarankan Fajar untuk pergi ke puskesmas terdekat agar segera mendapat pengobatan. Namun, Fajar menolak. Baginya, jika ia pergi ke puskesmas, ia akan kehilangan waktu berharga untuk belajar. Apalagi, biaya pengobatan mungkin akan membebani orang tuanya di rumah.
Suatu hari, salah satu Ustadz di pondok tersebut, Ustadz Rahman, melihat kondisi Fajar yang semakin parah. Ustadz Rahman segera mendekati Fajar dan bertanya tentang penyakit yang dideritanya. Setelah mendengar cerita Fajar, Ustadz Rahman memberi nasihat agar Fajar segera mencari pengobatan, sebab kesehatan adalah hal yang penting dalam menuntut ilmu.
Ustadz Rahman kemudian membawa Fajar ke seorang tabib tradisional yang tinggal tidak jauh dari pondok. Tabib itu dikenal memiliki keahlian dalam mengobati berbagai macam penyakit kulit dengan menggunakan obat-obatan alami. Setelah memeriksa Fajar, tabib tersebut memberikan sebuah ramuan yang disebut tetalen, sebuah ramuan herbal yang terbuat dari campuran tanaman obat yang diolah secara khusus.
Fajar diminta untuk mengoleskan ramuan tetalen tersebut ke bagian tubuh yang terasa gatal. Awalnya, Fajar merasa ragu, namun ia mengikuti instruksi tabib dengan penuh harap. Setelah beberapa hari, rasa gatal di tubuhnya perlahan mulai berkurang. Kulitnya yang sebelumnya memerah dan bentol-bentol mulai mereda. Melihat adanya perubahan, Fajar semakin rajin mengoleskan ramuan itu setiap hari.
Dalam waktu beberapa minggu, gatal-gatal yang menghantui Fajar akhirnya hilang sepenuhnya. Kulitnya kembali normal, dan ia bisa tidur nyenyak di malam hari tanpa harus terganggu oleh rasa gatal. Teman-temannya bersyukur melihat Fajar kembali sehat dan bisa kembali fokus dalam belajar.
Meskipun sempat menderita, Fajar tidak pernah sedikit pun berpikir untuk meninggalkan pondok pesantren tersebut. Baginya, segala ujian yang ia alami adalah bagian dari perjalanan menuntut ilmu. Fajar menyadari bahwa kesabaran dan ketekunan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan, tidak hanya dalam belajar, tetapi juga dalam menghadapi cobaan hidup.
Dengan tubuh yang sudah pulih, Fajar semakin semangat mengikuti pelajaran dan mengkaji kitab di pondok. Ia bahkan semakin tekun dalam beribadah, berharap agar kelak ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi banyak orang. Fajar yakin, dengan ketekunan dan doa yang tulus, ia bisa mencapai cita-citanya dan bisa mengamalkan ilmu agama yang diperoleh di pesantren yang membawa kebaikan bagi masyarakat.
Fajar pun terus melanjutkan studinya di pondok pesantren tersebut dengan penuh semangat. Kini, ia bukan hanya menjadi contoh ketekunan dalam menuntut ilmu, tetapi juga menjadi inspirasi bagi santri lain bahwa dengan kesabaran dan usaha yang gigih, segala kesulitan bisa diatasi.
Kreator : Safitri Pramei Hastuti
Comment Closed: Fajar dan Perjuangan Melawan Gatal: Sebuah Kisah Ketekunan di Pesantren
Sorry, comment are closed for this post.