…
Engkau patriot, pahlawan bangsa,
Tanpa tanda jasa…
Diakui atau tidak penggalan bait di atas sudah mulai samar-samar terdengar. Namun, bukan berarti makna yang terkandung di dalamnya menjadi luntur. Di bait akhir lagu itulah deskripsi betapa profesi guru sebagai pendidik dianggap sejajar dengan para pahlawan bangsa. Profesi guru tak hanya sekedar mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan jiwa generasi penerus bangsa.
Betapa tidak, setiap nasihat yang mereka ucapkan dan setiap bimbingan yang berikan, terselip cita-cita besar untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Di balik senyapnya perjuangan mereka, tersimpan dedikasi dan pengorbanan yang tak kalah dengan para pahlawan. Mereka memahat masa depan generasi di bawahnya dengan menanamkan nilai-nilai luhur, membangun kesadaran, dan membentuk insan yang kelak menjadi tulang punggung negeri. Begitulah guru, pahlawan yang selalu hadir dalam setiap perjalanan hidup kita.
Meski demikian, masih ada di antara masyarakat yang berasumsi kurang tepat terhadap profesi guru. Status guru dianggap sebagai profesi yang mempunyai peran dan tugas yang ringan jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kegiatan guru yang terlihat oleh sebagian masyarakat hanyalah rutinitas antara rumah dan sekolah.
Sebagian masyarakat masih memandang bahwa profesi seperti dokter, tehnokrat, atau prajurit merupakan status yang lebih jelas peranannya. Bahkan, untuk berperan menjadi profesi seperti di atas, seseorang haruslah melewati suatu proses atau memenuhi syarat tertentu. Sementara itu, sebagian masyarakat memandang bahwa seseorang tidak memerlukan keahlian khusus untuk bisa berperan sebagai guru dalam mengajar peserta didik di sekolah.
Asumsi tersebut mungkin ada benarnya jika hanya melihat dengan sekilas aktivitas guru dalam kesehariannya tersebut. Faktanya, seseorang yang berprofesi sebagai guru dituntut untuk menjalankan tugas dan peranannya secara profesional sesuai dengan UU nomor 14 tahun 2005. Regulasi tersebut mengatur bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi pada kompetensi tertentu yang sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan
Secara khusus, aturan tersebut mengikat guru agar menjalankan tugas dan perannya dalam dunia pendidikan dengan penuh tanggung jawab. Secara umum, aturan ini menegaskan bahwa profesi guru tidak hanya terbatas pada kegiatan mengajar, tetapi juga mencakup peran sebagai fasilitator, mediator, motivator, inspirator, dan evaluator. Semuanya terangkum dalam satu kata, yakni mendidik.
Realitas ini menempatkan guru dalam pusaran perdebatan yang tiada akhir antara pandangan sebagian masyarakat dan aturan yang berlaku. Akibatnya gaji guru kerap kali tidak sebanding dengan beban kerja yang berat serta tuntutan yang terus meningkat. Kondisi ini berdampak pada rendahnya kesejahteraan guru, yang pada akhirnya menghambat peluang mereka untuk meningkatkan kapasitas diri. Banyak guru yang kemudian terpaksa lebih fokus pada upaya memenuhi kebutuhan hidupnya daripada melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal.
Apresiasi masyarakat terhadap guru semakin menurun seiring meningkatnya ekspektasi terhadap hasil pendidikan. Fokus masyarakat yang lebih pada hasil akademis tanpa menghargai proses membuat posisi guru kian terpinggirkan. Berbagai penyimpangan sosial di kalangan pelajar seperti perundungan, indisipliner, dan perilaku negatif lainnya, sering kali dianggap sepenuhnya sebagai tanggung jawab guru. Hal ini semakin mempertegas posisi guru yang tidak hanya lemah secara ekonomi, tetapi juga lemah dalam strata sosial.
Ironisnya, guru sering kali disalahkan ketika memberikan hukuman kepada peserta didik yang melakukan penyimpangan sosial. Lebih dari itu, guru sering menghadapi tekanan mental karena kekhawatiran akan berurusan dengan orang tua siswa jika mencoba mendisiplinkan mereka. Di sisi lain, guru justru mendapat stigma negatif ketika ada siswa yang berperilaku buruk.
Berita-berita tentang guru yang dipolisikan akibat mendisiplinkan siswa menjadi hal yang kontradiktif dan menyedihkan. Di saat guru berusaha menjalankan tugasnya dalam membentuk karakter siswa, orang tua justru mempersepsikan secara negatif tindakan yang dilakukan oleh guru hingga berujung pada persoalan hukum. Akibatnya, motivasi guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa menjadi terkikis sehingga menurunkan kualitas akhlak generasi yang akan datang.
Fenomena tersebut mencerminkan kesenjangan pemahaman antara upaya mendidik yang dilakukan guru dengan persepsi publik terhadap makna penegakan disiplin siswa. Situasi ini bisa saja mencederai profesi guru, bahkan berpotensi mengaburkan nilai-nilai pendidikan. Maka dari itu, kebutuhan untuk mengedukasi masyarakat tentang makna pendidikan beserta komponen yang ada di dalamnya haruslah dilakukan secara masif dan kontinyu.
Masyarakat harus memahami bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru dengan segala pernak perniknya. Sejatinya, langkah awal pembentukan karakter sebagai bagian dari proses pendidikan seharusnya dimulai dari rumah (orang tua). Guru hanyalah partner dari orang tua dalam proses pendidikan di sekolah yang tugasnya tinggal meneruskan dan memoles apa yang sudah dimulai oleh orang tua. Maka betapa naifnya orang tua yang tidak terima anaknya ditegur oleh guru karena tidak mau sholat, misalnya.
Di samping itu, upaya melindungi guru dalam menjalankan tugasnya perlu diperkuat melalui regulasi yang tepat. Hal ini agar guru terhindar dari rasa takut dalam melakukan proses pendidikan (pembentukan karakter), meskipun harus tetap dalam koridor etika dan hukum. Regulasi yang tepat juga akan membatasi orang tua “mengintervensi” kebijakan guru/sekolah dalam menerapkan aturan kedisiplinan. Karena sejatinya, orang tua yang merelakan anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah tertentu seharusnya menerima aturan yang berlaku di sekolah tersebut.
Dengan demikian, asumsi bahwa peran guru hanya sebatas penceramah di depan kelas harus mulai dieliminasi. Apresiasi dan dukungan masyarakat terhadap guru perlu terus ditingkatkan. Dukungan dan penghargaan masyarakat akan berdampak pada peningkatan kualitas guru, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan mutu pendidikan. Menghargai guru sebagai pahlawan, serta mendukung kesejahteraannya, merupakan investasi penting bagi masa depan bangsa yang lebih baik.
Wallahu a’lam…
Serang-Banten, 25 November 2024
Kreator : Khairul Ismi
Comment Closed: Ironia Teacheria: Pahlawan Yang Tak Dianggap
Sorry, comment are closed for this post.