Malam ini, ragam tanya terus membombardir pikiranku. Jawabannya kutebak sendiri, kusangkal, lalu kujawab lagi. Aku lelah, tapi mataku tak menyerah. Perasaan ini seperti rasa kehilangan. Tapi kenapa harus merasa kehilangan, Dewi? gumamku dalam hati.
Ping!!! Pukul 03.40 WIB gawaiku berbunyi, kubaca saja pesan WhatsApp dari Galih.
“Selamat merindu,
Padaku sendiri….
Wanginya mawar yang ku bawakan kemarin,
masih melekat hingga ke mimpi
Seolah kembali membawa senyum mahal mu.
Dewi, tahukah kau?
Senyummu yang sekali itu, kejam menawanku.”
Membaca ini hatiku kembali bimbang, sudah lama aku merasakan, tapi apa, mengapa, kenapa entahlah aku belum memiliki kepastian. Sesekali kupandangi mawar yang ku letakkan di meja riasku. Ku buka-buka kembali pesan-pesan yang dikirimkan Galih. Apakah Galih memiliki kepribadian ganda? Ataukah yang mengirimkan pesan-pesan itu memang orang yang berbeda?
****
Pagi tadi aku diwisuda. Meskipun hanya berfoto dan makan bersama keluarga, rasanya sangat lelah. Sore ini aku ingin rebahan saja. Tiba-tiba ibu memanggil dan mengetuk pintu kamarku. “Wi, ada tamu” katanya. “Siapa, Bu?” tanyaku penasaran. “Tidak tahu, Wi. ibu juga baru melihatnya. Temui dulu, tapi sebentar saja ya. Pamali gadis yang sudah dilamar menerima tamu laki-laki lain,” jawabnya. Aku pun keluar untuk menemuinya.
“Congrats ya Wi….. bu guru Dewi Raharja S.Pd!”
“Gilang?! Kok kamu…” Aku terperangah dan mematung.
“Aku sudah satu minggu di rumah. Lulus dari Jogja aku diterima beasiswa S2 USA. Semenjak mendengar kamu dan Galih putus, aku sudah berniat, akan menemuimu.” “Lalu kenapa baru malam ini lang?” Tanyaku canggung. “aku baru siap menemuimu Wi” jawabnya menunduk. “Wi” dia mengambil bunga mawar dan cincin kemudian menyerahkannya pada ku, aku terperangah,”Gilang! Apa ini?” “Dewi, 5 tahun lalu aku yang selalu mengirimkan pesan untukmu atas nama Galih, pesan-pesan itu jujur sebagaimana kata hatiku untukmu, sejak pertama kali kita bertemu pandang, hatiku sudah yakin, kamulah orangnya, gadis yang kelak menemaniku sampai hari tua.”
“kamu pengecut Gilang!! Cukup kamu mempermainkan perasaanku! Kemana saja kamu 5 tahun ini? Kenapa kalian berdua mempermainkan perasaan ku? Galih berselingkuh dan menikahi wanita lain karena perempuan itu hamil, hatiku hancur! Bukan karena merasa dikhianati gilang! Tapi aku merasa ditipu! Ditipu kalian berdua! Sedari dulu aku sudah mengira yang mengirimkan pesan-pesan itu kamu bukan Galih, sejak itu aku sadar kamu yang kucintai Gilang! Bukan Galih!
Kamu tahu betapa terpuruknya aku saat Galih mengatakan kamu pergi ke Jogja? sejak itu aku merindukan pesan-pesan itu, ku kira Galih yang kurindukan, namun sayang, ternyata rinduku tersesat salah alamat. Begitu mudah kamu meninggalkan rasa yang membekas. Tanpa memulai kamu mengakhiri pengharapanku dengan meninggalkanku tanpa pesan. Sekarang kamu datang saat aku putus harapan. Kamu datang dan pergi sesukamu, kamu kira aku ini apa? kamu terlambat Gilang!” Tanyaku sambil terisak,
“Aku mencintaimu, Dewi. Tapi Galih, sahabatku, telah lebih dulu menceritakan perasaannya padamu. Dia memintaku untuk menyampaikan pesan-pesannya padamu. Aku bingung, Wi. Aku tak kuasa menolaknya. Lagi pula, aku belum pernah memiliki hubungan dengan siapapun sebelumnya. Aku benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana. Kukira ini belum terlambat, Wi. Jika kamu bersedia, terimalah cincin ini. Pekan depan keluargaku akan datang untuk melamarmu. Sebelum aku pergi lagi ke USA, kita bisa menyiapkan semuanya. Tahun depan, setelah aku lulus, kita akan menikah.” Suaranya bergetar, penuh harap dan keraguan, membuat hatiku semakin patah.
“Rencana apa ini, Lang? Laki-laki macam apa kamu ini?! Tidakkah kamu memastikan perasaanku terlebih dahulu? Agar aku juga yakin aku menunggu orang yang mengharapkan aku? Kau bertindak sesukamu! Aku sudah menerima lamaran orang lain!” suasana pun menjadi hening seketika.
“Orang tuaku memberikan kejutan selepas acara wisuda. Mereka sudah lama memberi pilihan, kalau sampai wisuda aku belum punya calon sendiri, maka mereka yang akan memilihkan,” kataku terbata-bata.
“Beruntung sekali dia, Wi… Semoga dia menjadi jodoh terbaik yang Tuhan anugerahkan untukmu. Aku yang salah. Aku minta maaf, Wi… aku pamit.”
Dan aku tahu, ia pun menitikkan air mata.
Semoga doa dan harapan orang tuaku, bersama jodoh yang mereka pilihkan, akan menjadi benang-benang halus yang mampu menyulam kembali serpihan hatiku yang telah lama retak dan terhempas oleh badai perasaan ini.
Kreator : Uus Hasanah
Comment Closed: Jejak Rindu yang Tersesat
Sorry, comment are closed for this post.