KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Hidup Itu Tragedi, Hadapilah!

    Hidup Itu Tragedi, Hadapilah!

    BY 08 Okt 2024 Dilihat: 156 kali
    Hidup Itu Tragedi, Hadapilah!_alineaku

    Manusia mempunyai dua sisi mata uang dalam hidupnya. Nasib malang dan nasib baik.

    Tapi di tengah tengahnya ada  akal yang membuat manusia punya pertimbangan dalam mengisi ruang dan waktu dalam hidupnya.

    Tragedi dan bencana, gelak tawa canda ria

    Semua meruang dan mewaktu, maka hadapilah !

    HIDUP INI TRAGEDI, HADAPILAH !

    Tiba-tiba, tubuh Amir Hamzah terkulai lemas. Ia dilarikan ke ICU rumah sakit terdekat. Seminggu kemudian, ia sudah dipindahkan ke ruangan. Tiga hari  kemudian,  ia diizinkan pulang. Untuk sementara waktu, ia tinggal di rumah adiknya karena selama ini ia tinggal  bersama anaknya.

    Dua hari di rumah, dunia terasa gelap saja. Tidak hanya   masa depan yg tinggal secuil di tengah tubuhnya yang kian ringkih, tapi memikirkan nasib anaknya yang hampir menyelesaikan kuliahnya.

    Baru tadi malam pikirannya melayang-layang. Ia masih bisa mengingat sebelum ia tumbang di ICU, anaknya minta tambahan uang untuk biaya kuliahnya. 

    Selama ini, istrinya, atau tepatnya mantan istrinya yang mencukupi kebutuhan pendidikan anaknya sebelum mereka akhirnya memutuskan untuk hidup masing-masing. Ia hanya menambahi kekurangan biaya kos-nya. Dan, baru tiga bulan lalu mantan istrinya meninggal. Sebelum ia jatuh sakit, pikirannya  kalut.

    Bayangannya melayang pada dua belas tahun silam. Ia diberhentikan menjadi Pegawai Negeri Sipil karena ia berselingkuh dengan rekan kerja, sehingga ia dilaporkan oleh suami dari istri yang ia ajak selingkuh itu. Sejak saat itu, kehidupannya benar-benar suram, sesuram langit yg siap ditinggalkan matahari yang tenggelam.

    Saat itu, ia dipusingkan dengan bayangan gelap masa depan. Segera terbayang waktu itu beban berat yang makin menindihnya karena sebelumnya istrinya berulang kali minta rumah tangga mereka segera mereka akhiri dan jalan sendiri sendiri. 

    Ini sekedar resiko yang mungkin lepas dari pemikirannya waktu itu. Mau bagaimana lagi, Hamzah sadar karakter laki-laki mestinya memegang komitmen hidup bersama dalam perkawinan, tapi malah ia ingkari.

             Saat itu, ia seperti diusik bahwa ada mimpi yang  belum mereka penuhi. Mereka berdua saling mengikat komitmen ingin membentuk keluarga yang bahagia. Perkawinan yang menghasilkan anak-anak yang berbakti kepada Sang Pencipta dan orang tua.

             Impian itu menjauh sudah. Mimpi mereka berdua  hanyalah angan yang tinggal di masa lalu mereka.

    Memang saat itu, istrinya mulai mencium gelagat suaminya bukanlah seperti yang biasa ia temukan dulu. 

              Dua kali ia tertangkap basah menerima telepon wanita asing dan istrinya gagal diyakinkan Hamzah bahwa wanita itu seperti di kehidupan istrinya yang  sering digoda pria tapi hanya lewat saja. Setiap orang bisa tergoda. Tapi, ketika godaan itu datang, jangan mencoba berdialog dengan godaan. Hanya satu terapinya, singkirkan. Itulah perbedaan Hamzah dan istrinya.

    Rumah tangganya memang tidak terselamatkan lagi adalah konsekuensi dari wanita baik-baik yang tersakiti. Dan, pukulan kehidupan semakin telak menimpanya. Pekerjaan yang jadi sandaran yang memastikan bahwa di masa depan ia masih boleh memiliki Impian juga melayang. Hamzah juga tak dapat melihat cahaya terang pada masa depan anaknya.

                Padahal jauh sebelum ini, mereka berdua pernah punya cita-cita menaruh anaknya pada bintang tertinggi. Mereka ingin punya kebanggaan seperti orang tua lainnya. Mereka ingin anaknya bisa membanggakan mereka. Mereka dapat banyak cerita yg terus ia kisahkan kepada banyak orang betapa anak mereka punya kelebihan. Ia ingat betapa bangganya ia ketika anak sulungnya tampil di Balai Kota. 

                Tapi, Amir Hamzah mulai kehilangan harapan saat itu. Mereka sepakat untuk berpisah. Mereka belum berdiskusi bagaimana anak mereka akan dibesarkan. 

                Selepas dipecat sebagai ASN, ia mencoba ke banyak tempat untuk bekerja. Pernah jadi kenek di suatu bengkel. Pernah bekerja di toko spare part sepeda motor. 

    Akhirnya, ia terdampar sebagai juru parkir di sebuah warung lesehan. 

                Menjadi juru parkir sungguh bukan pekerjaan ideal. 

    Penghasilannya tidak pasti. Kadang dapatnya delapan puluh ribu, kadang lebih, kadang  kurang, Itu saja harus dibagi dua. 

    Ia kos murah dan hanya satu kamar kecil, empat ratus ribu sebulan. 

             Dengan kondisi seperti itu, walau saat berpisah, mereka sepakat membesarkan anak-anak mereka bersama, tapi praktis istrinya lah yang menanggung penuh karena istrinya masih punya penghasilan tetap. 

             Hidup bukanlah kaset di jaman dulu yang bisa diputar berulang-ulang. Dalam hidup memang banyak yang takkan kembali. 

             Sekembalinya dari rumah sakit, ia memastikan segalanya akan berubah sangat drastis, bahkan sisa mimpinya sebagai manusia kini telah musnah. Ia serasa tergelincir di tebing yg sangat curam, bahkan untuk kembali ke titik berangkat awal saja sudah terlambat.

    Itu masa gelap ketika badai menghantam kehidupannya. Kehilangan istri dan kehilangan pekerjaan. 

    Dua belas tahun terus berjalan. Kini, anaknya sudah di penghujung studinya di Perguruan Tinggi. 

    Ia menyesal ia tidak bisa berbuat banyak lagi.  Walau   ia bersyukur, masih boleh melihat harapan pada anaknya.

    Kini semua jadi gelap. Dua bulan lalu, mantan istrinya berpulang. Seminggu yg lalu, sebelum tubuhnya tumbang, ia masih memikirkan anaknya. 

              Sekarang, jangankan berpikir untuk anaknya, bahkan untuk dirinya sendiri ia tidak bisa. 

    “Pa, Papa ndak usah mikir terlalu dalam. Yang penting Papa stabil dulu. Itu pesan Dokter. Kasian Bulik kalau Papa sedih terus.” Hibur anaknya setiap kali hendak berangkat kuliah. 

    Hamzah merasa dunia buat dia sebetulnya sudah berakhir. Hidupnya hanyalah bagaimana agar ia masih bisa dianggap makhluk saja. Ia sadar, hidup manusia tidak sekedar rangsangan-rangsangan sebagai makhluk biologi. Bukan juga sekedar makan hanya untuk memperpanjang fungsi-fungsi biologi. 

    Manusia adalah makhluk psikologi juga yang membuat dia punya harapan, mimpi, dan kehendak. Kini, Tuhan sudah mengambil semua potensi-potensi itu. Hamzah tentu mengalami depresi. 

    Dan, Hamzah jadi punya semacam rasa kesepian eksistensial. Setiap orang akan mengalami masa seperti ini, tapi mengapa dalam dirinya ia merasa masa itu datang lebih cepat.  Semata hidupnya hanyalah mengisi waktu kosong.

    Inilah senja kala dalam hidupnya. Hamzah hampir tak dapat melihat secercah harapan. Ia sangat menyadari betapa sudah tidak ada harapan. Tapi mengapa, jiwanya serapuh ini. Apakah orang-orang jompo yang tinggal menunggu ajal di panti lansia punya rasa kesepian yang hampir mirip? Hamzah yakin pikiran-pikiran negatif itu  muncul karena ia belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

    Siang ini, ia kedatangan sorang sahabat yang punya makna spesial  dalam hidupnya.  Kepadanya, ia menyematkan predikat the man in every crisis. Ia datang saat dia membutuhkan pertolongan.

            Tapi kedatangannya  siang ini  sangat membuat hidupnya makin suram. Suram sekali. Ia berharap ia tak menjumpainya siang ini. Dan, ia tersadar tidak ada siang segulita hari ini. 

    Sebaliknya, sang sahabat sangat prihatin dengan keadaan Amir Hamzah saat ini. 

    “Mar, aku invalid sekarang,”

    Orang yang dipanggil Hamzah dengan sebutan Mar itu diam saja. 

    Hamzah mencoba menebak isi pikiran sahabatnya. Ia merasa dijatuhkan dalam kedalaman jurang tak bertepi. Ia masih mengingat sebelumnya saat masuk ICU, ia berjanji hari Rabu ia akan mengembalikan pinjamannya. Ini sudah lewat dua  puluh tiga hari dan Hamzah tidak memegang uang sama sekali, bahkan ia pesimis ia bisa mengembalikan uang Maryono, sahabatnya.

    Ia hanya mengeluh dalam hati. Ia hanya berseru kepada Tuhannya, “Tuhan, maafkan karena aku begitu sembrono dengan apa yang Kau percayakan padaku. Bahkan hanya untuk mengurus diri sendiri saja tidak sanggup,’’ ucapnya dalam keputusasaan.

    Hamzah yakin Ini bukan takdir. Ini adalah kesewenang-wenangannya sebagai manusia selama ini. Manusia merasa punya hak prerogatif atas hidupnya, sehingga ia boleh mengambil apa saja otonomi yang ada padanya. Asal terpenuhi kenikmatan makanan. Masukkan saja semua makanan ke dalam mulut. Padahal, kenikmatan itu hanyalah pada ujung lidah yang berakhir pada pangkal lidah sebelum masuk ke lambung. Padahal, Tuhan sudah melengkapi tubuhku dengan fungsi-fungsinya. Bahwa ada batas yang tak boleh dilewati manusia. Ketika batas toleransi tubuh terlewati, yang ada adalah malapetaka  yang harus dihadapi Hamzah saat ini.

    Manusia, sebetulnya, oleh Tuhan tidak hanya diberi fungsi – fungsi tubuh untuk terus hidup, tapi juga diberi akal sehat. 

           Jadi, manusia diberi otonomi sehingga punya kehendak bebas. Tapi, otonomi yang diberikan Tuhan kepada manusia bukannya tanpa batas. Sehingga, manusia dengan enteng menyebut setiap kemalangan sebagai takdir. Sudah lama Tuhan jadi kambing hitam.

    Tapi semua sudah terlalu jauh. Mengulanginya adalah sekedar ungkapan  kekecewaan tiada batas.

    Kerongkongan Hamzah yang kering coba ia basuh  dengan air putih di dekat meja sampingnya yang tinggal separuh.

            Maryono membantu mendorong gelas ke arah Hamzah.

    “Mar, maafkan a…” 

            “Sudahlah, Hamzah. Aku tahu apa yang kamu pikir.” Maryono seperti mampu menebak isi pikiran Hamzah. 

            “Sudah gini saja, sekarang hal penting yang kamu lakukan bukan berpikir bagaimana kamu menyelesaikan tanggung jawabmu,” Maryono menelan ludah. Ia tatap wajah sahabatnya.  

    “Jangan pernah kecewa dengan hidupmu, karena tak akan membantu sedikitpun keadaanmu. Jangan pernah putus harapan.” Maryono mencoba menguatkan Hamzah dari sedikit harapan yang Hamzah punya.

    “Aku sudah habis, Mar.” kata Hamzah sedih.

    Maryono yakin, ia tidak punya lagi kata-kata penghibur yang dapat mendongkrak moral Hamzah.

    “Manusia masih punya tanggung jawab pada tubuhnya. Itu yang harus ia pertanggungjawabkan pada penciptanya.” ucap Maryono. 

    “Tuhan ndak pernah minta sesuatu yang kamu ndak punya. Kalau kamu cuma punya tubuh rentan ini, persembahkan itu pada-Nya. Jangan pernah bilang habis, karena kamu tak seujung rambut pun berhak atas hidupmu.”

    Maryono sadar ia tak memiliki kata kata magis yang dapat mengubah Hamzah. Hamzah sendiri lah yang harus mengubah. 

               Ia tersenyum kepada sahabatnya. Seakan ia memberi waktu untuk mencerna kata-katanya, tapi ia yakin sahabatnya itu  sudah melupakan ucapannya. Tapi, bagi Maryono, Hamzah sendiri yang harus melepas lingkaran ketidak berdayaan dalam dirinya. 

               Kemudian, Maryono berkata lirih. Hamzah ini harus aku katakan padamu betapapun menyakitkan.

    “Hidup ini  memang tragedi, hadapilah.” Kata Maryono menutup perjumpaan dengan sahabatnya itu. Hamzah tersenyum, melepas kepergian sahabatnya.

     

     

    Kreator : Goris Prasanto

    Bagikan ke

    Comment Closed: Hidup Itu Tragedi, Hadapilah!

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021