Siang itu cuaca panas menyengat. Matahari bertengger di atas kepala. Sinarnya menerangi jagat raya dengan energi panas yang menyertainya. Terik semakin menyengat kulit. Mengiringi langkah umat manusia dengan segala aktivitasnya.
Begitu pula Bu Eni. Tak lepas dari terpaan pancaran sang surya. Yang menyertai perjalanan rutinnya setiap hari melaksanakan tugas dan kewajibannya menjadi ibu yang mengawal perkembangan dan pertumbuhan putra putrinya.
Seperti halnya ibu-ibu yang yang lain yang tinggal di daerahnya. Setiap hari memiliki kegiatan rutin antar jemput anaknya sekolah.
Hari itu Bu Eni menjemput anaknya yang bernama Askrok pulang sekolah. Setelah menunggu beberapa saat di depan sekolahnya, Si Askrok keluar dari dalam kelas dan langsung lari menuju ibunya yang sedang menunggu di atas sepeda motor scoopynya.
“Ibuuuk, alhamdulillah aku bisa menjawab pertanyaan Bu Guru. Aku boleh pulang duluan, Buk. Teman-teman semua masih di dalam kelas.” Teriak Askrok sambil berlari kecil mendekati ibunya.
Dengan senyum lebar ibunya menyambut kebahagiaan anaknya dan menimpali laporannya.
“Alhamdulillah kamu bisa menjawab duluan. Memang pertanyaan gimana? Ibu jadi kepo nih.” Sahut ibunya.
“Ayo, siapa yang bisa menjelaskan apa maksudnya ‘Giri Lusi, Janmo Tan Keno Ingino’? yang bisa tunjuk jari. Kalau benar jawabannya boleh pulang duluan. Gitu kata Bu Guru, Buk. Tadi kan terakhir pelajarannya Bahasa Jawa. Bu Guru banyak menjelaskan tentang istilah-istilah yang ada dalam adat kebudayaan Jawa.” Jawab Si Askrok sambil menaiki sepeda motor dengan ibunya dan siap meluncur meninggalkan sekolah.
Dalam perjalanan pulang, obrolan mereka terus berlanjut.
“Terus kamu menjawabnya gimana?” kejar ibunya.
“Giri artinya gunung. Lusi artinya cacing tanah. Janma artinya manusia. Tan Kena Ingina artinya Tidak Boleh Dihina. Kalau penjelasan bebasnya adalah jangan mudah menghina seseorang yang tampaknya miskin atau berpenampilan sederhana dikiaskan seperti cacing. Sebab, mungkin saja dia justru memiliki kemampuan setinggi gunung. Gitu Buk aku menjawabnya. Terus Bu Guru tepuk tangan, aku diapresiasi hebat. Teman-teman sekelas ikutan tepuk tangan juga, Buk.” Jelas Si Askrok dengan bahagianya.
“Alhamdulillah, Ibuk senang kamu bisa dan berani menjawab terlebih dahulu. Terus, istilah-istilah lainnya apa selain Giri Lusi Janma Tan Kena Ingina.” Ujar ibunya sambil sedikit melambatkan laju kendaraannya.
“Banyak Buk, Ajining Dhiri Dumunung Ing Lathi, Ajining Raga Sarana Busana. Ojo rumangsa biso nanging biso o ngrumangsani. Ojo Wathon Ngomong nanging Ngomongo Nganggo wathonan.”
“Buk, Ibuk … Berhenti, Buk. Lihat itu, ada pergerakan mencurigakan.” Tiba-tiba Si Askrok mengagetkan ibunya yang sedang konsentrasi mendengarkan ucapan anaknya.
Si Askrok terus meminta ibunya supaya berhenti sambil memegang erat pundak ibunya. Ibunya pun menjadi kaget dan segera menarik reting ke kiri. Setelah kian melambat, dia menghentikan motornya di jalan sebelah kiri. Dan, menoleh ke arah anaknya yang masih memegang pundaknya.
“Ada apa sih, kamu bikin kaget saja. Mosok siang bolong begini ada pergerakan mencurigakan. Kebanyakan main game kamu itu. Pake Gerakan mencurigakan segala.” Sahut ibunya sambil sedikit tegang.
“Itu loh, Buk. Di depan sana ada orang bawa sapu sama cikrak jalan terus ke arah sana. Ayo kita ikuti, Buk. Ayo Buk, pelan-pelan kita buntuti dia.” Ajak Si Askrok kepada ibunya.
Tanpa banyak kata, ibunya kembali menyalakan mesin sepeda motornya dan perlahan menarik gasnya. Diikutinya orang yang bawa sapu dan cikrak di depannya. Semakin lama semakin dekat.
Tak mau buang-buang waktu, Bu Eni segera mempercepat laju motornya dan mendekati orang yang dimaksud. Dilihatnya orang itu membuang sesuatu dari dalam cikrak. Keinginannya untuk menyapa dan menegur orang itu semakin kuat.
“Pak, Pak…. Permisi, Pak. Sampean buang apa di sini, Pak? Aku lihat baru saja sampean melempar sesuatu di sini.” Tanya Bu Eni langsung menegur orang itu.
“Iya, Bu RT. Saya membuang bangkai tikus. Ini ada tikus mati di dekat rumah saya.” Jawab orang tersebut.
“Waduh. Pak. Lha bangkai tikus kok di buang di sini. Ini kan bukan tempat sampah, Pak. Lingkungan sini tempatnya bersih. Ya memang jauh dari rumah sampeyan. Baunya tidak sampai tercium dari rumah sampeyan. Tapi ini kan di pinggir jalan, Pak. Dekat rumah orang juga. Banyak orang wira-wiri lalu lalang lewat sini. Otomatis kan baunya akan tercium menyebar di sekitar sini. Setiap orang yang lewat akan mencium bau bangkai, Pak. Maaf, Pak. Tolong diambil lagi, Pak. Kalau membuang bangkai seperti ini dikubur dalam tanah, Pak. Atau dimasukkan kresek diikat yang rapat lalu dibuang di tempat sampah. Nanti akan ikut dibakar oleh petugas pembakar sampah. Tidak dibuang di pinggir jalan ya, Pak.” Kata Bu Eni sambil berdiri mendekati orang tersebut.
“Iya, bu RT. Saya ambil lagi. saya buangnya ke tempat sampah.” Jawab orang yang tak lain adalah warga lingkungannya itu. Kemudian dia mengambil lagi bangkai tikus itu.
Sementara itu, Si Askrok diam seksama memperhatikan semua itu. Bu Eni memandangi dan mengucapkan terima kasih serta minta maaf kepada orang itu. Dengan rasa malu, orang itu pergi meninggalkan Bu Eni sambil membawa kembali bangkai tikus di cikraknya.
“Wah, kerenn. Hebat juga Ibuk berani menegur dan mengarahkan orang itu. Padahal dia orang lagi-laki. Sedangkan Ibuk orang perempuan. Tapi Ibuk berani menghadapi orang itu sendirian.” Ucap Askrok salut dan memuji Ibunya.
“Kita itu harus berani karena benar. Selama kita pada posisi baik dan benar, kita tak boleh gentar menghadapi apapun. Kita harus berani. Melihat hal seperti itu tadi harus kita ingatkan, kita arahkan. Jangan dibiarkan saja. Kalau dibiarkan akan menjadi kebiasaan yang tidak baik. Dan akan merugikan atau mengganggu kenyamanan orang lain. Lagipula, itu artinya tidak menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Walaupun dia sudah bapak-bapak kita tak boleh takut. Apalagi bapakmu sekarang menjadi ketua RT di lingkungan kita ini. Ada baik buruknya lingkungan dan warga masyarakat sekitar sini menjadi tanggung jawab bapakmu. Menjadi tanggung jawab kita semua.” Ibunya memberi penjelasan sebagai pembelajaran kehidupan.
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: GIRI LUSI JANMA TAN KENA INGINA
Sorry, comment are closed for this post.