“Pak Bapak, alhamdulillah nilai ulanganku hari ini dapat 97 Pak!” kata si Padma kepada Bapak sambil melompat-lompat girang sambil mengulurkan tangannya ngajak berjabat tangan. Sudah menjadi kebiasaannya si Padma yang berbody gemoy ini selalu menyambut Bapak pulang dinas dengan salaman atau berjabat tangan. Sebagaimana berangkatnya pun dia selalu salaman dan mengantarkan sampai di depan pagar rumah bersama Ibu.
Bapak yang baru saja masuk rumah, belum lepas baju dan belum juga menaruh tas kerjanya menjawab dengan datar tanpa mengindahkan ekspresi anaknya yang jingkrak-jingkrak (red-lompat-lompat).
“Ya, ditingkatkan!” jawabnya dengan datar.
Sambil terus bergerak menaruh tas, melepas baju dan menggantungnya di balik pintu, Bapak kembali melanjutkan tanggapannya.
“Nilai 97 itu kamu mengerjakan sendiri apa nyontek temanmu?” tanyanya seolah tidak percaya dengan hasil ulangan anaknya.
“Ya kerja sendiri lah, Pak. Khan ini ulangan, ya gak boleh nyontek lah.” jawabnya ketus sambil berjalan ke arah Bapak yang sedang memakai kaos harian dengan wajah berseri-seri. Melihat ekspresi anaknya yang penuh semangat itu, Bapak pun terus merespon ucapannya walaupun sambil beraktivitas sendiri.
“Mata pelajaran apa yang dapat nilai 97?” tanya Bapak sambil berlalu melangkah ke dapur mengambil segelas teh yang sudah disiapkan istrinya. Diminumnya seteguk demi seteguk sambil duduk di ruang keluarga. Anaknya yang bontot itu pun mendekati dan ikut duduk di sampingnya.
“Tadi itu mata pelajaran PLH, Pak. Bapak tahu nggak PLH itu apa? PLH itu Pendidikan Lingkungan Hidup.” Anak Gemoy yang berambut keriting itu menjawab pertanyaan sekaligus menggoda Bapak dengan bertanya balik yang ternyata dijawab sendiri. Bapak tetap tenang sambil menikmati teh hangatnya.
Tak sabar ingin diperhatikan terus oleh Bapak, Si Padma yang masih duduk di kelas 3 SDN itu terus terus melempar pertanyaan yang membuat suasana di dalam rumah tidak sepi.
“Pak, Bapak. Temanku ada yang dapat nilai 97, loh. Nanti kalau aku dapat nilai 97 dikasih hadiah apa sama Bapak?” tanyanya sambil wajahnya mendongak melihat ke arah wajah Bapak.
“Ya kalau dapat 97 Bapak kasih hadiah nasi pecel.” jawabnya enteng.
“Kalau 96 hadiahnya apa, Pak? Kalau 100 apa, Pak hadiahnya?” tanya Si Padma mengejar terus.
Dengan santai Bapak menjawab seperlunya.
“Kalau 97 hadiahnya nasi pecel, kalau 96 pecel doang tanpa nasi, kalau 100 jalan-jalan.”
“Horeeeee!!!”
Ucapan Bapak disambut riang gembira sendiri oleh anaknya yang bungsu ini.
Keesokan harinya, sepulang dari sekolah, Padma girang bukan kepalang. Saat ketemu Ibu yang sedang menjemputnya di depan pintu gerbang sekolah, dia langsung panggil-panggil.
”Buukk, alhamdulillah, Buk. Aku dapat nilai 97, Buk. Katanya Bapak, kalau 97 akan dikasih hadiah nasi pecel. Hore-hore hore-hore!! Dapat 97 dikasih hadiah nasi pecel, hore-hore hore hore..”
Si Padma meluapkan kegembiraannya di depan Ibu. Ibu pun tersenyum melihat aksinya yang lucu.
“Buk Ibuk, katanya Bapak kalau aku dapat nilai 97 akan diberi hadiah nasi pecel, kalau 96 pecel doang nggak pake nasi, Buk. Berarti aku nanti dikasih nasi pecel ya?” Ujar si Padma di atas kendaraan sepeda motor scoopy-nya yang sedang melaju kencang meninggalkan sekolah.
Ibu menanggapi pula dengan datar.
“Padma senang dapat nilai 97? makanya belajar yang sungguh-sungguh. Kalau belajarnya serius nanti jadi paham, nilainya juga baik.” Jawab Ibu sambil menyetir motor.
Sambil tersenyum kecil, Ibu berkata dalam hati. Wong hadiah nasi pecel aja kok begitu happy-nya Nduk, kayak orang gak pernah makan nasi pecel aja, Katanya dalam hati sambil terus menarik gas sepeda motor yang setia mengantarkan ke mana dia suka.
Sesampai di rumah, si anak bontot dari 3 bersaudara itu masih terngiang gembira dengan nilai 97 dan hadiah nasi pecelnya. Namun, Ibu membiarkan dia mengekspresikan kegembiraan dengan mendiamkannya.
Setelah waktu maghrib tiba Bapak baru pulang sampai rumah seperti hari-hari biasanya. Waktu maghrib baru sampai di rumah, sama seperti hari-hari sebelumnya Si Padma menyambut Bapak pulang kerja dengan gembira dan salaman dan cium tangan, sambil mengucap salam.
Tak sabar menunggu Bapak duduk santai minum teh hangat, Si Padma langsung bilang kepada Bapak. “Pak Bapak… Aku dapat nilai 97, Pak. Aku dikasih hadiah nasi pecel ya, Pak. Bapak sudah bilang lo kalau aku dapat nilai 97 hadiah nasi pecel, kalau 96 pecel doang tanpa nasi. Pak Bapak, nanti beli nasi pecelnya di Surabaya ya, Pak!” Si Padma menodong Bapak yang baru pulang dinas.
Tanpa dijawab, Si Padma langsung bicara banyak tanpa memberi kesempatan Bapak untuk menjawab. Mendengar kalimat terakhir beli nasi pecelnya di Surabaya, semua tertawa ngakak. Bapak pun tertawa juga. Begitu pula Ibu yang sedang sibuk di dapur pun tertawa sambil tertegun.
“Ya ampun, Padma… Makanya dapat hadiah nasi pecel aja girang tak kepalang. Lha belinya di Surabaya. Gak di Ponorogo sekalian aja toh, nasi pecel Ponorogo.” Sahut Ibu dari ruang dapur sambil tersenyum lebar.
Refleksi:
Yang akan terkenang sepanjang masa bukan besarnya atau bagusnya materi yang diterima anak melainkan akhlak atau karakter orang tua yang menjadi teladan dan perhatian serta kasih sayangnya kepada anak.
##############################
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: Hadiah Nasi Pecel
Sorry, comment are closed for this post.