Sebuah rumah mungil, suatu sudut komplek perumahan menjadi tempat tinggal keluarga sederhana ini. Satu hal yang unik adalah rumah itu memiliki jendela tanpa daun. Hanya ada kaca bening yang membatasi bagian dalam dan bagian luar rumah. Meskipun sederhana, rumah berjendela tanpa daun ini menorehkan kisah keluarga yang penuh cinta kasih.
Rumah itu dihuni oleh pasangan suami istri yang bernama Pak Harto dan Bu Tuty, bersama dua anak mereka Acis dan Icas. Pak Harto bekerja sebagai pendidik atau guru sebuah Sekolah Menengah Kejuruan, sedangkan Bu Tuty sebagai guru Sekolah Menengah Pertama di wilayah tempat tinggal tersebut. Kehidupan yang sederhana sebagai keluarga pendidik, jendela rumah tanpa daun menjadi saksi bisu kebahagiaan mereka.
Setiap hari sinar mentari akan menerobos jendela rumah tanpa daun itu untuk menghangatkan isi rumah. Kesibukan harian dengan tugas mengajar bagi ayah ibu dan tugas belajar bagi kedua anak tersebut. Mereka selalu mengawali kebersamaan di meja makan dekat jendela tanpa daun itu untuk sarapan. Setelahnya, baru bertebaran dengan tugas serta kewajiban masing-masing.
“Jendela rumah tanpa daun ini membuka cakrawala batin kita untuk memandang dunia luas sana. Kalian harus yakin untuk menggapai cita-cita terbaik bahkan tertinggi walau ayah ibu kalian hanya seorang guru,” demikian ujar Pak Harto pada suatu hari.
“Ya, Ayah.” jawab kedua anak yang lugu dan penurut itu dengan serempak.
Bu Tuty hanya tersenyum bahagia, sambil mengusap bahu Si Acis, putri pertama mereka.
“Ibu berharap, kamu menjadi contoh buat adikmu. Kalian selalu saling membantu sampai kapan pun jua.” tegas bu Tuty kembali.
Kebahagiaan keluarga sederhana ini sangat ditentukan oleh kebersamaan mereka. Kebahagiaan tidak selamanya diukur dengan harta kekayaan lahiriah. Mereka meyakini bahwa kekayaan batin lebih menentramkan. Petuah kakek nenek yang juga pernah sebagai pendidik terwarisi kepada mereka. Kebiasaan untuk bisa membantu orang lain terutama dalam menuntaskan pendidikan bagi keluarga yang kurang mampu. Secara bergantian menyekolahkan putri tetangga sampai jenjang Madrasah Aliyah, menyekolahkan anak teman alumni SMA sampai lulus kuliah strata satu, dan menyekolahkan keponakan-keponakan hingga sarjana juga.
Begitulah kekayaan yang mereka miliki, menanamkan investasi pada dunia pendidikan. Tuhan yang membukakan jalan sehingga semua terlampaui dengan sangat baik. Betul adanya berapapun penghasilan yang dimiliki akan selalu habis. Dan menghabiskan untuk dana pendidikan tak akan pernah putus. Akan selalu mengalir rezeki yang tiada disangka-sangka. Insya Allah menjadi amal jariyah yang selalu mengalir pula pahalanya.
Jendela rumah tanpa daun itu menjadi simbol transparansi dan keterbukaan di antara para penghuninya. Tidak ada masalah yang tidak terselesaikan karena saling menghargai perasaan juga tidak ada yang disembunyikan. Bila ada masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga selalu didiskusikan bersama. Kadang ketika berkumpul untuk makan malam di dekat jendela tanpa daun itu, ada yang menyampaikan masalahnya maka di situ pula terjalin diskusi hangat. Diskusi untuk mengurai permasalahan serta mencari solusi terbaik.
Bagi Si Acis ketika duduk dekat jendela tanpa daun itu, sambil menatap langit penuh bintang-bintang, ia akan menuangkan isi hati dan perasaan juga pikirannya dalam kanvas. Kegemarannya melukis menjadi salah satu talenta yang ia miliki. Bakat seninya tumbuh dalam beberapa aspek; gemulai menari, lihai melukis atau menggambar, merdu melantunkan lirik lagu.
“Ibu, aku menjadi juara satu Tilawatil Qur’an.” suatu hari ia mengabarkan via chat WhatsApp-nya.
Kala itu, ia berkompetisi tingkat kecamatan jenjang pelajar. Dia harus maju bersaing di tingkat kota, walaupun belum juara. Namun, kemahiran mengaji menjadi anugerah tersendiri. Begitu pula adiknya yang laki-laki. Walau tak seperti kakaknya yang multi talenta. Adik laki-lakinya juga menjuarai Tilawah Al-Quran kategori putra, juara dua.
Jendela rumah tanpa daun bukan sekadar hiasan rumah. Jendela tersebut merupakan pengingat untuk kembali ke rumah, tak akan tergoda oleh kemewahan dunia luar. Jendela rumah tanpa daun yang kerap terkena angin, cahaya matahari, atau terpaan lainnya tetap kokoh nan bening. Hal ini mengisyaratkan kekuatan dan kekokohan keluarga yang tetap tegar dengan segala godaan serta tantangan. Jendela tanpa daun ini menjadi pelajaran bahwa keterbukaan dan kebersamaan menjadi kunci keutuhan keluarga.
Kreator : Dwi astuti
Comment Closed: Jendela Rumah Tanpa Daun
Sorry, comment are closed for this post.