Penulis : Agus Siswanto (Member KMO Alineaku)
Bukan Karyono kalau tidak membuat ulah yang aneh dalam sebuah acara. Ada saja tingkahnya yang membuat orang tertawa, bahkan tidak jarang membuat orang sebel karena ulahnya. Tapi namanya Karyono, cuek saja. Enggak peduli apa kata orang. Seperti kejadian sore itu.
Kebetulan sore itu Karyono dan Siti tengah menengok salah seorang teman yang sakit. Dia terpaksa mengajak Siti karena tadi pagi enggak sempat ikut rombongan teman kantor.
“Jadi, Pak ke rumah sakit?” tanya Siti.
“Jadi. Ibu dah siap?” Karyono tanya balik.
“Udah.”
“Ya, ayo kita jalan.”
Keduanya kemudian berboncengan dengan sepeda motor Vario kesayangannya. Tidak sampai seperempat jam, mereka sudah tiba di tempat parkir rumah sakit. Seperti biasa, tempat parkir penuh. Maklum jam itu saatnya jam bezuk.
Dengan beriringan mereka masuk ke paviliun rumah sakit.
“Di bangsal apa, Pak dirawatnya?” tanya Siti yang berjalan di belakang Karyono.
“Anyelir,” jawabnya pendek.
Tiba di bangsal Anyelir kamar nomor 4, Karyono terkejut. Di sana ada 5 orang teman kantor yang juga sedang menengok.
“Lho, Pak Karyono.” Salah seorang dari mereka menyapa.
“Iya. Sudah dari tadi?”
“Baru saja,” jawab yang lain, “ayo masuk, Pak.”
Karyono dan Siti pun masuk. Mereka ngobrol sejenak dengan pasien dan penunggunya. Gaya bicara Karyono yang jenaka, mencairkan suasana. Maklum saja para pembezuk yang datang terlebih dahulu adalah guru-guru muda. Sehingga mereka tampak kaku dalam mengobrol.
Setelah cukup lama mengobrol, tibalah saat mereka berpamitan.
“Hm, teman-teman bagaimana kalau Pak Karyono kita minta untuk memimpin doa?” usul salah seorang guru, “sebab kata Pak Ustadz ketika kita menjenguk orang sakit lebih afdol jika kita juga mendoakannya.”
Karyono terdiam mendengar usulan itu. Bukannya apa-apa, untuk urusan ini Karyono tidak begitu fasih. “Udah pimpin yang lain saja,” kelit Karyono.
“Bapak kan paling sepuh. Doa lebih utama jika disampaikan oleh orang yang lebih sepuh,” jawab sang guru muda tidak mau kalah.
Karyono tersenyum kecut.
“Sudah, Pak, ayo pimpin saja,” kata Siti sambil menggamit tangan Karyono.
“Okelah.” Dengan setengah terpaksa Karyono menjawab. “Berdoa, mulai!”
Begitu aba-aba semua diam sambil menadahkan tangan. Namun sampai sekian lama, tidak ada ucapan doa muncul dari mulut Karyono. Hingga akhirnya, “Selesai!” ucap Karyono.
Setelah itu, mereka pun pamit sambil menjabat tangan pasien dan keluarganya.
Sesampai di luar salah seorang guru yang penasaran bertanya pada Karyono. “Pak, kok tadi Bapak tidak membacakan doa, sehingga kami bisa mengamini.”
“Itu saya sengaja. Saya tidak ingin mendikte teman-teman dalam berdoa. Takutnya doa yang saya baca, tidak sesuai dengan yang akan teman-teman sampaikan,” jawab Karyono diplomatis.
“Begitu, ya?”
“Iya.” Karyono menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
1 Komentar Pada Karyono Memimpin Doa
Menulis salah satu hal yang sangat saya ingin lakukan sejak kecil. Dengan menulis membuat pikiran saya relax. Saya ingin sekarang dan di masa tua saya bisa menghasilkan dari menulis sehingga tidak merepotkan anak-anak.