Hujan sepanjang hari di kota dingin Malang, cukup membuat udara semakin menggigit kulit bahkan mulai merambat masuk ke dalam tulang.
“Ibu, ada uang ?” tanya Bambang hati-hati kepada Sumi.
Meskipun dalam hati menangis mendengar pertanyaan yang lebih bermakna permintaan dari putra bungsunya, Sumi tetap tersenyum.
“Kenapa nak ?” Sumi bertanya balik, mencoba memberikan rasa nyaman kepada putranya.
“Mbak Titin pengen makan jajan” ucap Bambang polos.
Sekali lagi Sumi tersenyum mendengar jawaban Bambang yang ingin menyembunyikan hasratnya.
“Mbak Titin aja kan yang pengen makan jajan ?” tanya Sumi menggoda putranya.
“Saya juga pengen Bu, tapi yang paling pengen mbak Titin” jawab Bambang mengalir tanpa beban.
” Dia yang pengen jajan Bu, saya dan mbak Wiwin sedang belajar, dia yang sibuk tanya jajan apa yang paling enak.” Titin yang kebetulan mendengar percakapan merasa emosi namanya dipakai sebagai alasan.
“Sudahhh, jadi siapa nih yang pengen makan jajan ?” Tanya Sumi sambil tersenyum memandangi anak-anaknya.
“Sayaaaaa….” Titin dan Bambang berteriak bersamaan.
Sementara Wiwin si sulung hanya diam memandangi kedua adiknya penuh maklum.
“Baiklah… sekarang… coba masing-masing cari buku catatan yang sudah tidak dipakai lagi” ucap Sumi tampak mencari akal.
“Buat apa Bu ?” tanya Titin yang mulai penasaran dengan ide ibunya.
“Nanti baru kita lihat sama-sama.” ucap Sumi diiringi senyuman lalu bergegas menuju dapur.
Melihat kedua adiknya begitu heboh mencari buku bekas, Wiwin pun ikut bergabung bersama saudaranya.
Di dapur, Sumi mulai sibuk mengeluarkan sisa tepung kanji yang tinggal 2 sendok makan. Tak terasa air matanya meleleh di pipi ketika tangannya sibuk mengaduk tepung kanji yang perlahan mengental di atas nyala kompor.
“Ibuuu…ibuuuu… Bukunya sudah ada niii….” teriak Bambang dari ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang berkumpulnya keluarga.
“Apa tu Bu ?” Tanya Bambang spontan ketika Sumi meletakkan semangkok lem yang terbuat dari tepung kanji.
“Ini namanya lem kanji. Sekarang lihat dan ikuti ibu yaaa…” jawab Sumi singkat dan mulai sibuk memberi instruksi kepada ketiga buah hatinya.
Satu jam telah berlalu. Tak terasa banyak kantong terbuat dari kertas berhamburan di sekeliling mereka. Di sela canda dan gelak tawa ketiga anaknya yang sedang asyik melipat dan mengelem kertas, Sumi berjuang keras menahan airmata. Bagi orang berduit , tidaklah sulit memberikan jajan permintaan sang anak. Tapi Sumi tidak ingin mengatakan tidak ada uang di hadapan ketiganya.
“Semuanya genap 150 kantong Bu. ” teriakan Titin mengakhiri lamunan Sumi.
“Kalian bertiga bersihkan sampahnya ya, ibu keluar sebentar” Sumi buru-buru beranjak meninggalkan buah hatinya sambil membawa setumpuk kantong kertas yang baru saja mereka buat.
Dengan berlari kecil Wiwin segera mengejar ibunya.
“Masih deras Bu. Ibu mau ke mana ?! Biar Wiwin yang pergi Bu!” si sulung mencoba menghentikan langkah ibunya dengan penuh rasa khawatir saat melihat Sumi mulai membuka payung yang sedikit koyak.
“Kamu jaga saja adik-adikmu Win. Ibu gak lama kok.” Sumi segera menerobos guyuran hujan deras disertai kilat dan petir.
“Maaf Bu, kantong kertas saya masih banyak sekali, saya belum butuh kantong kertas ” ucap Bu Misen pemilik toko kelontong langganan Sumi.
“Kalau saya tukar dengan jajan dan tempe bisa gak bu ?” tanya Sumi lirih di ambang keputusasaan.
“Boleh Bu. Mau jajan apa ?”
“Biskuit Marie sama kacang shanghai” berbinar mata Sumi ketika pemilik toko mengabulkan permintaannya.
“Ibu sudah pulaaàngg ….!!!” berlarian Bambang dan Titin menyambut kedatangan Sumi.
“Ibu dari mana ? Ibu jual kantong kertas ya ? Kapan kita buat kantong kertas lagi ? ” ucap Titin dan si bungsu bergantian.
“Biarkan ibu masuk dulu dek. Nanti ibu kedinginan” tegur Wiwin menghentikan serangan kedua adiknya.
“Tunggu di ruang tamu ya.” sambil tersenyum Sumi menuju ke dapur.
Tak berapa lama kemudian Sumi kembali sambil membawa enam buah contong terbuat dari kertas.
“Masing-masing pegang dua contong.” dengan sabar Sumi membagikan contong kertas buatannya. Sejenak Sumi terdiam tak mampu melanjutkan kalimatnya.
“Tadi ibu jual kantong kertas hasil buatan kita. Ternyata kantong kertas di warung Bu Misen masih banyak. Jadi untuk sementara kita belum bisa buat lagi. Ini ada biskuit dan kacang shanghai. Supaya adil cara baginya pakai hitung. Tiap orang harus dapat jumlah yang sama baik biskuit maupun kacang shanghainya. Contong yang satu untuk isi biskuit, lainnya untuk isi kacang.” sedemikian rupa Sumi mengatur suara dan air matanya, tak ingin menangis di hadapan ketiga buah hatinya.
“Horeeee….. Akhirnya kita makan jajan”
Pedih mendalam Sumi rasakan ketika melihat anak-anaknya begitu antusias berbagi jajan. Seandainya dia mampu memberi lebih, tak akan dia biarkan anak-anak berbagi jajan.
“Ibu… Bagian Wiwin kita bagi dua ya. Ibu juga ikut buat kantong tadi, jadi hasil penjualannya ibu juga harus dapat” ucap Wiwin sambil mendekap ibunya. Sumi balas memeluk erat sambil menciumi putri sulungnya dengan penuh kasih …
Kreator : UC Wind
Comment Closed: Kantong Kertas
Sorry, comment are closed for this post.