Penulis : Yasir Hadibroto (Member KMO Alineaku)
Namaku Hadi, aku sedang menempuh kuliah di Universitas Bengkulu jurusan Bahasa Inggris semester ke tujuh. Memasuki semester ke tujuh semua mata kuliah telah selesai aku jalani dengan predikat nilai A dan B, hanya ada satu mata kuliah berpredikat C.
Hari ini aku dan dua temanku yang juga merupakan kakak tingkatku yaitu Kak Dedi dan Kak Edi bersepakat untuk pindah ke kosan baru yang letaknya agak jauh dari kampus, ya kurang lebih 4 km dari kampus sehingga kalau ingin berangkat ke kampus kami harus naik kendaraan umum jenis angkot tapi itu bukan masalah karena di semester akhir masa kuliah ini kami sudah tidak rutin setiap hari berangkat ke kampus, satu minggu mungkin hanya satu atau dua kali saja.
Kosan yang jauh dari kampus sengaja kami pilih dengan pertimbangan sewa yang lebih murah, maklumlah kami adalah anak dari keluarga yang sedikit saja di atas garis kemiskinan. Sebuah rumah dengan tiga kamar akhirnya menjadi pilihan kami setelah beberapa hari kami mencari cari dengan berjalan kaki. Rumahnya lumayan besar dan lebih dari cukup untuk kami sebagai mahasiswa. Ruang dapur cukup luas dengan ukuran 6×4 M. Terdapat satu kamar mandi dengan air sumur yang agak keruh. Kamar tidur pas sekali ada tiga jadi kami masing masing dapat satu kamar. Ruang tamu luas ukuran 4×6. Dan yang paling penting harga sewanya hanya Rp. 1.500.000/tahun dan kami bagi tiga sehingga masing masing hanya perlu membayar Rp.500.000 Sangat murah bila dibandingkan dengan rumah sejenis lainnya di lokasi yang sama yang mematok harga Rp. 2.500.000 sd Rp. 3.000.000.
Mengapa bisa berharga murah ? entahlah, namun menurut tetangga sebelah rumah yang kami sewa bahwa rumah ini sudah lama kosong, terakhir ditempati dua tahun yang lalu. Kelihatan memang dari rerumputan yang sudah sangat tinggi bahkan beberpa rumput liar menjalar tinggi di atas atap rumah yang membuat kami harus membersihkannya terlebih dahulu sebelum ditempati. Penghuni terakhir rumah ini konon ceritanya adalah keluarga Pak Budi Kusuma, mereka adalah keluarga dari etnis Tionghoa. Mereka memutuskan untuk pergi dari rumah ini karena merasa sering diteror oleh hal hal aneh katanya. Satu bulan sebelum mereka pindah bahkan sorang anggota keluarganya meninggal di rumah ini secara tiba tiba dan misterius. Tidak jelas teror seperti apa yang dimaksudkan.
Mendengar cerita cerita yang ada tentang rumah ini kami pada awalnya sempat ragu juga untuk menempati rumah ini. Namun keraguan itu sirna dikalahkan oleh harga yang lebih murah. Rumah itu pun kami sewa untuk satu tahun. Sebagai mahasiswa yang intelek dan rasional kami berusaha untuk tidak memperrcayai hal hal begitu..
Semua barang baru saja selesai aku kemasi, tidak terlalu banyak. Pakaian hanya beberapa lembar , buku buku kuliah, kompor minyak, piring, gelas dan alat masak dalam satu baskom, sebatang kasur busa yang sudah tipis dan bantal.
Dengan bantuan teman teman yang memiliki sepeda motor semua barang dapat dibawa menuju kosan baru. Aku sempat berpamitan kepada teman teman sesama penghuni kossan lama yang bernama pondokan Ceria, lalu dengan melambaikan tangan tangan akupun berangkat menuju kosan baru meninggalkan kossan lama yang telah lebih dari tiga tahun aku tempati.
Tiba di lokasi, dua temanku belum ada yang tiba. Segera barang barang bawaan aku tempatkan di kamar dan aku rapikan. Tepat 15 menit sebelum jadwal sholat magrib kamar sudah rapi. Dua temanku belum juga tiba, mungkin sebentar lagi pikirku.
Aku merebahkan tubuhku di atas kasur busa tipis tanpa bed cover, kepalaku kuletakkan di atas bantal satu satunya milikku sejak tiga tahun lalu. Pandangan mataku tertuju ke atas, kulihat langit langit kamar yang sudah tidak utuh lagi, tripleknya sudah kelihatan lapuk begitu juga warnanya sudah pudar terlihat kuning kecoklatan dengan pola tidak beraturan menyerupai gambar sebuah peta tapi entah peta negara mana. Tetes air hujan nampaknya jatuh dari atas atap seng setiap kali hujan tiba. Di sudut atas dinding kamar juga terlihat bekas rembesan air.
Aku teringat kembali cerita warga tentang rumah ini yang katanya banyak hal aneh yang terjadi. Aku berusaha untuk tidak mempercayai hal itu dan sampai saat ini aku pun tidak menemui ada keanehan, mudah mudahan sampai selanjutnya tetap baik baik saja.
Setelah mandi di kamar mandi yang airnya tidak begitu jernih mungkin karena dekat dengan rawa, sesuai dengan nama daerahnya yaitu Rawa Makmur, aku melaksanakan sholat magrib. Setelah membaca wirid dan doa aku kembali merebahkan tubuhku di atas kasur kesayanganku. Dua temanku juga belum tiba. Dalam hati aku bergumam betapa bahagianya kalau punya handphone seperti teman temanku yang anak orang kaya itu. Bisa menghubungi setiap saat mereka yang ingin dihubungi. Seperti saat ini aku ingin sekali menanyakan kepada Kak Dedi dan Kak Edi di mana posisi mereka dan apakah jadi pindah ke tempat baru ini pada malam ini ? tapi aku hanya bisa menunggu dan berharap mereka segera tiba.
Kak Dedi dan Kak Edi belum juga tiba. Saat ini sudah pukul 21.00, malam terasa begitu sunyi hanya suara deburan ombak laut yang begitu kencang dan semakin kencang saat malam semakin larut. Angin berhembus kencang membuat seng atap rumah yang terlepas pakunya bergerak naik turun mengeluarkan suara berisik.
Aku pun akhirnya tertidur di kamarku sampai pada pukul 00.30 aku terbangun oleh suara ketukan pintu rumah dan suara yang memanggil namaku. Suaranya sangat aku kenal, ya suara Kak Dedi. Bergegas aku membuka pintu rumah dan benar ternyata mereka berdua, masing masing menggendong satu tas ransel. Wajah mereka terlihat sedikit lelah. “ Wah akhirnya sampai juga Kak, aku dari kemaren sore sudah menunggu Kak” kataku, “ Iya” jawabnya singkat. Mereka berdua berjalan menuju kamar masing masing dan langsung menutup pintu kamar mereka. Aku pun memaklumi keadaan itu berhubung hari sudah larut malam. Akupun melanjutkan tidurku dengan lebih tenang karena dua orang yang menemaniku malam ini. Meskipun masing masing tidur di kamar masing masing.
Pukul 08.00 aku berniat mencari makanan di luar untuk sarapan pagi. Saat kubuka pintu rumah kulihat di luar ada sebuah angkot berwarna hijau bernomor B27 baru tiba dan parkir tepat di depan rumah. Pintu mobil terbuka dan kulihat Kak Dedi keluar dari bagian depan dan sejurus kemudian dari bagian belakang Kak Edi juga keluar. Ada banyak barang di dalam angkot, sepertinya perlengkapan kos dan buku buku kuliah.
“Hai, Di Assalamualaikum” sapa Kak Edi. “Maaf ya kami baru jadi pindah hari ini, ada kegiatan konfrerensi ormawa di kampus, molor waktunya sampai malam, maklumlah mahasiswa kan kalau diskusi agak panjang” ujar Kak Edi yang merupakan seorang aktivis di kampus. “waalaikumussalam jawabku” seraya terbengong mendengar kak Edi berbicara dan melihat Kak Dedi yang sibuk membawa barang barang bawaannya ke dalam kamar.
“Lalu siapakah gerangan yang tadi malam datang?’ ujarku dalam hati. Aku yakin seyakinnya bahwa aku tidaklah sedang bermimpi tadi malam ketika mereka berdua datang.
“Hei bantuin dong, kok malah bengong aja” kata Kak Dedi . “Iya , ya kak” jawabku sedikit salah tingkah.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Hantu di Kosan Baru
Sorry, comment are closed for this post.