“Ya Allah Maakkk, aku nich kepingin nangis rasanya. Wadduhhhh… Aku kasihan banget sama Bapak Makkk.” Ujar si Acah tergopoh-gopoh menemui emaknya yang sedang cuci piring di dapur.
Mendengar suara Acah yang begitu heboh, emaknya langsung mematikan kran airnya. Tanpa mencuci tangannya yang penuh dengan busa sabun, emaknya langsung balik badan, melihat ke arah Acah yang datang menghampiri.
Penasaran dengan apa yang diucapkan Acah, emaknya langsung menanggapinya dengan serius. Seolah telah terbawa suasana heboh yang dibuat si Acah.
“Ada apa? Bilang yang jelas dong Mbak Acah, memang bapakmu kenapa, kok kamu kepingin nangis? Bilang dong sama Emak. Biar Emak gak menebak-nebak kayak kuis aja.” Pinta Emak sambil membiarkan piring-piring kotor diam menunggunya. Dengan busa sabun masih menempel di tangan dia berjalan mendekat ke arah Acah yang berhenti di dekat kompor.
Melihat emaknya terbawa dengan teka-teki yang dimainkan, si Acah semakin muncul ide untuk membuat emaknya semakin penasaran. Dia berusaha memutar-mutar kalimatnya. Menambah penasaran emaknya semakin lama tak terjawab.
“Emak tahu kan, aku tadi seharian melipat-lipat baju. Punya Bapak semua aku turunkan dari almari. Punya Emak juga baju dua almari aku turunkan semua. Seharian ngurusin baju Bapak dan Emak doang, tiada ngerjain yang lain. Alhamdulillah sekarang sudah selesai. Lega rasanya semua almari sudah rapi, bagus, terlihat indah sekali. Tapi ada satu yang memprihatinkan Makkk. Sedih rasanya. aku kepingin nangis. Apa Emak gak kasihan sama Bapak?” Ucap si Acah membuat emaknya semakin berpikir.
“Yo kasihan, yo sayang, yo hurmat, yo cinta dong. Terus apa hubungannya pertanyaanmu kok mbulet kayak benang ruwet?” sahut emaknya semakin tidak sabar.
Melihat emaknya hampir terbawa emosi si Acah segera mengakhiri permainannya. Dia tak mau emaknya jengkel dan emosi gara-gara dipermainkan. Dengan senyum dia dan meyakinkan, si Acah menjelaskan kepada emaknya.
“Itu lo Makkk, Emak tahu gak Bapak itu celana dalamnya cuma sedikit sekali. Cuma satu tumpukan saja. Itu pun banyak yang sudah molor, Makkk. Sudah banyak yang kendor. Yang masih bagus cuma beberapa biji saja Maakkk. Sedangkan celana dalamnya Emak buuaannyyakk sekali. Celana dalamnya doang ada tiga tumpuk. Bra-nya Emak buuanyakk, kaos dalamnya Emak buuuanyakk juga. Lha Bapak gak punya kaos singlet, Makkk..” kata si Acah kepada emaknya dengan serius dan meyakinkan.
Mendengar penjelasan si Acah tersebut, emaknya diam seribu bahasa. Dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan si Acah. Meskipun dalam hati pula dia membuat kalimat pembelaan.
“Iya sich, memang celana dalamnya Bapak sangat sedikit. Lha memang setiap belanja ke mall Palapa Bapak tidak mau beli celana dalam. Beberapa kali beli dia juga cuma beli satu pack saja. Aku ambilkan yang satu pack isi tiga Bapak gak mau. Dan setiap aku ajak beli aku ambilkan dia gak mau. Yang ini gak nyaman dipakai. Yang itu bahannya Bapak gak suka, dan lain-lain. tapi ya memang benar lah, aku harus beli dengan diam-diam yang kemungkinan dia suka. Aku mau belikan sendirian biar dia tidak tahu. Nanti tahu-tahu sudah sampai di rumah. suka gak suka kan dipakai juga nantinya.” Katanya dalam hati sambil mendengarkan ucapan si Acah yang dengan semangat berapi-api.
“Hehehe…iya betul. Emak sebenarnya tahu dan menyadari juga kalau celana dalamnya Bapak cuma sedikit. Sungguh mulia bapakmu, Nduk. Dia yang cari uang tapi dia sangat sederhana banget dalam berpenampilan dan mengurus dirinya. Dia sudah cukup terima dan puas memakai pakaian yang ada tanpa mau punya banyak stok untuknya. Justru bapakmu mengutamakan kita, yang menjadi tanggung jawabnya untuk diperhatikan dalam penampilan dan berbusana. Itulah salah satu pelajaran dan keteladanan Bapak dalam kesederhanaannya.” Ujar emaknya yang disambut anggukan kepala oleh si Acah tanda mengerti dan memahami.
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: Kasihan Bapak dong, Makkk!
Sorry, comment are closed for this post.