Jamaah yang ingin berangkat umroh dan haji akan selalu diingatkan untuk senantiasa sabar, Ikhlas dengan apapun yang terjadi. Kata-kata sabar, Ikhlas, berserah diri terasa ringan dalam tulisan dan lisan. Namun pada pelaksanaannya, sangat sulit. Kadang kita mencoba menguatkan diri untuk bersabar, tetapi pada akhirnya maki-maki. Hal ini terjadi pada seorang jamaah Haji tahun 2015 bernama Diana. Diana dan suami pergi Haji di usia 35 dan 36 tahun. Ia merasa secara fisik dan emosional sudah cukup kuat. Selama di tanah air, ia juga berusaha menahan amarah, godaan lain. Walau ujian ketika mau berangkat haji sangat berat.
H-2 sebelum keberangkatan, ia dipercaya menjadi panitia inti ulang tahun Perusahaan, dan menjadi coordinator sejumlah kegiatan besar. Persiapan acara ini bersamaan waktunya dengan persiapan berangkat haji. Namun, Diana, bersikeras harus menuntaskan segala kegiatan di kantor sebelum ia beribadah. Maka dengan sekuat tenaga berbagai laporan ia selesaikan dan dikirimkan via email kepada atasannya. Namun yang membuat Diana sedih bukan itu. Ia harus meninggalkan putra semata wayangnya yang baru berusia 4 tahun. Anak laki-laki ini muncul di dalam kehidupannya, setelah usia pernikahan 7 tahun. Rasa cintanya pada Dani, sangat mendalam. Namun sekali lagi, Diana harus belajar mengikhlaskan, bahwa anak bukanlah milik kita. Seorang teman yang juga dititipkan satu anak memberikan tips pada Diana. “Ingat ya, Anak itu bukan milik kita, serahkan kepada yang punya. Karena kita pun akan menghadapi padaNya.” Kalimat itu yang menguatkan Diana, sehingga semangat menunaikan ibadah haji.
Selama di Mekah, rasa sombong tersirat di dalam hati Diana, apalagi ini bukan kali pertama ia berada di Mekah. Diana nampak sangat percaya diri, hingga suatu kejadian menimpanya. Sore itu, Diana, suaminya, Diki dan Pak Ustad serta jamaah lain ingin menunaikan Sholat Ashar. Jarak hotel ke Masjidil Haram cukup jauh, sekitar 2 km, ditempuh dengan menggunakan bus Saptco berwarna merah. Saat ingin naik bus, ratusan jamaah dari berbagai negara berkumpul dan berdesakan ingin masuk ke Bus.
Diana sudah mengantri dengan tertib, namun ia selalu diselak orang-orang di Tajikistan, Kirgistan dan negara lain yang tubuhnya tinggi besar. Sekali diselak, Diana masih bisa menahan, namun setelah beberapa kali Diana memaksakan diri untuk tetap menerobos pintu bus dan masuk ke dalamnya. Hasilnya, tubuh Diana terhimpit, lehernya terlilit mukena dan ia kesulitan bernafas. Diki tidak bisa menolongnya, walau ia berusaha menarik Diana. Di saat genting seperti itu, Diana berdoa di dalam hati. Ia minta ampun atas apa yang ia lakukan. Dan jalan mulai terbuka, hingga Diana bisa masuk ke dalam bus. Ia masih cemberut dan menggerutu. “Kenapa gak tertib sih Pak Ustad? Mengapa tidak bisa antri? Islam kan mengajarkan untuk antri.” Tanya Diana pada Pak Ustad. Pak Ustad hanya tersenyum, “harusnya begitu, tapi kita tidak bisa mengendalikan segala hal.” Diana terdiam.
Usai melaksanakan sholat Ashar, Magrib dan Isya di Masjidil Haram, Diana dan Diki berjalan pulang menuju terminal, suasana bubaran sholat sangat ramai. Diki mendekati istrinya. “Kita nunggu aja dulu ya, sampai sepi?” Diana mengangguk. Mereka duduk di emperan terminal, sesekali ada burung dara menghampiri. Diana yang membawa bekal roti, membagi-bagikan remahan roti pada burung dara. Diana dan Diki menunggu sampai terminal agak sepi, sambil bercengkrama dan menikmati air zam-zam yang sudah disiapkan di botol mereka. Angin lembut menyapa pipi Diana yang memerah. Dan tanpa terasa, banyak bus yang kosong. “Sudah agak sepi, yuk kita pulang,” ajak Diki. Diana mengangguk. Di bus mereka duduk berdua dan menikmati perjalanan menuju hotel. Damai sekali malam itu. Bersabar itu, artinya menunggu, meningkati proses. InsyaAllah akan solusi akan muncul ketika hati menerima.
Sejak kejadian di hari itu, Diana tidak lagi “maksa.” Jika ada sesuatu yang ia inginkan, senantiasa didahulukan dengan berdoa kepada Allah, diusahakan semampunya, tanpa merasa paling hebat dan paling bisa dan tidak melukai orang lain. Keyakinan itu harusnya didasari oleh keikhlasan. Apapun yang terjadi, walau sudah diusahakan semaksimal mungkin tetap kendalinya di tanggal Allah Swt.
Kreator : Nurhalibsyah
Comment Closed: Hampir tecekik saat antri naik bus
Sorry, comment are closed for this post.