NAK !
Waktu adalah rahasia Allah yang tak bisa kau simpan. Hanya bisa kau gunakan.
Ia berjalan tanpa suara, namun meninggalkan jejak yang abadi dalam hidupmu.
Gunakanlah ia sebaik mungkin.
Untuk belajar, untuk tumbuh, untuk menjadi versi terbaik dirimu yang bermakna.
Jangan sia-siakan pagi dengan kemalasan atau senja dengan penyesalan.
Sebab waktu tak pernah kembali.
Dalam setiap detiknya, Allah menyelipkan kesempatan yang tak selalu datang dua kali.
Tanamlah kebaikan di setiap helanya dan bangunlah impianmu dengan tekun.
Sebab hidupmu adalah kisah indah yang sedang ditulis perlahan oleh tanganmu sendiri.
Simak cerpen ini nak. Belajar lah dari kisah berikut ini.
“Dua Jalan, Satu Waktu”
Di sebuah desa kecil yang tenang, tinggallah dua sahabat karib: Ilham dan Raka. Mereka tumbuh bersama sejak kecil, duduk di bangku sekolah yang sama, bermain di sawah yang sama, dan tertawa dalam hujan yang sama. Namun, satu hal yang membedakan mereka, cara mereka memandang waktu.
Ilham adalah anak yang sejak kecil diajarkan oleh ibunya bahwa waktu adalah amanah. Setiap pagi, ia bangun sebelum subuh, membantu ibunya di dapur, lalu belajar meski kantuk masih menggoda. Ia mencatat mimpi-mimpinya di buku kecil, menuliskan target-targetnya, dan menolak menunda tugas. Ilham sering berkata, “Waktu itu seperti air sungai, Raka. Kalau tidak kau tampung, ia akan terus mengalir dan pergi begitu saja.”
Sebaliknya, Raka lebih santai. Ia percaya bahwa hidup harus dinikmati. “Buat apa terburu-buru, Ham? Masih ada besok,” ujarnya sambil menguap dan menutup bukunya untuk kembali bermain gim. Ia menunda tugas, melewatkan pelajaran, dan percaya keberuntungan akan datang sendiri.
Tahun demi tahun berlalu. Setelah lulus SMA, Ilham mendapat beasiswa ke universitas ternama. Ia belajar keras, bekerja paruh waktu, dan tak pernah berhenti berjuang. Beberapa tahun kemudian, namanya dikenal sebagai seorang pengusaha muda sukses yang mendirikan perusahaan teknologi di ibu kota.
Sementara itu, Raka tetap tinggal di desa. Ia pernah mencoba kuliah, tapi menyerah di tengah jalan. Waktunya habis untuk hal-hal yang tak berarti—mengeluh, menunda, dan menunggu keajaiban yang tak kunjung datang.
Suatu hari, mereka bertemu kembali di desa mereka yang dulu. Ilham datang mengenakan pakaian sederhana, namun rapi dan berwibawa. Raka menyambutnya dengan senyum yang tertahan, ada getir di matanya.
“Aku bangga padamu, Ham,” ucap Raka pelan. “Kau benar soal waktu. Aku pikir aku masih punya banyak… tapi ternyata, ia cepat sekali habis.”
Ilham menatap sahabatnya dengan mata yang lembut. “Raka… waktu memang tak bisa kembali. Tapi selagi kita masih diberi napas, itu artinya belum terlambat.”
Air mata Raka jatuh. Mungkin bukan karena iri, tapi karena menyesal. Ia menyia-nyiakan sesuatu yang paling berharga—waktu yang tak bisa dibeli kembali.
Sejak hari itu, Raka mulai berubah. Memang tak mudah, tapi ia mulai menata hidupnya. Ia belajar lagi, bekerja keras, dan perlahan-lahan bangkit. Karena ia sadar, selama matahari masih terbit, kesempatan masih ada.
Pesan moral:
Waktu adalah karunia yang tak pernah menunggu. Gunakanlah ia sebelum ia pergi, karena penyesalan selalu datang setelah semuanya terlambat.
Kreator : Ummu Aiwa
Comment Closed: JEJAK WAKTU
Sorry, comment are closed for this post.