Setahun lebih aku hidup bersama anak-anak tanpa sosok suami. Masa-masa berduka perlahan teralihkan dengan berbagai kegiatan yang sengaja kuciptakan. Seiring waktu, aku mulai bisa berdamai dengan keadaan, memeluk semua kesedihan dengan penerimaan yang indah. Meski sekali dua ingatan akan dirinya tak dapat terhindar, membuat kristal di mataku jatuh berderai, membuat sesak di dada. Namun, sekeras apa pun aku menolak takdir itu, tak akan dapat mengubah semuanya. Pena telah diangkat, takdir telah dituliskan.
Hari berganti, bulan berlalu. Waktu terus melesat meninggalkan segala kenangan. Tanpa pernah memperdulikan hatiku yang membeku. Bagai es terkena cahaya matahari menjelma menjadi tetes air yang jernih. Hatiku yang membeku, tanpa rasa, kini mencair kembali melihat senyum yang merekah di wajah keempat buah hatiku. Melihat pendar mata mereka yang menyiratkan semangat menyongsong masa depan. Aku mulai terbiasa memainkan peranku sebagai ibu sekaligus sebagai sosok Ayah bagi permata-permata hatiku itu.
Namun, siang itu, kelebat kenangan tak dapat terhindarkan membuat luka hatiku kembali terbuka. Kenangan itu muncul ketika aku bersama rekan-rekan guru mendapat undangan menghadiri syukuran salah satu teman guru yang mendapatkan kebahagiaan dengan hadirnya anak ketiga. Semuanya berjalan biasa saja. Dengan mengendarai motor kami bersama, datang ke acara tersebut. Saling lempar canda tawa. Sembari menikmati hidangan makan siang yang terasa begitu nikmat, karena memang perut sudah terasa lapar.
Aku asyik berbincang dengan Rusti dan Hasanah, teman guruku. Pembawa acara memanggil satu per satu tamu undangan untuk maju mempersembahkan lagu kesayangannya. Kami menikmati makanan sekaligus hiburan, lagu, yang disajikan. Lagu-lagu yang dibawakan oleh para hadirin bergantian.
“Terima kasih atas kesempatannya, saya akan mempersembahkan lagu Kehilangan oleh Rhoma Irama.” Ucapnya sambil tersenyum kepada para tamu undangan.
Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga
Sungguh berat aku rasa kehilangan dia
Sungguh berat aku rasa hidup tanpa dia
Tak sengaja, telingaku menangkap syair lagu yang dibawakan oleh tamu undangan itu. Hatiku tiba-tiba terasa tercubit, sakit yang dulu pernah singgah di hatiku, kini tergores kembali. Berbagai kenangan bersama-nya, kembali berkelebat dalam ingatanku. Aku kembali tergugu mendengar syair yang begitu menyayat hatiku. Tanpa kusadari air mataku menetes. Aku tak lagi mampu mendengar suara Rusti yang berbicara kepadaku.
Ku bekap wajahku dengan kedua tanganku. Ku raih jaket dipangkuanku. Aku membenamkan wajahku di balik jaket itu. Lagu itu terus saja mengalun merdu, menambah jelasnya ingatanku akan segala kenangan bersama suamiku. Sungguh lagu itu mewakili setiap lintasan hatiku.
Ku tahu rumus dunia semua harus berpisah
Tetapi kumohon tangguhkan tangguhkanlah
Bukan aku mengingkari apa yang harus terjadi
Tetapi kumohon kuatkan kuatkanlah …
Hingga lagu itu berakhir, aku tetap tak mampu mengangkat wajahku. Semua kenangan itu terasa begitu nyata. Air mata yang telah lama tak mengalir, tanpa mampu kucegah kini kembali menetes. Nafasku terasa sesak.
Rusti yang menyadari keadaanku, mengelus punggung menenangkanku, memberi sentuhan hangat di hatiku. Namun, itu tak mampu membuatku menghentikan air mata yang terus saja berderai membasahi jaket. Pembawa lagu itu pun segera mengakhiri persembahan lagunya saat kemudian menyadari ada yang terbawa kenangan karenanya, yaitu aku. Hingga akhirnya, kami berpamitan. Aku tak sanggup untuk turut pamit dengan tuan rumah. Aku berjalan cepat menuju motorku. Sepanjang jalan air mata tak juga berhenti.
Ku hirup udara, menarik nafas perlahan. Menatap sejenak ke langit. Menghembuskan nafas dengan penuh perasaan. Ingatanku melayang kepada sebuah tulisan yang entah siapa penulisnya. Aku pernah membacanya ketika aku membaca Facebook.
“Kadang Allah mengirimkan seseorang untuk hadir di kehidupan kita, bukan untuk menetap. Tetapi hanya sekedar singgah sejenak untuk mengajarkan tentang arti kehidupan.”
Suamiku telah menunaikan tugasnya. Singgah sejenak di kehidupanku, mengajarkan semuanya. Kini giliranku untuk mengambil alih tugasnya, mengajarkan semua arti kehidupan kepada permata-permata yang telah Allah titipkan kepadaku.
Kreator : Suharni
Comment Closed: Kenangan
Sorry, comment are closed for this post.