KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Ingin Bertemu Nabi

    Ingin Bertemu Nabi

    BY 04 Okt 2024 Dilihat: 261 kali
    Ingin Bertemu Nabi_alineaku

    Sepulang berjualan cilok di kantin sebuah sekolah Islam di kota Bogor, Hasan duduk santai di teras rumahnya sambil menikmati segarnya jus buah yang dia beli di pinggir jalan.  Tidak ada seorangpun yang menemaninya, karena hidupnya masih sendirian meskipun umurnya sudah seperempat abad. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia sejak dia lulus SMP. 

    Beberapa saat kemudian, Hasan berdiri dari tempat duduknya, lalu masuk ke dalam rumah. Lima menit kemudian, dia keluar lagi dengan memegang celengan plastik ukuran sedang di tangan kanannya, dan sebuah gunting di tangan kirinya. Ditimang-timangnya celengan itu, seakan-akan tengah menaksir jumlah uang yang ada di dalamnya 

    Kali ini Hasan duduk di lantai, tidak duduk di kursi seperti semula. Mungkin tujuannya agar tidak ada yang melihat apa yang sedang dia lakukan. Dengan mengucapkan Bismillah, dia mulai menggunakan gunting untuk membongkar celengan yang sudah dia isi selama satu tahun. 

    Adalah kebiasaan Hasan, setiap bulan Rabiul Awal, tepatnya  menjelang tanggal dua belas di bulan itu dia membuka celengannya. Sejumlah uang yang terkumpul dia gunakan untuk membeli makanan berupa nasi dan  makanan ringan lainnya yang selanjutnya akan dibagikan kepada orang-orang yang sengaja dia undang. Itu dia lakukan sebagai pengobat rasa rindunya kepada Nabi Muhammad SAW. Dia ingin sekali bertemu dengan beliau sekalipun hanya di dalam mimpi.

    Sejumlah uang sepuluh ribuan dan lima ribuan berserakan di depannya. Dengan sangat teliti, uang-uang tersebut dia rapihkan dan disusun seratus ribu-seratus ribu.

    “Satu…, dua…, tiga…., empat…., lima…., enam…., tujuh…., delapan…., sembilam….., sepuluh. Satu…., dua…., tiga…., empat…., lima….., Satu…., dua…., tiga…., empat…., lima…..,”

    Tak terasa mulutnya mengucapkan angka-angka sambil mengelompokan uang itu menjadi tiga kelompok.

    “Satu juta, lima ratus, lima puluh ribu rupiah, alhamdulillah…. Terima kasih, ya Allah !” Ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya, lalu bersujud tanda syukur kepada Allah sang pemberi rizki. Uang itu dimasukkannya ke dalam kantong plastik, lalu disimpan di lemari.

    Esok harinya, Hasan membawa uang tabungan tersebut ke rumah bu Komariah, langganannya memesan nasi kotak.

    “Assalamu alaikum.” Ucap Hasan, setelah berada di depan rumah bu Komariah.

    “Wa’alaikum salam….” Jawab Bu Komariyah dari dalam rumah. “Hasan, ada apa pagi-pagi dah ke sini?”

    “Biasa, Bu. Mau pesan nasi kotak buat besok.” Jawab Hasan.

    “Pagi atau malam ?” Tanya bu Komariah.

    “Pagi aja, Bu. Kebetulan besok kan hari Minggu, biar yang datang lebih banyak.” Jawab Hasan.

    “Buat berapa orang ?”

    “Sekitar 30-40 orang, bu. Tapi, saya cuma punya satu juta lima ratus lima puluh ribu, Bu. Kira-kira cukup ga ?”

    Insya Allah, cukup.” Jawab bu Komariah. 

    “Alhamdulillah…” Ucap Hasan lega. “Ini duitnya, Bu.” Lanjut Hasan, sambil menyodorkan uang hasil tabungannya.

    “Ibu terima, ya.” Kata bu Komariah sambil menerima uang dari Hasan. “Kamu tidak jualan hari ini ?” 

    “Iya, Bu.”

    “Kamu tidak jualan hari ini?” Tanya bu Komariah

    “Libur dulu, Bu.” Jawab Hasan.

    Bu Komariah memandang Hasan yang seperti ingin menyelami isi hatinya. “Hasan, tiap tahun kamu memesan nasi sama Ibu, dan tiap bulan Rabiul Awal lagi. Kalau boleh tahu, untuk apa kamu lakukan ini?” Tanya bu Komariah.

    “Saya ingin bertemu dengan Rasulullah, Bu. Meskipun hanya dalam mimpi.” Jawab Hasan. 

    “Saya sisihkan keuntungan jualan saya, saya simpan dalam celengan. Setiap menjelang tanggal 12 Rabiul Awal saya buka celengan itu, dan hasilnya seperti yang ibu ketahui sekarang.”

    “Apakah selama ini kamu pernah mimpi bertemu dengan Rasulullah?” Tanya bu Komariah.

    Ditanya seperti itu, raut muka Hasan tiba-tiba sedikit berubah. “Belum, Bu.” Jawabnya pelan sambil menggelengkan kepala.

    “Ya sudah, mudah-mudahan Allah pertemukan kamu dengan Rasulullah. Kalaupun tidak di dunia,mudah-mudahan di akhirat kelak kamu bisa bertemu dengan beliau.” Ucap Bu Komariah.

    “Aamiiin. Terima kasih do’anya, Bu. Sekarang saya pamit dulu, mau ngasih tahu orang-orang. Assalamu alaikum.” Hasan berpamitan.

    “Wa’alaikum salam.” Jawab bu Komariah.

    “Ya Allah…., begitu kuat keinginan pemuda itu. Jangan Kau putus harapannya, ya Allah. Dia ingin bertemu dengan Rasul-Mu.” Ucap Bu Komariah dalam hati sambil menatap Hasan, sampai hilang dari pandangan.

    Dari rumah Bu Komariah, Hasan melanjutkan perjalanan mendatangi orang-orang agar besok pagi mereka datang ke rumahnya. Terakhir, dia temui teman-temannya yang tengah ngobrol di pos ronda. Mereka adalah Imam, Slamet, dan Irham.

    “Assalamu alaikum, bro!” Ucap Hasan sambil mengangkat tangan.

    “Wa alaikum salam!” Jawab mereka.

    “Hai, San. Lu ga jualan?” Tanya Imam.

    “Libur dulu, kawaaan.” Jawab Hasan “Oh iya, ntar malam kalian ga usah begadang, ya.” Pintanya.

    “Lah, lah, lah, ada apa pake ngelarang kami segala?” Tanya Slamet dengan suara ngeyel-nya.

    “Besok aku mengundang kalian sarapan pagi. Ntar kalau kalian begadang, bangunnya kesiangan.” Jawab Hasan.

    “Mantaaap!! Ini masih dalam rangka maulid ya, San ?” Tanya Irham.

    “Iya….” Jawab Hasan.

    “Kamu sudah ketemu dengan Nabi Muhammad dalam mimpimu, San ?” Irham bertanya lagi.

    “Belum.” Jawab Hasan sambil menggelengkan kepalanya.

    “Kalau aku jadi Nabi Muhammad, aku ogah ketemu kamu, San.” Celetuk Slamet.

    “Kenapa?” Tanya Hasan.

    “Laah, kamu itu shalat aja jarang-jarang, ikut pengajian cuma seminggu sekali, ngaji Qur’an kurang lancar, shalawatan ogah-ogahan, pula.” Slamet bak menelanjangi Hasan dengan logat Batak-nya.

    “Iya, San. Setahu gua yang mimpi ketemu nabi itu orang-orang shaleh yang jidatnya item-item, karena rajin tahajud, baca Quran-nya bagus, shalawatnya ga kehitung. Lah elu….. !” Irham menguatkan ucapan Selamat sambil tertawa terbahak-bahak, diikuti oleh Selamet.

    “Setidaknya, aku sudah membuktikan bahwa aku mencintai Rasulullah.” Hasan mencoba bertahan.

    “Kami juga cinta Rasulullah, San. Tapi ga gitu-gitu amat.” Kata Slamet.

    “Apakah menurut kalian, apa yang aku lakukan ini, salah?” Tanya Hasan dengan nada jengkel.

    “Tidak salah, San. Tapi, keinginanmu itu terlalu tinggi, tidak sesuai dengan keadaanmu.” Jawab Irham sambil tertawa.

    “Lebih baik tinggi keinginan, daripada tidak punya keinginan sama sekali.” Kali ini Hasan yang menyindir.

    “Maksud lu apa?” Tanya Slamet sambil berdiri, dan berusaha mendorong Hasan. 

    “Lu kira kami tidak punya keinginan? Lu jangan sok tahu, San!” Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk Hasan.

    “Baru bisa ngundang makan aja udah belagu, luh.” Tambah Irham.

    “Siapa yang memulai, aku atau kalian?” Tanya Hasan.

    “Sudah-sudah! Irham, Slamet, duduk! Istighfar kalian semua!” Imam berdiri, berusaha untuk melerai perselisihan tersebut.

    Iman memandang Hasan, lalu mendekatinya. Dipegangnya pundak Hasan lalu berkata,

    “Hasan, kami tidak bermaksud menyinggung perasaan kamu, kami hanya sekedar mengingatkan. Terus terang, secara pribadi aku salut kepadamu. Selama ini kamu sudah berjuang untuk mewujudkan keinginanmu. Maafkan kami kalau apa yang kami katakan itu menyinggung perasaanmu. Insya Allah besok kami akan datang ke rumahmu. Iya kan, kawan-kawan?” Kata Imam sambil memandang kepada dua temannya yang lain.

    “Iya, kami akan datang.” Jawab Irham dan Slamet.

    Di bawah komando Imam, ketiganya saling bersalaman dan saling memaafkan atas kekhilafan masing-masing. Mereka berjanji untuk tidak saling mengusik kebiasaan masing-masing.

    Malam harinya Hasan tidur lebih awal, karena dia mau bangun untuk shalat malam. Hape-nya sudah di setting, agar dia bisa bangun tepat jam 02.30.

    Tepat jam 02.30, Hasan bangun dari tidurnya, membaca doa bangun tidur, berwudhu lalu shalat dua rakaat. Selesai shalat, dia duduk bersila berdzikir dan berdo’a kepada Allah SWT. Setelah beberapa saat, tiba-tiba dia berdiri dengan sigap, seolah-olah hendak menyambut tamu yang datang. Tangannya diangkat seakan-akan sedang mempersilahkan, dari mulutnya terucap kata-kata berbahasa Arab  :

    Ya Nabi…., salam alaika….

    Ya Rasul…., salam alaika….

    Ya habib….., salam alaika….

    Shalawaatullaaah alaikaa….

    Kalimat itu diucapkan berulang-ulang, sampai akhirnya dia duduk, yang tak lama kemudian tertidur dalam kondisi duduk bersimpuh. Ketika adzan subuh berkumandang dia terbangun, dia keluar rumah untuk melaksanakan shalat subuh di masjid dengan berjamaah. 

    Selesai shalat dia mengendarai sepeda motor untuk mengambil nasi boks yang sudah di pesan di rumah bu Komariah.

    “Assalamu alaikum!” Ucap Hasan setelah berada di depan pintu rumah bu Komariah.

    “Wa alaikum salam!” Jawab bu Komariah sambil membuka pintu.

    “Kamu  sendirian, San ?” Tanyanya.

    “Iya, Bu “ Jawab Hasan.

    “Kalau begitu, kamu bawa kuenya saja, ya. Biar nasinya nanti diantar Ayahnya pake mobil.” Pinta Bu Komariah.

    “Siap, Bu.” Jawab Hasan.

    Beberapa saat Hasan mengangkat kue yang sudah terbungkus dalam kotak dan disimpan di motornya.

    “Kalau begitu, saya pergi dulu ya, Bu.” Kata Hasan

    “Iya, hati-hati di jalan.” Pesan bu Koariah.

    “Iya, Bu.” Jawab Hasan.

    Hasan meninggalkan rumah bu Komariah menuju rumahnya. Karena saking gembiranya, dari mulutnya terus mengalir shalawat kepada kekasih hatinya, Muhammad Rasulullah SAW. 

    Semilir angin pagi yang berhembus di sela-sela helm-nya membuatnya mengantuk berat. Akibatnya, di sebuah tikungan dia tidak bisa mengendalikan diri. Motornya menabrak pohon besar, dan dia pun terjatuh, terkulai lemas di tengah-tengah kue yang berserakan. 

    Orang-orang sekitar berdatangan untuk memberikan pertolongan. Namun, mereka hanya bisa mengumpulkan kue-kue yang berserakan. Sementara jiwa Hasan tidak bisa mereka selamatkan. Dia meninggal dalam perjuangan mewujudkan impian dan harapannya bertemu dengan kekasih Allah.

    Tujuh hari setelah kematian Hasan, ketiga temannya baru bisa berkumpul kembali di tempat mangkalnya. Raut wajah mereka tampak dingin satu sama lain. Rasa berdosa dan penyesalan nampak di wajah-wajah mereka.

    “Aku merasa sangat berdosa pada Hasan.” Ucap Slamet.

    “Aku juga.” Kata Irham.

    “Aku menyesal telah mengolok-oloknya.” Kata Slamet

    “Aku malah telah menghinanya.” Ucap Irham.

    “Sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Kejadian yang telah terjadi tidak bisa diputar kembali. Lebih baik kita doakan dia, semoga Allah SWT mengampuni segala dosa dan kesalahannya, dan diberikan kelapangan di dalam kuburnya.” Kata Imam

    “Aamiiin ….” Ucap Selamet dan Irham

    Saat itu tiba-tiba ponsel Imam berdering. Saat dilihat tidak muncul nama penelponnya.

    “Siapa, ya?” Tanyanya, sambil membiarkan terus berdering.

    “Sudah, angkat saja. Siapa tahu pembawa kabar baik.” Ucap Slamet.

    “Halo, Assalamu alaikum.” Ucap Imam

    “Wa alaikum salam. Apakah ini mas Imam?” 

    “Iya, Bu.”

    “Saya Bu Komariah, yang biasa diminta tolong untuk membuat makanan oleh almarhum Hasan.” 

    “Iya, Bu. Ada apa? Apa Hasan masih berhutang sama Ibu?” Tanya Imam

    “Mam…” Irham memberikan isyarat agar ponsel Imam di loudspeaker

    “Tidak… Hasan tidak meninggalkan hutang. Ibu hanya ingin bercerita berkaitan dengan mimpi Ibu kepada kamu dan kawan-kawan.” Jawab bu Komariah.

    Kali ini semuanya mendengar, karena Imam sudah mengikuti saran dari Irham tadi.

    “Ibu mimpi bertemu dengan Hasan?” Tanya Imam

    “Iya.” Jawab bu Komariah.

    “Kapan?”

    “Tadi malam.”

    “Bisakah Ibu ceritakan pada kami?” 

    “Dalam mimpi saya, saya melihat Hasan sangat gembira.” Bu Komariah mulai menceritakan mimpinya.

    “Hasan…. Bagaimana kabarmu, Nak ?” Tanya Bu Komariah dalam mimpinya.

    Alhamdulillah, saya sangat senang sekali, Bu. Terima kasih Ibu, telah banyak membantu saya dalam mewujudkan keinginan saya.” Jawab Hasan

    “Apa yang kamu rasakan, Hasan?”

    “Saya sulit menggambarkan, Bu.”

    “Bisakah kamu ceritakan, apa yang membuat kamu merasa sangat senang?”

    “Bu, sebagaimana Ibu ketahui, bahwa saya sangat mencintai Rasulullah SAW. Setiap tahun saya membuka celengan saya untuk berbagi kepada teman-teman dan tetangga saya, sebagai perwujudan cinta saya kepada Beliau. Ibu juga tahu, kalau saya meninggal dalam perjalanan mewujudkan kecintaan saya.”

    “Iya, kamu meninggal saat membawa makanan yang akan kamu jadikan sebagai jamuan untuk orang-orang yang kamu undang.”

    “Bu, Setelah saya dikuburkan, saya merasa sangat ketakutan. Dalam kepenatan saya menjerit-jerit meminta tolong, tapi tak ada yang mendengarkan suara saya. Saya dengar dari ustadz-ustadz, bahwa setelah tujuh langkah orang-orang yang menguburkan meninggalkan pemakaman, akan segera datang malaikat Munkar dan Nakir untuk melakukan interogasi. 

    Dalam ketakutan yang sangat, saya mencoba membuka kedua mata saya secara perlahan…., Tiba-tiba ….., saya melihat sebuah lorong yang sangat panjang. Lorong itu penuh dengan cahaya. Saya mengira bahwa itu adalah jalan yang akan mengantarkan kedua malaikat ke makam saya.

    Dari lorong itu mata saya menangkap seseorang berjalan menuju kepada saya. Saya tidak sanggup lagi memandangnya, saya kembali memejamkan mata.”

    “Adakah dia mengatakan sesuatu  padamu?”

    “Dia mengatakan kamu akan bersama dengan orang-orang yang kamu cintai.”

    “Subhanallah, Hasan telah mendapatkan kebenaran dari perkataan itu.” Ucap bu Komariah

    “Subhanallah.” Ucap Imam dan kawan-kawannya.

    “Begitulah apa yang Hasan katakan kepada saya, dalam mimpi saya tadi malam. Semoga ini semua bisa menjadi pencerahan bagi kita semua. Assalamu alaikum.” Ucap Bu Komariah menutup pembicaraan.

    “Wa alaikum salam.” Jawab Imam dan kawan-kawan. Dalam hati masing-masing, mereka mengaminkan apa yang diucapkan oleh bu Komariah.

     

     

    Kreator : Baenuri

    Bagikan ke

    Comment Closed: Ingin Bertemu Nabi

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021