KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » GIGITAN EMPUK

    GIGITAN EMPUK

    BY 14 Agu 2025 Dilihat: 6 kali
    GIGITAN EMPUK_alineaku

    “Loh, ya Allah, Nak!! Kenapa ini pundakmu?! Kok merah sebesar ini?! Ayo bilang sama Mama, Nak. Jangan diam saja. Ini loh di pundakmu sebelah kiri ada bekas selebar ini. Kamu gak ngerasain sakit, toh?” Pekik Mbak Dini melihat bekas warna merah di pundak anaknya.

    “Coba Mama amati. Diam sini dekat Mama. Nah, ini bekas gigitan ini. ini ada luka bekas taring. Mbentuk lonjong ini sepenuh gigi. Siapa yang gigit kamu, Nak?” Tanya Mbak Dini.

    Seketika itu dipegang anaknya dan dilepas bajunya untuk lebih leluasa mengamati.

    Hatinya terasa ingin menangis. Mulutnya terasa ingin mengumpat. Rasa jengkel dan sakit hati mulai merambah. Badan terasa panas. Giginya gemeretak ingin membalas gigit siapapun yang telah menggigit anak semata wayangnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Air menggenang perlahan semakin memenuhi ruang kelopak. Tak mampu menahan air yang semakin deras mengalir. Tumpah membasahi pipi yang tersembunyi di balik masker lusuhnya.

    Dia menghela nafas panjang.  Ditahan rasa hati dan mimik wajahnya. Dia terus berusaha tampil tenang di depan anaknya yang baru duduk di bangku Taman Kanak-Kanak itu. Dalam hati dia memaklumi pula, namanya anak-anak, mungkin sedang bergurau sehingga dia menggigit. Mungkin juga anaknya yang mengganggu dia sehingga dia menggigit.

    Diamatinya luka tersebut dengan seksama. Seolah-olah menghitung jumlah bentuk gigi yang membekas di pundaknya. Seolah diukur kedalaman luka nya. Seolah dibandingkan kedalaman luka bekas taring dan luka bekas gigi gerahamnya. 

    Hatinya semakin remuk tatkala didapatinya terdapat empat bekas gigi taring yang cukup dalam menancap di pundak anaknya yang empuk.

    Ingin rasanya menjerit. Ingin rasanya melabrak guru kelasnya, kenapa bisa sampai terjadi hal seperti ini. Dan, kenapa ketika ada kejadian seperti ini guru tidak mengkomunikasikan dengan wali murid yang bersangkutan. Ingin rasanya ia membentak gurunya yang lalai terhadap kewajibannya. Ingin juga rasanya melabrak anak yang menggigit. 

    Hatinya bertambah jengkel. Emosi semakin menjadi. Badan terasa semakin gemetar ingin lompat lari bertemu gurunya. Namun ditahannya semua itu. Dia terus berusaha  tampil tenang di depan anak laki-lakinya. Dia ingin tunjukkan kepadanya sikap jantan, sikap kuat, sikap sabar, dan sikap pemaaf. Toh, luka tersebut tidak fatal. Toh si anak yang merasakan juga bersikap tenang dan tidak menangis. Tetap tenang dan tidak mengadu. Tetap tenang dan tidak menyimpan dendam. Kenapa mesti diajarkan sikap tak terpuji, pikirnya. Kenapa bukan dia yang belajar dari kesabaran dan ketenangan anaknya.

    Perlahan dia usap air mata yang mengalir membasahi pipinya. Dibuka masker penutup mulut dan hidungnya. Tampak mulutnya komat kamit membaca mantra. Lalu ditiupnya luka tersebut. Lagi lagi mulutnya komat kamit. Terus dia membaca mantra. Lalu diusapnya luka tersebut dengan lidahnya. Dengan dijilat sebanyak tiga kali, dibasahi luka tersebut dengan air liurnya.

    Anaknya yang sejak tadi diam seribu bahasa tiba-tiba bertanya kepada mamanya.

    “Mama, kenapa ini pundakku? Diapakan sama Mama, kok terasa dingin?” tanya Reza kepada penasaran. 

    “Ini Mama obatin. Sudah biarkan kering sendiri. Jangan diusap, ya. Gimana rasanya? Masih sakitkah pundakmu?” tanya Mama dengan nada landai. Tampaknya dia sudah tidak emosi lagi. Dia berhasil menahan perasaannya yang bergejolak.    

    Namun rasa penasaran hatinya tak mampu ditahan. Walaupun sejak tadi ditanya anaknya diam saja, dia terus berusaha mencari keterangan dari anaknya sendiri sebelum bertanya kepada gurunya. 

    Dengan pelan dia bertanya, “Gimana rasanya pundakmu. Ada perubahan gak? Pundakmu masih sakit?”

    “Sekarang sudah enak, Ma. Sekarang terasa dingin. Kalau tadi terasa panas, sakit rasanya sampai ke badan bagian bawah. Sekarang sudah tidak sakit lagi. Sekarang anyep dingin rasanya, alhamdulillah.” Jawab Reza yang baru dua minggu ini masuk sekolah TK.

    Alhamdulillah, kalau begitu. Tapi, bilang dong sama Mama. Siapa yang gigit kamu?” tanya Mama mencari tahu pelakunya.

    “Itu loh, Ma. Temanku yang suka numpahin air di lantai terus disedot diminum itu loh, Ma. Dia suka gigit mainan sampai rusak. Tadi, tiba-tiba dia gigit aku dari belakang. Aku tidak tahu, tiba-tiba sudah pegang dan gigit pundakku.” Jawab reza menjelaskan.

    “Oalah, dia itu memang anak berkebutuhan khusus. Mama tahu, dia namanya Nafi. Mama pernah kenalan dan ngobrol sama mamanya Nafi. Kasihan dia anaknya tidak seberuntung anak-anak pada umumnya. Dia memerlukan perhatian khusus. Maafkan ya, kamu gak boleh membalas gigit. Kamu gak boleh nakalin dia. Kasihan dia butuh teman, butuh sahabat dekat. Mungkin dia mau ngajak main kamu. Tapi, dia gak bisa ngomongnya. Makanya dia gigit itu mungkin maksudnya bergurau. Ya sudah lah kalau begitu, maafkan dia. Dan, kamu berdoa kepada Allah semoga bekas gigitan di pundakmu itu segera sembuh. Dan, doakan juga ya si Nafi semoga segera bisa normal seperti anak yang lainnya.” Tutur mamanya kepada Reza yang disambut dengan senyuman dan anggukan kepala.

     

     

    Kreator : Endah Suryani

    Bagikan ke

    Comment Closed: GIGITAN EMPUK

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021