KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Cerpen » Kasih

    Kasih

    BY 07 Des 2021 Dilihat: 65 kali

    Karya Eka Sufatma M. Siajeng

    Alumni KMO Alineaku

    Kisah ini merupakan kisah kedua orang tuaku saat aku masih berumur belasan tahun. Aku anak pertama, memiliki seorang adik laki-laki berumur 10 tahun. Pada saat remajaku, aku menganggap bahwa kehidupan rumah tangga kedua orang tuaku adalah kehidupan yang paling harmonis dan penuh cinta. Tak sekalipun kusaksikan mereka memperdebatkan hal-hal yang tidak perlu. Mereka begitu saling menyayangi dan menghormati. Kami, anak-anaknya jika diibaratkan tanaman tumbuh begitu hijau dan subur. Kami memiliki kedua orang tua yang begitu penyayang. Segala kebutuhan kami selalu sudah tersedia sebelum kami meminta. Aku dan adikku bakan menempuh pendidikan di sekolah bergengsi.

    Kedua orang tuaku tidak termasuk kaya, tapi kami hidup berkecukupan. Papa ku merupakan petinggi yang berpengaruh di salah satu perusahaan asuransi ternama negeri ini. Mamaku sendiri hanyalah seorang Ibu rumah tangga. Namun, Beliau benar-benar mendedikasikan waktu dan hidupnya untuk memastikan suami, anak-anak dan rumahnya terawat dengan baik. Mama selalu memastikan asupan gizi kami tercukupi, pakaian dan juga dandanan kami pantas sebagai masyarakat yang beradab. Pada saat itu kami tidak paham betul apa itu hidup susah.

    Mengenang semua itu, meski hingga kini diusiaku yang menjelang kepala empat masih mengakibatkan bulir-bulir kristal bening luruh dari mataku. Betapa aku meridukan kenangan masa remajaku, bersama keluarga bahagiaku yang utuh. Sekarang … tidak, bukan sekarang. Sebenarnya, telah lama berselang segala kenangan indah itu telah terenggut dariku dan adikku.

    Papaku tersayang, kebanggaanku, panutanku telah melukai dan mecederai kepercayaan kami. Di balik senyum hangatnya yang selalu tersungging dia ternyata menyimpan wanita lain. Tragisnya lagi, wanita itu adalah wanita yang begitu aku kenal dan kagumi. Bagiku wanita itu adalah sahabat walau usia kami terpaut 10 tahun. Selama ini wanita itu mendekatiku ternyata karena memiliki niat untuk menelikung kami.

                “Kemasi barang-barangmu!” Ku dengar gelegar Papa dari kamarnya. Refleks aku menegakkan dudukku di kursi meja belajar yang ada di kamarku. Ada apa batinku? Ini pertama kalinya. Sehingga, aku dan adikku saling pandang saja dengan bingung.

                “Aku tidak mau tau,” suara Papa kembali meninggi “besok kau harus pulang ke rumah kedua orang tuamu!” suara keras Papa berlanjut disela oleh suara tangisan Mama.

                “Kak, Papa sama Mama kenapa?” kutatap mata Adikku yang memancarkan sejuta tanya.

                “Kakak juga tidak tau Dek,” jawabku.

    Hendak ke kamar mereka Kami tidak berani. Maka, kami menunggu tangisan Mama mereda hingga  kami tertidur. Keesokan harinya  cobaan kami muncul. Papa memanggil Aku dan Adikku ke ruang kerjanya.

                “Papa ingin bertanya pada kalian,” Kami berdiri seperti patung sebagai antisipasi dari sikap Papa yang begitu kaku.

                “jika Papa meminta kalian memilih antara Papa atau Mama, siapa yang akan kalian pilih?” tanya Papa lagi. Adikku menagis, sepertinya dia mulai menyadari sesuatu yang tidak beres. Tidak akan ada anak yang mau dengan rela memilih salah satu orang tuanya. Kami menyayangi mereka berdua jadi sangat tidak masuk akal jika Kami diminta untuk memilih.

                “Kami menyayangi Papa dan Mama jadi, tidak mungkin kami bisa memilih salah satu,” jawabku akhirnya.

                “Tapi harus!” tegas Papa

                “Mengapa harus,” tanyaku

                “Papa dan Mama akan segera bercerai,” duar … seperti ada sesuatu yang meledak di sekitarku.

     Tidak … tidak … tidak. Aku pasti salah dengar. Umurku sudah 15 tahun saat itu jadi, sedikit banyak aku sudah tau apa arti perceraian dan bagaimanapun bagusnya perceraian itu menurut orang dewasa, bagi kami anak-anak tetaplah buruk. Banyak hal yang akan berubah dengan hidup kami.

    Pintu ruang kerja Papa terkuak, Mama muncul dibaliknya dengan wajah sepucat hantu dan tubuh lunglai seperti sayur layu.

                “Mas … tolong,” pinta Mama memelas sambil memegangi perutnya yang kian buncit.

                “Tidak! Keputusanku sudah final. Aku begitu mencintai Ratih sehingga semua perasaan yang kumiliki terhadapmu telah menguap.”

                “Mas!” seru Mama lagi

                “Tidak Kasih, tolong pahami Aku. Kau boleh mengambil segalanya, cukup sisakan saja pakaian ku asal kau pergi. Aku rela melepaskan segalanya demi Ratih. Seumur hidupku ini pertama kalinya aku merasakan cinta yang sedahsyat ini.” Lanjut Papa yang tidak memperdulikan keberadaan kami lagi

                “Lalu 16 tahun kebersamaan kita apa mas? Klo bukan cinta. Kebahagiaan kita selama ini apa?” air mata Mama mulai berderai.

                “16 tahun ini bagiku hanya sandiwara. Senyum, tawa, kebahagiaan H A H !!! itu hanya sandiwara.” raung Papa sambil menggebrak meja.

    Begitu sakit tikaman kata-kata Papa. Kata-kata barusan seperti berasal dari alam lain. Mama pingsan. Aku begitu marah, kudatangi Ratih, ku konfrontasi dia. Ingin  rasanya ku cabik-cabik dia menjadi jutaan kepingan yang tidak bakal bisa disusun lagi, tapi tidak berguna, yang ada malah dia ngadu ke Papa dan jadilah aku mendapat tamparan dan pukulan dari Papa. Saat Mama dan adikku membela merekapun mendapatkan jatah yang sama.

    Kami kini lebih sering dikurung oleh Papa di dalam rumah, kelaparan. Papa yang berbahagia dengan cinta dahsyatnya sudah tidak lagi pernah memberi Mama uang belanja hingga sering kali kami kelaparan di dalam rumah yang terkunci. Itu hukuman katanya karena kami tidak mau pergi.

    Begitu luar biasanya cinta dahsyat papa terhadap Ratih hingga hanya dalam hitungan hari telah mampu merubah Papa yang bagai dewa kebaikan menjadi monster menyeramkan bagi kami. Mama menyerah, bertahan bisa mendatangkan kematian bagi kami bertiga dan calon adik yang dikandung Mama.

    Kami pulang ke desa ke rumah Kakek Nenek. Karena dukungan finansial kami tidak ada maka, Aku dan Mama berjualan pakaian dan kosmetik door to door. Dari desa satu ke desa yang lain. Kadang seharian berkeliling kami tidak memperoleh sepeserpun. Sementara Adikku sepulang sekolah menjadi tukang cuci mobil. Sering dia pulang hingga larut. Pucat kedinginan dan tidak mendapat bayaran karena salah membasahi busi motor atau mobil yang Ia cuci.

    Ya Allah roda kehidupan terus berputar, tapi ketika posisi kami di bawah roda itu macet. Sering kudapati Mama menangis diam-diam, ketika kami bertanya Mama tidak menjawab. Rasanya hanya tubuh Mama yang ada di antara Kami. Raganya tidak.

    Kabar berhembus bahwa Papa telah menikahi Ratih. Sepertinya kabar itu membuat Mama kian diam saja. Mama sering lupa meletakkan barang-barang atau lupa mengerjakan sesuatu yang bisanya sangat normal Ia lakukan. 

    Aku berharap dunia Kami membeku selamanya tepat pada saat hidup Kami sedang bahagia. Namun, ini salah. Dunia  kami memang membeku , tapi hanya sesaat. Setelah semuanya mencair kami dilanda tekanan air bah. Kami tergulung, tenggelam, remuk dan babak belur.

                “Ayo Dek,  pulang,” kupaksa diriku meraih tangannya.

                “Kita tidak boleh meninggalkan Mama dan Adik di sini sendirian Kak,” rengek Adikku. Sekuat tenaga kutahan air mataku.

                “Tapi para pelayat sudah pulang semua, sudah hampir gelap Dek,” Ku paksa menarik tangannya.

    Mungkin karena usianya yang masih muda jadi dia belum paham arti kematian. Apa yang akan terjadi pada kami sekarang? Pikirku melayang. Kakek dan Nenek tidak akan mungkin menelantarkan Kami. Mereka adalah penjelmaan malaikat di bumi. Namun, di usia mereka sekarang seharusnya mereka behagia dengan kehidupan anak-anaknya yang sukses tapi malah terbebani oleh kami yang sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Mereka.

    Ah … sembilu ini … bukan, belatikah? Entahlah … entah benda tajam apa yang mengoyak-ngoyakku dari dalam hingga rasa sakitnya tak mampu ku defenisikan. Beginikah rasanya hidup tanpa oksigen? Bahkan menarik napaspun terasa menyakitkan.

    Mama … peri putih Kami. Mahluk yang menyayangi kami tanpa syarat. Sumber kekuatan dan bahagia kami, meninggal semalam pada saat melahirkan adik keduaku yang kini juga menjadi mayat.

    Mamaku sayang

    Kasihku

    Kuharap cahaya surga melingkupinya kini

    Melupakan dunia yang telah mengkhianatinya

    Kasih …

    Takkan pernah ada lagi kini

    Senyum manisnya

    Lembut jemarinya

    Hangat peluknya

    Sirna … sirna … Bersama redupnya kehidupan dari raganya.

    Bagikan ke

    Comment Closed: Kasih

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021