Jesi selalu memiliki impian besar dan tujuan yang jelas dalam hidupnya. Setelah membaca rangkaian cerita kehidupan Jesi pada bab-bab sebelumnya, kita bisa melihat bahwa perjalanan hidupnya penuh dengan liku dan tantangan. Kini, bagian terakhir dari kisah Jesi berfokus pada impian dan tujuan masa depannya setelah lulus dari jenjang pendidikan S1.
Setelah menamatkan pendidikan S1, Jesi bertekad untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan mengikuti Program Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Pilihan ini diambil karena Jesi ingin agar semua ilmu yang telah didapatkan selama kuliah dan sekolah selama 12 tahun tetap bermanfaat. Sejak kecil, Jesi memang bercita-cita menjadi seorang guru. Ia selalu terinspirasi oleh sosok guru yang mengajarinya dan merasa bahwa profesi guru sangatlah mulia.
Namun, Jesi menyadari bahwa menjadi guru di Indonesia tidaklah mudah. Pendapatan seorang guru seringkali tidak sebanding dengan pekerjaan lainnya. Jesi merasa bahwa peran guru sangat penting dalam membentuk manusia yang berkarakter, namun kebijakan di Indonesia belum sepenuhnya menghargai profesi tersebut. Meski begitu, semangat Jesi untuk mengajar tidak surut. Ia tetap berkeinginan kuat untuk menjadi guru yang berdedikasi dan mampu memberikan ilmu yang bermanfaat bagi murid-muridnya.
Selain menjadi guru, Jesi juga bercita-cita untuk menjadi dosen. Dengan gelar S2 atau master yang akan ia tempuh setelah S1, Jesi merasa memiliki kesempatan untuk berkarir sebagai dosen. Menurutnya, menjadi dosen adalah salah satu cara untuk terus mengembangkan diri dan berbagi ilmu di tingkat yang lebih tinggi. Namun, ia menyadari bahwa untuk menjadi dosen profesional, diperlukan persiapan yang matang dan perjuangan yang tidak mudah, termasuk mengikuti tes CPNS untuk dosen.
Di antara dua pilihan tersebut, Jesi banyak mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya. Jika ia mengikuti PPG Prajabatan, Jesi akan mendapatkan sertifikasi yang diperlukan untuk menjadi guru profesional. Namun, jika ia hanya melanjutkan ke jenjang S2 tanpa mengikuti PPG, ia harus bersiap menghadapi tantangan dalam tes CPNS untuk dosen dan mungkin belum bisa mendapatkan sertifikasi dosen profesional. Meski begitu, Jesi tetap yakin bahwa ia akan menemukan jalannya untuk menjadi pengajar, entah sebagai guru atau dosen.
Pernah suatu kali, Jesi diminta untuk menggantikan seorang guru yang berhalangan hadir di sebuah sekolah menengah pertama. Pengalaman ini memberinya kesempatan untuk melatih kemampuan mengajarnya. Jesi belajar bagaimana cara mengatur kelas, mengendalikan murid yang ribut, dan memberikan pengajaran yang efektif. Meski masih dalam tahap latihan, Jesi merasa bahwa ia sudah lebih memahami bagaimana menjadi guru yang baik. Pengalaman ini sangat berharga bagi Jesi, karena tidak banyak orang pada usia 18 tahun yang mendapatkan kesempatan untuk mengajar di sekolah menengah pertama.
Selain impian dalam karir, Jesi juga memiliki impian dalam kehidupan pribadinya. Ia berharap bisa dipertemukan dengan pasangan yang serasi dan saling mengerti. Jesi percaya bahwa pasangan yang baik adalah yang bisa saling memahami dan mendukung satu sama lain. Meski banyak yang berasumsi bahwa orang pintar akan mencari pasangan yang lebih pintar, Jesi berpendapat bahwa yang terpenting adalah pengertian dan keserasian. Baginya, memiliki pasangan yang bisa saling mengerti dan mendukung lebih penting daripada hanya sekadar pintar.
Jesi juga mempertimbangkan untuk menjalani hidup tanpa anak (childfree) karena ia melihat banyak anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Jesi khawatir tidak bisa mengurus anak dengan baik dan merasa bahwa anak kecil sangat merepotkan. Namun, ia juga tidak menentang kehendak Tuhan. Jika Tuhan memberikan anak, Jesi akan berusaha untuk menjadi orang tua yang baik. Meski begitu, Jesi lebih memilih untuk fokus pada karir dan kehidupan pribadinya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memiliki anak.
Jesi berharap dipertemukan dengan lelaki yang baik, yang bisa mengerti dirinya dan keluarganya. Ia menginginkan pasangan dengan latar belakang keluarga dan agama yang baik, yang selalu ada saat Jesi membutuhkannya. Jesi berencana untuk menikah ketika keuangannya sudah stabil dan mapan, karena ia percaya bahwa perempuan tidak boleh bergantung sepenuhnya kepada laki-laki. Jesi ingin menjadi perempuan yang mandiri dan kuat, meski terdengar sedikit egois, ia merasa bahwa memiliki kemandirian adalah hal yang penting.
Jesi juga berharap agar ia tidak pernah bosan untuk belajar. Kadang-kadang, ia merasa malas untuk mengerjakan tugas, bukan karena lelah, tetapi karena rasa malas yang muncul dari dalam diri. Jesi selalu berdoa kepada Tuhan agar dihindarkan dari rasa malas tersebut. Ia ingin terus belajar dan berkembang, serta menghindari hal-hal yang bisa menghambat kemajuannya.
Selain itu, impian Jesi adalah untuk selalu membahagiakan orang tuanya, meskipun dimulai dari hal-hal kecil. Ia berharap bisa membuat orang tuanya bangga dan bahagia dengan pencapaian-pencapaian yang ia raih. Jesi sadar bahwa pengorbanan orang tua tidak bisa tergantikan, tetapi ia akan berusaha untuk membalas budi mereka dengan cara yang terbaik.
Jesi juga berkomitmen untuk mengontrol emosinya dan menjadi pribadi yang lebih dewasa. Ia berharap bisa mencapai kematangan emosional yang memungkinkannya untuk menghadapi berbagai situasi dengan bijak. Jesi berencana menikah pada usia 25 tahun, yang ia anggap sebagai usia ideal untuk menikah. Pada usia tersebut, Jesi berharap sudah memiliki kestabilan emosional dan finansial yang cukup untuk membangun rumah tangga yang harmonis.
Dengan segala impian dan tujuan masa depannya, Jesi yakin bahwa ia bisa mencapai apa yang dicita-citakan. Ia percaya bahwa dengan kerja keras, doa, dan ketekunan, semua impian dan tujuannya akan terwujud. Jesi selalu mengingat bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil adalah bagian dari perjalanan panjang menuju kesuksesan. Dan di setiap langkah itu, Jesi selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas segala rahmat dan bimbingan-Nya.
Kreator : JESINTA DEWI SRIKANDI
Comment Closed: Goresan Masa Depan
Sorry, comment are closed for this post.