Mengapa senja terlihat sangat indah daripada fajar? Apakah perpisahan lebih mudah diingat daripada pertemuan?
paturay pateupang deui. Aksara berbahasa sunda yang sering dilantunkan dalam sebuah syair perpisahan. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi, daku yang berdarah sunda tidak akan mengasingkan lagu perpisahan khas-nya itu. Coba kalian akses You Tube kemudian nikmati alunan irama lagu “Ririungan”.
Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan jikalau sudah berpisah, apakah takdir akan mempertemukannya kembali? Selama hayat masih dikandung badan, pertemuan dan perpisahan akan selalu terjadi secara berkala, baik dengan orang-orang yang sama ataupun dengan orang-orang baru setiap fase-nya.
Jika setiap pertemuan hanya diciptakan untuk sebuah perpisahan, mungkin setiap orang enggan melakukannya. Namun, dibalik pertemuan yang terbilang selalu singkat itu menuai banyak makna yang tersimpan didalamnya, kenangan.
Mengapa orang mendefinisikan pertemuan itu terbilang singkat setelah mengalami satu kali perpisahan? Padahal mereka dibersamakan untuk satu sama lain dalam jangka waktu yang tidak singkat, satu tahun, tiga tahun, bahkan sampai bertahun-tahun. Namun, semua itu terasa singkat setelah menjalani perpisahan.
Terpisah karena jarak memang menyakitkan. Namun, ketika seseorang mendekati ajalnya, kun fayakun “waktunya pulang” merupakan kenyataan terpahit yang tidak bisa dihindari oleh siapapun.
Ketika Allah sudah mengutus malaikat maut untuk menjemput dan memisahkan ruh dan jasad seseorang, maka tidak ada sangkalan atau negosiasi waktu lagi agar calon penghuni alam baka bisa mempersiapkan diri memenuhi panggilan-Nya. Tugas mereka yang masih terikat jiwa raganya hanya menemani mereka di saat terakhirnya—sakarotul maut.
Kullu nafsin dzaaiqotul maut, semua orang yang bernyawa pasti akan mati. Meninggalkan orang terkasih memang menyakitkan, semua orang tidak akan siap menghadapinya. Terlebih karena mereka yang meninggalkan akan pergi tanpa berharap akan kembali, kehidupan mereka dianggap telah usai, mau tidak mau mereka harus meninggalkan dunia yang fana untuk melanjutkan kehidupan kekal di alam baka. Perpisahan terpahit karena harus melepaskan orang-orang yang teramat sangat dicintai.
Orang bilang, pertemuan pertama adalah kebetulan belaka, pertemuan kedua adalah sebuah kepastian, pertemuan ketiga adalah suratan takdir. Namun, tidak ada pertemuan yang serba kebetulan, semua pasti sudah di gariskan oleh yang maha kuasa.
Pertemuan memang tidak terlalu penting untuk diingat tatkala berpisah, seperti fajar yang keindahannya mungkin dilewatkan setiap insan. Yang terpenting adalah kebersamaannya, seberapa lama hubungan terjalin, seberapa kuat ikatan tali silaturrahim yang sudah terbentuk, dan kesan apa saja yang terlintas selama nestapa membersamakan sekumpulan orang. Mereka akan mengingatkannya lalu mengumpulkannya dalam satu kata yang bernama kenangan. Masa-masa itulah yang akan diingat ketika perpisahan terjadi.
Namun, tidak semua orang melupakan begitu saja pertemuan pertamanya. Ada makna dan kesan tersendiri dibalik moment itu, silaturrahmi akan terbentuk dipertemuan selanjutnya, atau berbagai arti dan makna yang bisa direalisasikan oleh yang terkait.
Bayangkan, ketika kamu menemui seseorang atau kalian dipertemukan secara tidak sengaja. After that, entah kalian mengindahkan moment itu atau tidak, suatu saat kalian pasti mengingatnya ketika kalian bertemu kembali setelah sekian lama. Atau sekalinya bertemu, ternyata pertemuan kalian yang terbilang jarang adalah pertemuan terakhir. Saat perpisahan terjadi, pertemuan pertama dan terakhir adalah suatu penyesalan yang tidak mungkin berada di awal. Nyatanya, pertemuan akan diingat saat perpisahan terjadi, walaupun hanya sedikit. Dan perpisahan akan selalu diingat dalam pencapaian asa, paturay pateupang deyi.
Adakah pertemuan tanpa adanya perpisahan, atau perpisahan tanpa adanya pertemuan? Jawabannya pasti tidak, karena dua moment ini ibarat mubtada yang memiliki banyak khobar. Keduanya memiliki nisbat untuk satu sama lain. Pertemuan adalah mubtadanya, perpisahan adalah khobar mubtada. Begitupun sebaliknya, Pertemuan bisa jadi khobar mubtada dan kembali ke dhomir sebelumnya.
Siapa yang tidak mengindahkan pertemuan atau perpisahan?
Ada, yaitu bagi sebagian orang yang menyesali pertemuan kemudian menantikan dan berterimakasih kepada perpisahan, mereka lah yang punya rasa benci terhadap satu sama lain. Kita juga pasti pernah berada di fase tersebut, tergantung bagaimana orang akan mengapresiasikannya.
Apakah pertemuan terpahit dan perpisahan yang didamba itu akan di kenang sebagai wujud balas dendam tatkala takdir mempertemukan mereka kembali dalam rasa yang sama, atau tidak sama sekali. Seperti rindu, dendam harus terbayar tuntas bukan? akan tetapi, mampukah kita meninggalkan-Nya hanya karena sebuah misi yang tidak DIA sukai? Kembali padamu. Karena balas dendam terbaik adalah menjadi orang yang lebih baik lagi.
Beribu maaf jikalau banyak pengulangan kata serta kalimat yang tidak mengenakkan tiap paragraf, maklum masih pemula.
Terimakasih banyak
Comment Closed: FAJAR DAN SENJA
Sorry, comment are closed for this post.