Di sebuah distrik kecil bernama Gome, kabupaten Puncak, provinsi Papua Tengah, ada seorang perempuan muda bernama Iranti. Namanya yang berarti Kenangan (Yoruba, Nigeria), seolah ia ditakdirkan untuk membawa cerita-cerita indah dalam hidupnya. Iranti bekerja sebagai tenaga medis di Puskesmas Gome. Setiap hari, ia dan rekan-rekannya melayani masyarakat dengan penuh dedikasi. Tak hanya di dalam gedung, mereka juga sering mengadakan program luar gedung, seperti penyuluhan kesehatan, imunisasi anak, dan pemeriksaan kesehatan bagi warga di pedesaan.
Gome adalah tempat yang indah. Udara sejuk pegunungan, hamparan perkebunan sayuran yang hijau, dan senyum hangat warga membuat Iranti merasa betah. Ia selalu menikmati perjalanan ke desa-desa terpencil, melewati jalan setapak yang dikelilingi oleh kebun-kebun sayur. Pemandangan itu selalu memberinya ketenangan, seolah alam sedang menyemangatinya untuk terus melayani.
Namun, segala sesuatu berubah drastis beberapa bulan terakhir. Konflik bersenjata melanda Gome. Tembak-menembak terjadi di mana-mana. Suara dentuman senjata dan helikopter militer yang terbang rendah menjadi pemandangan sehari-hari. Warga yang dulu ramah kini banyak yang mengungsi, meninggalkan rumah dan kebun mereka. Perkebunan sayuran yang dulu hijau kini terlihat sepi, seolah ikut berduka atas keadaan yang terjadi.
Iranti merasakan kehilangan yang begitu besar. Bukan hanya kehilangan pemandangan indah yang dulu ia nikmati, tetapi juga kehilangan rasa aman. Ia tidak lagi bisa dengan bebas melayani masyarakat seperti dulu. Kegiatan luar gedung dihentikan karena situasi yang tidak kondusif. Bahkan, perjalanan dari rumah ke Puskesmas pun kini dipenuhi rasa was-was. Setiap kali ia mendengar suara tembakan, jantungnya berdebar kencang. Ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi.
Ia teringat pada suatu hari, ketika ia dan timnya mengadakan penyuluhan kesehatan di sebuah desa terjauh. Warga berkumpul dengan antusias, anak-anak berlarian dengan riang, dan para ibu dengan sabar mendengarkan penjelasan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Saat itu, Iranti merasa begitu bahagia. Ia merasa bahwa pekerjaannya berarti, bahwa ia bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun, kini semua itu hanya menjadi kenangan. Desa itu kini sepi, warga yang dulu ramah telah mengungsi, dan kebun-kebun sayur mereka terbengkalai.
Kehilangan rasa aman juga membuat Iranti kehilangan sukacita dalam bekerja. Dulu, ia selalu bersemangat setiap kali memakai sneli-nya, siap melayani siapa pun yang membutuhkan. Kini, seragam itu terasa berat. Setiap kali ia memakainya, ia teringat pada risiko yang harus dihadapi. Bahkan, di dalam gedung Puskesmas pun, ia tidak bisa sepenuhnya tenang. Suara tembakan yang tiba-tiba berbunyi selalu membuatnya dan rekan-rekannya berlindung di bawah meja.
Suatu malam, Iranti duduk di beranda rumahnya, memandang langit yang gelap. Ia merindukan bintang-bintang yang dulu sering ia lihat di Gome. Namun, malam ini langit terasa suram, seolah mencerminkan hatinya. Ia merindukan masa-masa ketika ia bisa dengan bebas melayani masyarakat, ketika ia bisa menikmati indahnya alam Gome tanpa rasa takut.
Tiba-tiba, ia mendengar suara tangisan dari tetangganya. Seorang ibu muda yang juga mengungsi dari desanya sedang menangis karena anaknya demam tinggi. Iranti segera mengambil tas medisnya dan mendatangi mereka. Saat ia memeriksa anak itu, ia teringat pada alasan mengapa ia memilih menjadi tenaga medis dan sumpah Hipokrates yang pernah diikrarkannya. Ia ingin membantu orang lain, ingin membuat perbedaan, meskipun dalam situasi yang sulit.
Meskipun rasa takut masih menyelimuti hatinya, Iranti menyadari bahwa ia tidak bisa menyerah. Masyarakat masih membutuhkannya. Ia mungkin telah kehilangan rasa aman dan kebebasan, tetapi ia masih memiliki semangat untuk melayani. Ia bertekad untuk terus bekerja, meskipun harus dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.
Malam itu, Iranti berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti, Gome akan kembali damai. Ia akan kembali melihat senyum warga, mendengar tawa anak-anak, dan menikmati indahnya perkebunan sayuran. Sampai saat itu tiba, ia akan terus berjuang, membawa kenangan indah masa lalu sebagai penyemangat untuk menghadapi kehilangan yang ia rasakan hari ini.
Dan di tengah malam yang gelap, Iranti tersenyum kecil. Ia tahu, selama masih ada harapan, kehilangan tidak akan pernah menjadi akhir.
Kreator : Vidya D’CharV (dr. Olvina ML.L. Pangemanan, M.K.M.)
Comment Closed: Gome di Ujung Peluru; Melayani Terenggut Konflik
Sorry, comment are closed for this post.