KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Healing

    Healing

    BY 12 Apr 2025 Dilihat: 141 kali
    Healing_alineaku

    One small conversation leads to another. Sekitar dua tahun ini saya belajar bahwa proses untuk ‘menerima’ kondisi itu kadang makan waktu yang ngga sebentar. Soal apa nih? Soal yang pasti ada jawabannya. Haha, maaf ya, kalau udah mau menulis yang serius biasanya tingkat ‘kerecehan’ saya bertambah.

    Sekitar awal tahun 2022, saya punya kesempatan diskusi alias ngobrol panjang dengan seseorang yang punya pengalaman banyak sebagai seorang konselor. Beliau banyak cerita bahwa hampir semua klien yang datang kebingungan dengan sebenarnya persoalan inti apa sih yang sedang dihadapi. Dan kalau mereka sendiri ngga bisa nerima kondisi yang seperti itu, maka kebanyakan akan menyalahkan diri sendiri, depresi, dan banyak ending yang kurang enak. Entah itu berhubungan dengan diri mereka sendiri ataupun dengan pasangan dan keluarganya. Satu hal, bahwa kadang kondisi denial yang biasa kita alami itu bikin kita menolak segala kemungkinan penyelesaian persoalan. Sebab kita dalam state yang ‘tidak menerima’ apapun, termasuk diri kita sendiri yang sedang merasakan emosi apapun itu. Namanya aja denial artinya menolak atau menyangkal, ya bagaimana mau ‘menerima’?

    Kenapa memangnya dengan ‘menerima’ itu? Memangnya nggak boleh ya semua hal ditolak aja mentah-mentah biar kabur, terus ‘beres’. Hm, kondisi ‘beres’ itu apa sih sebenarnya? Hilang untuk sesaat, tapi beberapa waktu kemudian balik lagi dengan tensi yang lebih nyakitin? Atau gimana yang ‘beres’ itu tanpa penyelesaian? Ibarat nonton film, lagi seru-serunya eh mati listrik. Orang koleris macam saya, bakal setidaknya bereaksi dulu ya kan, haha, baru abis itu ingetin diri sendiri “sabar yok sabar.”

    Manusia itu tiap waktu mesti ada aja yang mau diperbaiki atau melangkah lebih jauh. Itu namanya manusia yang ‘hidup’, dia punya ekspektasi, punya mimpi, mau berjalan dan berlari lebih lagi. Tapi seringnya begitu jalan sudah separuh jarak, di pertengahan ketemu batu kerikil yang banyak atau halang rintang yang tinggi. Terima dulu deh, oh ada batu sandungan nih, yah namanya hidup, yok bisa yok dilewatin. Terima dulu, lalu mikir bagaimana melewatinya dengan cara yang lebih efektif. Itu kerikil mau disapu? Atau dipungutin satu-satu? Atau dilewati aja tapi resikonya sepatu yang kita pakai rusak-rusak? Atau berhenti terus pindah ke jalur lain?

    Mereka yang otak dan emosinya bisa berfungsi baik, tentu bisa tuh tarik napas dalam, jalan di tempat dulu sambil atur strategi lalu menemukan jalan keluar dan lari kencang deh akhirnya. Tapi bagi yang lagi sedikit disfungsional mungkin perlu lebih banyak waktu untuk lebih dulu menyembuhkan dirinya sendiri sebelum melangkah lebih jauh. Yang seperti ini nggak sedikit juga. Luka yang dirasakan seseorang itu memang nggak bisa dicari obatnya pada diri orang lain, dia perlu waktu dan kemampuan untuk mengobati dirinya sendiri. Pasti ada satu dua hal yang perlu diubah, supaya kondis jadi lebih baik dan lebih sehat.

    Yang banyak lukanya, begitu lihat sandungan itu, bisa jadi mikir aku nih emang penuh kesalahan ya, sampe diuji terus kayak gini, tuh lihat banyak banget cobaannya, bisa apa ngga lewatinnya, aku nyerah aja kali di sini. Terlarut dalam pikiran tak berujung, tapi ujung-ujungnya sakit juga kan.

    Yang trust issues bakalan terus overthinking dan menolak untuk melangkah maju karena merasa sudah pernah mengalami yang sakit-sakit, ngga mau sakit lagi untuk ke sekian kalinya. Memilih mundur teratur atau cut off sekalian. Hm, ini banyak juga sih jadi jalan keluar sementara. Saya sering juga gitu, haha.

    Yang masochist bisa jadi bakal terabas aja tuh semua bebatuan mulai dari yang kecil-kecil sampai yang segede batu kali, biar tuh kaki berdarah-darah sampe pengkor juga lewat aja nggak peduli nyut-nyut di dalam hatinya, fisiknya sakit hatinya lebih sakit lagi. Ups, kok jadi sadis?

    Kayaknya nih, sebelum bisa bersikap ‘menerima’ dan move on, kita mesti belajar untuk bisa menyembuhkan diri sendiri dulu deh. Bahasa healing itu menurut saya sih ngga sepele loh, jika ada orang yang nyebut-nyebut ‘butuh healing’ dan sejenisnya maka bisa jadi memang dia lagi butuh orang lain. Untuk dengerin cerita panjangnya, untuk bantu menemukan sebenarnya persoalan terpentingnya itu yang mana, untuk kasih semangat, untuk bilang bahwa ngga ada yang salah dengan dirinya yang lagi ada persoalan hidup. Atau momen healing yang sering terjadi adalah menghilang sesaat dari peredaran untuk tidur seharian di kamar. 

    Kayaknya bagi setiap orang memang nggak sama cara menyembuhkan lukanya ya. Waktu saya ngobrol panjang dulu itu, beberapa orang (termasuk ibu konselor yang ngobrol ama saya) menyarankan hal yang sama: kamu perlu lebih sibuk lagi dari ini. Hahaha, saya nyembur ketawa otomatis waktu dengar itu. Tapi langsung mengiyakan sih, karena kayaknya salah satu sarana healing bagi saya itu selain tidur dan baca adalah makin sibuk ke sana kemari. Tentu nggak sama dong kita ya kan, jadi kita memang perlu banyak mengenali diri supaya jadi tahu apa sih cara untuk kita bisa cooling down lalu lanjut produktif lagi. Bahasa itu lebih enak deh daripada nyebut meditasi, cari wangsit, atau sebutan lainnya karena maknanya buat saya deep aja sih. Itu kan proses seseorang menyembuhkan dirinya sendiri, menata kembali pikiran dan emosinya, juga menyusun langkah besok akan ke mana arahnya. That’s deep. Itu ‘pendinginan’ versi saya. Soalnya saya keturunan naga yang suka nyembur api, panas hawanya kalau emosi.

    Apakah terus dengan kemandirian penyembuhan ini persoalan cepat selesai? Hehe, belum tentu, tapi kita berdoa ya. Mau kamu perempuan atau lelaki, hidup sendirian itu menurut saya nonsense, kita butuh orang lain. Kalau Allah kasih rezeki dan jodoh, maka kalimat saya berikutnya adalah kita butuh pasangan untuk melengkapi. Nah kalau belum rezekinya atau belum tersambung jodohnya? Ya proses untuk ke sana ada di bab lain dalam kehidupan kita. Apapun yang kita udah alami atau sedang alami, itu pelajaran buat kita yang ngga bisa deh kita buang jadi memori sampah, semua itu berharga banget. Kita tidak akan jadi sekuat dan sekeren saat ini kecuali karena kita sudah melewati banyak banget proses tempaan itu. Setiap orang punya cerita istimewa yang berbeda. Bagi yang nggak mau punya jodoh? Hehe, siapa tahu ada ya kan, semoga rasa takut dan trauma serta alasan apapun yang kamu miliki saat ini suatu saat nanti bisa kamu temukan keputusan terbaiknya. Apapun itu. Saya ngga mau menilai apapun, soalnya itu diri saya yang dulu. 

    Kembali ke soal healing ini, saya nulis begini karena baru sadar lucunya proses healing versi saya. Bagi saya sih lucu, karena rupanya benar sekali bahwa salah satu hal yang bisa bikin saya lebih bisa menyelesaikan persoalan adalah punya fokus kesibukan yang lebih dari sebelumnya. Lebih banyak waktu untuk berpikir, mengatur strategi, mencoba hal baru, melakukan pekerjaan, sampai akhirnya setelah lewat dari 3 tahun ikut pelatihannya saya mulai lagi metode narrative writing therapy ini. Memaksa diri menulis tiap hari. Bukan di diary macam anak sekolah dulu, tapi menulis blog lagi. Soalnya jalan-jalan aja ternyata nggak bikin otak saya kerja, kurang jauh dan kurang banyak kali jalannya sih, ya.

    Baiklah saudara-saudara sebangsa dan sedunia maya. Lanjutkan healing Anda! Apapun itu, yang bikin kamu lebih senang dari biasanya, lebih merasa oke dari sudut manapun kamera foto memotret Anda. 

     

     

    Kreator : Dixie Maia

    Bagikan ke

    Comment Closed: Healing

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021