Kondisi di rumah terkadang sepi. Karena
putriku yang bungsu hampir 4 bulan di pondok. Hatiku merasa tenang juga karena
di pondok aman dari penggunaan gadget. Mereka lebih banyak waktunya
dipergunakan untuk belajar kehidupan.
Semoga apa yang dilakukan oleh putriku
di sana bisa menjadikan dirinya dewasa. Mengerti dan paham akan kehidupan
sesungguhnya yang diridai Tuhannya.
Harapan orangtua, putriku menjadi insan
yang kuat tauhid dan akhlaknya. Semoga bisa terwujud, salah satu upaya. Tidak
banyak harapan orang tua dari anak-anaknya. Bisa mengenal siapa dirinya, untuk
apa hidup, dan harus bagaimana hidup ini.
Tiba-tiba ada WhatApp dari ustadzah.
Pasti ini kabar dari putriku. Ternyata benar. Putriku mengabarkan bahwa satu
minggu lagi libur.
Aku juga segera merespon, “Siiip kita
bisa kumpul selama 3 hari di rumah!”
Tiga hari menjelang libur putriku
meminta nelpon. Maka aku segera mengangkatnya. Dia bercerita mengenai rencana
pulang.
“Mah aku pulangnya mau naik kereta bersama
teman-teman!” ungkapnya.
Mendengar apa yang dikatakannya, lumayan
kaget. Timbul pertanyaan. Apakah ada kereta dari sana ke Bandung. Karena masih
meraba-raba jadi dibolehkan.
“Mama naik kereta harus daftar
sebelumnya tidak bisa langsung!” ungkap putriku.
“Oh gitu say?” tanyaku agak kaget juga.
“Iyah Mah, nanti daftarnya dikolektif
oleh bu wali!” jelas putriku.
“Mama, aku memberi alternatif solusi
yah!” Ucapnya.
“Baik say!” jawabku.
“Berapa ongkosnya?” Tanyaku.
“Naik kereta 15.000 rupiah!” jawabnya.
“Murah yah say?” ungkapku.
Putriku menjelaskan, bahwa untuk rincian
ongkos mau dihitung dulu sama teman-temannya. Berapa rupiah jatuhnya. Mulai
naik grab dari pondok ke stasiun, ongkos naik kereta, dan grabcar dari stasiun
ke rumah. Pastinya jauh lebih hemat.
Terbersit dalam pikiran. Kekhawatiran
mulai muncul. Terbayang putriku membawa leptop, coper, dan lain-lain. Dari pada
rasa khawatir muncul. Aku berinisiatif untuk
naik grab saja. Biar aman langsung di rumah.
Akhirnya aku minta izin kepada ustadzah
ingin ngobrol dengan putriku. Alhamdulillah diizinkan. Akhirnya menawarkan naik
grab aja.
Putriku sempat bilang, “Mama kenapa sih
khawatir?”
“Mama ingin lebih aman say!” jawabku.
“Ih mama!” Putriku nampak kesal.
“Ajak aja teman yang sejurusan!”
ungkapku.
“Mama yang bayarin terpenting kamu
aman!” jawabku.
“Ok, aku cari teman dulu!” jawabnya.
Satu hari mejelang liburan. Putriku
bilang, “Mama temanku pada tidak jadi ikut naik grab, pengen naik kereta udah
daftar kolektif sama bu wali!”
“Waduuuh, gimana yah, khawatir juga kalau
naik grab sendiri!” ungkapku dalam hati.
Rasa kekhawatiran terus menghantui.
Takut putriku kenapa-kenapa. Lagian dia agak-agak ngambek dan kecewa juga. Sampai
dia mengatakan, “Kapan atuh bisa mandiri kalau ini itu selalu khawatir!”
Deg, dalam hatiku. Seperti kena tamparan,
betul juga apa yang dikatakan putriku. Putriku bilang, “Di sana Ade akan
merasakan gimana-gimananya ketika sendiri dan bersama teman!”
Hatiku semakin merasa bersalah. Ternyata
apa yang diungkapkan putriku benar. Disisi lain aku ingin putriku aman dan
nyaman. Disisi lain kapan dia bisa mandiri dan dewasa. Mendapat pengalaman berharga
naik kereta api.
Akhirnya aku minta maaf, “Maaf De yah,
untuk kedepannya boleh naik kereta!”
“Tahu tah Ade mah kesel!” jawabnya
sambil seperti mau nangis.
“Udah ade cari dulu teman yah,
mudah-mudahan ada yang mau diajak!” Ucapku memberi semangat.
Kalau tidak ada berarti aku yang harus
menjemput. Betul kalau seperti ini kapan tumbuh mandiri dan dewasanya. Duuh aku
telat merespon ide solusi dari putriku, gara-gara khawatir berlebih. Jadi
putriku merasa kecewa.
Aku punya Yang Maha Kuasa tempatku
bersandar. Aku sudah bersalah. Aku segera memohon untuk putriku ada yang
menemani pulang ke rumah yang sejurusan.
Pertolongan dari Yang Maha Kuasa
terjawab. Putriku mengabarkan bahwa, “Teman yang tadinya mau dijemput diizinkan
oleh orangtuanya untuk bareng pulang.”
Alhamdulillah, Yaa Rabb. Terimakasih
Engkau telah mengabulkan doaku dikala hati ini gundah gulana. Semoga ini yang
terbaik atas izin dan kuasa-Mu.
Putriku juga nampak merasa bahagia
karena ada teman pulang. Hal ini kelihatan dari chat di whatAppnya ada gambar emoji
muka bahagia penuh semangat.
Sebaiknya seorang ibu memberi kesempatan
kepada anaknya untuk mencoba. Setelah mencoba pasti akan merasakan apa yang
dialaminya. Bahkan bisa menjadi pengalaman hidup yang baik untuk kedepannya.
Mencoba bisa saja gagal, aman, nyaman,
atau kecewa. Mereka akan merasakan sendiri. Mereka akan bisa mengambil
pelajaran ketika sendiri dan ketika bersama-sama.
Selain itu sebagai ibu harusnya memberi
kepercayaan kepada anak-anaknya. Sehingga mereka bisa sadar betapa penting dan
bahagianya sebuah kepercayaan yang diberikan. Mereka belajar mengelola banyak
hal dari sebuah kepercayaan.
Mudah-mudahan ke depannya aku sebagai
seorang ibu bisa memperlakukan anakku dengan bijak. Tidak hanya perasaan yang
didahulakan tapi rasio harus dikedepankan juga.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan
jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali-Imran ayat
139).
Comment Closed: Kapan Bisa Mandiri?
Sorry, comment are closed for this post.