Kuputuskan untuk mengakhiri masa lajangku di usia 31 tahun.Usia yang sudah cukup matang untuk seorang lelaki untuk menata masa depannya. Membangun rumah tangga yang bahagia bersama kekasihku Fitri yang sudah kujalin selama 1 tahun belakangan ini.
“Ku genggam jemarinya , sambil kusematkan cincin emas tanda pengikat untuknya sambil ku utarakan niatku untuk melamarnya….
“Fitri, maukah kau menikah denganku, menemaniku dikala suka dan duka sampai maut memisahkan?”, tanya ku padanya penuh harap. Dengan senyum tipis ia mengangkukan kepala tanda ia menyetujui permintaanku”. Aku pun memeluknya tanda bahagiaku.
***
“Saya terima nikah dan kawinnya Fitri Anastya Binti Bapak Hermawan dengan seperangkat Alat sholat dan uang tunai sebesar 10 juta rupiah dibayar tunai”, dengan lantang ku ucapkan Janji Suci seumur hidup di hadapan kedua orang tua Fitri dan tentunya di hadapan Sang Pencipta. Janji untuk melindunginya baik di dalam suka dan duka.
Akad nikah dan rangkaian resepsi telah usai. Kami sepakat setelah menikah kami akan tinggal di rumah orang tua ku. Pernikahan berjalan 6 bulan, ternyata memang benar pepatah ibadah terindah adalah menikah. Ya kurasakan bahagia seutuhnya menjadi seorang suami. Semua kebutuhan ada yang menyiapkan, aku bahagia memiliki istri seperti Fitri.
***
Menginjak usia pernikahan ke 6 bulan, Fitri mulai berubah. Ia meminta pindah untuk tinggal dirumah orang tua nya dengan alasan mau membantu orang tua nya meneruskan usaha orang tua nya peternakan sapi.
Ia meminta aku untuk mulai belajar mengelola usaha ayahnya, mengingat usia ayahnya sudah senja. Ia meyakini bahwa nantinya usahanya akan diwariskan kepada dirinya karena ia anak pertama. Selama ini usahanya dikelola oleh Adik kedua Fitri yang bernama Awan. Awan pintar dan cekatan dalam mengelola usaha peternakan sapi, oleh karena itu ayahnya mempercayakan usaha ini untuk diambil alih sementara tanggung jawabnya oleh Awan. Tapi Fitri tetep keras kepala menyuruhku untuk belajar pada Awan.
Kami sering cekcok untuk urusan ini, aku belum mengiyakan ajakan Fitri untuk pindah sementara ke rumahnya. Sebagai kepala keluarga aku pun bimbang mengambil keputusan harus bagaimana. Aku pun memutuskan untuk meminta pendapat kedua orang tuaku, siapa tau beliau bisa memberikan solusi yang terbaik.
***
Sore itu ketika Bapak sedang santai di teras kuberanikan bertanya tentang masalah rumah tangga yang sedang ku hadapi.
“Bapak, maaf mengganggu, saya mau berdiskusi tentang sesuatu”, sapa ku pada Bapak yang sedang santai menikmati Singkong rebus dan kopi hitam kesukaannya.
“ada apa Dit,kok kelihatannya serius banget, sini mau cerita apa?, tanya Bapak dengan sabarnya.
“Fitri ingin pindah rumah sementara pak, dia ingin saya membantu usaha keluarganya di peternakan sapi milik bapaknya, padahal saya juga bekerja sejak pagi sampai sore, kira2 bagaimana ya pak?.
‘hmmm, wah berat juga ya permintaan istrimu itu, kamu sebagai kepala rumah tangga harus bisa membuat keputusan yang baik untuk semua nya, jangan mengecewakan istrimu, coba kamu bicarakan dulu baik buruknya seperti apa,tanggung jawab apa yang harus kamu pegang nantinya serta konsekuensi apa yang harus kamu pegang nantinya, usahanya ini ga main – main loh, kamu sanggup ga menjalaninya?”.
“Kamu bicarakan dulu dengan istrimu, coba nanti Bapak juga akan ngobrol dengan Fitri, akan Bapak berikan masukan – masukan..ya semoga bisa diterima Fitri dengan baik.”.
***
Kami sudah membicarakan hal ini dan Fitri tetap keras kepala minta pindah, padahal rencanaku adalah kami akan beli rumah baru agar kami bisa menjadi mandiri sebagai pasangan suami istri yang baru menikah.
Akhirnya dengan berat hati ku iyakan saja permintaan Fitri untuk tinggal di rumah orang tua nya. Kusampaikan niat ku pada kedua orang tua ku, di depan Fitri juga.
“Bapak, saya dan Fitri mulai minggu depan akan pindah ke rumah Fitri, tetapi saya belum bisa memastikan sampai kapan saya dan Fitri akan tinggal disana’.
“bapak dan Ibu kaget mendengar berita ini”.
“kok buru – buru sekali ada apa?”, tanya ibu padaku dan Fitri.
Fitri dengan ketus menjawab “ya kalau mau belajar usaha itu lebih cepat lebih baik bu”.
“bapak dan ibu pun menjelaskan tentang apa itu tanggung jawab serta konsekuensinya tentang keputusan yang sudah kami ambil”, sebagai kepala rumah tangga aku pun bimbang. Memang benar kalau sudah menikah istri harus mengikuti kemanapun suami tinggal, tetapi ini sebaliknya.
Fitri pun merajuk dan ijin kembali ke kamar, di dalam kamar dia pun tetap keras kepala tetap ingin pindah ke rumah orang tua nya, pokoknya mas Bapak Ibu mu setuju atau tidak aku akan tetap pulang ke rumah orang tua ku dan belajar tentang usahanya.
Dengan berat hati aku pun mengiyakan keinginan Fitri.
***
Hari yang ditunggu pun tiba, babak baru dalam kehidupanku. Pagi sampai sore aku bekerja di Pabrik. Istirahat sebentar, menjelang isya aku mulai belajar tentang usaha peternakan sapi ini dari adiknya Fitri, Awan. Belajar mulai dari memerah susu sapi, distribusi, mencari pakan sapi, dsb.
Berat memang hari – hari yang kujalani ini, apalagi beban pekerjaan di pabrik juga yang mengharuskan aku lembur untuk hari – hari tertentu, ya tapi tetap ku lakukan demi membahagiakan istriku.
Hari ini hari Minggu, sudah 2 bulan ini aku belum mengunjungi kedua orang tua ku. Aku mendapat kabar kalau kesehatan Bapak menurun. Kuajak Fitri untuk menjenguk Bapak, tapi alasanya capek. Fitri masih merajuk dengan perkataan orang tua ku tempo hari, sehingga dia menolak untuk menjenguk Bapakku.
Aku pun pulang sendiri ke rumah orang tua ku. Sepanjang jalan aku bimbang memikirkan apakah ini keputusan yang tepat untuk masalah ini?
Sampai dirumah orang tua ku Bapak menanyakan dimana istriku. Aku berbohong saja demi kebaikan bersama “Fitri sedang keluar dengan Ibu nya pak, belanja keperluan rumah tangga, tadi dia titip salam buat bapak dan semoga bapak cepat sembuh”,jawabku singkat.
***
Aku pun mulai terbiasa dengan ritme rutinitasku di rumah Fitri. Sampai saat ini Fitri belum mau diajak untuk bertemu kedua orang tua ku, aku tau ini salah dan harus di cari jalan keluarnya.Kuputuskan untuk membahas masalah ini dengan Fitri.
“sayang, ku sapa lembut dirinya, bapak ibu terus menanyakan dirimu, kenapa kamu kok belum menjenguk Bapak, aku capek kalau terus terusan mencari alasan untuk menutup-tutupinya. Nggak mungkin khan aku bilang kalau kamu marah dengan kedua orang tua ku?, tanpa aku bilang pun Bapak dan Ibu pasti sudah bisa menduga kalau kamu marah pada mereka.
“aku sakit hati mas dengan perkataan Bapak tempo lalu, pokoknya aku ga mau ketemu sama orang tuamu, sudah mas pindah ke sini saja selamanya. Nggak usah pulang ke rumah orang tuamu. Kamu pilih aku atau kedua orang tuamu”, pinta Fitri padaku.
Bagaikan disambar petir perkataan istriku ini, sadar apa tidak dengan apa yang dia katakan. Aku harus memilih antara istri atau orang tua ku?, kamu kesambet setan apa sih sayang, masih tanyaku lembut padanya.
“aku ga kesambet setan apa – apa, aku realistis aja mas, kalo kita bisa meneruskan usaha bapak masa depan kita akan terjamin, kita bisa memiliki peternakan sapi. Sungguh obsesi nya untuk memiliki warisan peternakan sapi ini sungguh besar.
Di tengah pertengkaran kami , ada sebuah kabar mengagetkan ku dari Damar, adikku
Damar 17.20
“Mas, cepet ke Rumah Sakit Kasih”, Bapak Anfal.
Adit 17.21
Bapak kenapa, minggu lalu aku tengok bapak masih baik – baik saja, tanyaku.
Damar 17.22
Aku juga ga tau mas, aku sedang Dinas Luar, Anisa mengabariku kalau Bapak tiba – tiba mendapat serangan. Ywdh mas buruan aku tunggu di rumah sakit sekarang.
Adit 17.23
Ya, aku otw.
Aku pun mengajak Fitri ke rumah sakit, tapi dia masih pada pendiriannya untuk tidak mau bertemu kedua orang tua ku, tanpa pikir panjang aku pun langsung meninggalkan Fitri dan menuju rumah sakit.
***
Suasana di rumah sakit begitu hening, hanya suara mesin detak jantung yang terdengar, menjelang Adzan Maghrib aku tiba di rumah sakit. Pikiranku kalut kemana – mana, takutnya ini waktunya Bapak, sedangkan istriku masih sakit hati dengan perkataan Bapak tempo lalu. Aku masuk ke ruang ICU, bapak begitu lemas, nafasnya satu dua satu dua. Ku tanyakan ke Ibu kenapa kondisi Bapak seperti ini, katanya beliau memikirkan permasalah rumah tanggaku dengan Fitri.
“ku elus lembut wajah Bapakku, dan kusampaikan maaf kepada Bapak karena Fitri masih belum mau bertemu dengan Bapak Ibuku’.
“adit, adit, sini Nak, kata Bapak terbata – bata’. Aku pun mendekat padanya.
“maafkan perkataan Bapak ya, tolong sampaikan pada Fitri, maksud Bapak baik, bapak tidak ada maksud apa – apa, kalau Fitri sakit hati dengan perkataan Bapak, Bapak minta maaf ya”.
ku bantah dengan tegas dan agak sedikit emosi. Bapak nggak salah apa – apa, bapak ga perlu minta maaf apa – apa, Fitri saja yang keras kepala, nanti setelah dari sini akan ku paksa dia untuk minta maaf kepada Bapak. Bapak sampai seperti ini karena memikirkan masalah kami, saya yang justru harus minta maaf kepada Bapak, fitri yang harusnya minta maaf kepada Bapak.
“tiba tiba mesin deteksi jantung mengisyaratkan kalau bapak sudah tiada. Tangisku menjadi – jadi, bahwasanya aku dan Fitri menjadi salah satu penyebab kematian bapak,penyesalanku tiada henti. Aku pun menjadi marah pada sikap Fitri yang tidak mau mengalah pada kedua orang tuaku. Kabar duka pun ku sampaikan pada keluarga Fitri.
Aku pun sibuk mempersiapkan pemakaman Bapak. Kedua orang tua Fitri datang melayat, tapi tidak kulihat Fitri ikut melayat. Sesakit hati itu kah kamu pada Bapakku? Sebenci itukah kamu dengan Bapakku. Kamu sudah berubah sayang, kamu bukan Fitri yang dulu lagi.Obsesi mu pada warisan keluarga telah merubahmu.
Kedua orang tua Fitri meminta maaf padaku dan ibuku, bahwa Fitri belum bisa ikut melayat.
***
Semenjak kematian Bapak, aku belum pulang ke rumah Fitri. Hari ini hari ketujuh pengajian kematian Bapak, Ibu menyuruhku untuk pulang ke rumah istriku dan memberikan beberapa makanan untuk kedua orang tua Fitri serta membujuknya untuk kembali ke rumah orang tuaku. Sejatinya istri itu harus mengikuti kemana suaminya tinggal, bukan sebaliknya. Laki – laki itu kalau sudah menjadi kepala rumah tangga punya tanggung jawab serta punya harga diri untuk dapat membimbing istrinya ke arah yang lebih baik.
“coba di bicarakan lagi dengan istrimu dit, keputusan apapun itu yang terbaik untuk rumah tanggamu, ibu ngikut saja, kata Ibu dengan logat anggunnya”.
***
Sampai dirumah Fitri, ku sampaikan maksud dan tujuan ku tentang masalah rumah tangga ini kepada kedua orang tua Fitri, Bapak Ibu Fitri mendukung apapun keputusanku, karena Fitri sudah menjadi tanggung jawabku sebagai seorang suami.
Tetapi Fitri masih keras kepala bahwa dia tidak mau pindah ke rumah orang tua ku. Kami sama sama dengan keputusan masing – masing. Aku juga harus menjaga perasaan ibuku yang masih berduka atas meninggalnya Bapak, tetapi aku juga tidak mau membuat kecewa istriku.
“ayo sayang, kemasi barang – barangmu ikut aku pulang ke rumah orang tuaku. Aku ini suamimu kamu harus menuruti perkataanku kalau kamu tidak mau jadi istri yang durhaka, ancamku padanya”.
Dia pun dengan nada emosi menjawab “ pokoknya kalau kamu masih memilih orang tau mu jangan harap aku mau kembali ke rumah orang tuamu mas”. Jawabnya sambil meninggalkan ku sendiri di kamar.
Aku pun berpamitan pada orang tua Fitri untuk sementara akan tinggal di rumah orang tua ku dengan tujuan agar bisa menjaga ibuku. Aku sudah mengajak Fitri untuk ikut, tetapi dia menolak.
Kedua orang tua Fitri pun meminta maaf atas sikapnya yang kekanak-kanakan dan egois serta keras kepala. Bapaknya pun sempat mengatakan bahwa ia akan bicara pada Fitri dan akan membujuknya agar mau kembali ke rumah orang tuaku.
***
Hubungan ku dengan Fitri pun menjadi renggang. Komunikasi kami pun terputus. Aku selalu membujuk dan mengirimi pesan melalui Whatsapp agar dia mau pulang ke rmh orang tua ku.
Sore itu rumahku terlihat ramai, ternyata ada tamu kedua orang tua Fitri datang. Alhamdulillah kesabaranku membuahkan hasil, akhirnya Fitri luluh juga mau diajak kembali. Tetapi apa yang aku pikirkan ternyata berbalik , justru kedua orang tua Fitri datang dengan membawa surat akta perceraian, dia menggugat cerai diriku. Bagaikan terkena petir di siang bolong, kenapa Fitri sampai berpikiran untuk memutuskan tali pernikahan ini?
Dengan tenang ku temui kedua orang tua Fitri, dan ku katakan “kalau memang ini keputusan yang Fitri inginkan saya akan berbicara dulu dengan Fitri ya Bapak dan Ibu”. Fitri sulit dihubungi, mediasi pun tidak bisa berjalan dengan baik.
Keputusan sidang pun telah tiba, akhirnya surat akta cerai kuterima. Awalnya ku kira pernikahan ini bisa sampai mau memisahkan tetapi takdir ternyata hanya sesingkat ini.
Kreator : Rh Mawa
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Kebahagian Sesaat
Sorry, comment are closed for this post.