KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • betonredofficial.com
  • billybets.ch
  • Bisnis
  • Branding
  • Buku
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • ggbetofficial.de
  • gullybetofficial.com
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Metafisika
  • montecryptoscasinos.com
  • Moralitas
  • Motivasi
  • mrpachocasino.ch
  • Nonfiksi Dokumenter
  • Novel
  • novos-casinos
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • okrogslovenije
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Pablic
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Pin-Up oyunu
  • Pin-UP VCH
  • Pin-Up yukle
  • Politik
  • Post
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Public
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Kenangan Ramadhan Tanpa Gawai

    Kenangan Ramadhan Tanpa Gawai

    BY 15 Des 2025 Dilihat: 37 kali
    Kenangan Ramadhan Tanpa Gawai_alineaku

    Di sebuah kampung yang kini ramai oleh hiruk pikuk kota, tersembunyi kenangan masa kecilku yang syahdu saat Ramadhan. Kala itu, tahun-tahun awal puasa terasa seperti sebuah perayaan besar yang hening, jauh dari kilau gawai atau layar berwarna. Kampung kami masih sepi, diselimuti kegelapan yang sesekali dipecah oleh cahaya lampu pijar dari beberapa rumah yang beruntung sudah dialiri listrik. Salah satunya adalah rumah kami.

    Aku, anak keempat dari enam bersaudara, tumbuh dalam suasana yang hangat sekaligus penuh tuntunan. Rumah kami bukan hanya tempat tinggal, tapi juga semacam mercusuar bagi warga. Ayah dan Ibu, sebagai tokoh agama dan masyarakat, membuat setiap Ramadhan terasa sakral.

    Malam-malam menjelang sahur adalah waktu yang paling riuh. Jauh sebelum jam dinding kayu di ruang tengah berdetak ke waktu sahur, suasana kampung yang sunyi akan dipecah oleh suara-suara berirama. Kami menyebutnya ‘patroli sahur’.

    Banyak anak-anak dan remaja kampung berkumpul, membawa alat-alat musik seadanya. Entah itu kentongan bambu, kaleng bekas yang dipukul, atau alat apa pun yang bisa menghasilkan suara keras. Mereka berjalan berkeliling, menabuh alat-alat itu dengan semangat diiringi teriakan riang, “Sahuuuuuur Sahur!, sahuuuuuuur Sahur!”

    Tujuan mereka tidak lain hanya satu, yaitu membangunkan setiap penghuni rumah agar tidak terlambat menikmati santap sahur. Suara dentuman dan teriakan ini adalah alarm alami di kampung kami, alarm yang selalu dinantikan. Alarm yang tidak ditemukan pada malam-malam bulan lainnya, kecuali di malam bulan Ramadhan.

    Setelah suara patroli berlalu, barulah Ayah, yang jarang tidur nyenyak, menjadi orang pertama yang bersiap membangunkan seisi rumah. Adalah Ibu, yang selalu siap menyajikan menu-menu favorit penggugah selera kami anak-anaknya. Suasana sahur kami selalu meriah namun teratur. Sebagai keluarga besar, meja makan kami dipenuhi oleh enam kepala yang masih setengah terjaga, tapi selalu bersemangat menyantap sajian yang Ibu hidangkan.

    Menu sahur mungkin sederhana, tapi masakan Ibu selalu terasa Istimewa. Harum aroma nasi yang baru matang, sayur lodeh dan  opor ayam atau sekedar dadar telur ayam adalah menu wajib yang dimasak dalam panci besar. Sambil makan, biasanya ayah akan memberikan nasihat singkat tentang makna puasa, yang kami dengarkan dengan mata setengah terpejam. Bagi kami, sahur bukan hanya makan, tapi juga ritual kebersamaan. 

    Setelah memasuki waktu imsak, ditandai dengan adanya suara sirine Kereta Api, kami diingatkan untuk bersama-sama ke Mushola depan rumah untuk melaksanakan sholat Subuh berjama’ah.

    Siang hari selama puasa, suasana kampung sangat tenang. Jauh dari hiruk pikuk motor, hanya sesekali terdengar siulan angin. Hiburan kami hanyalah televisi hitam-putih di rumah. Meskipun hanya beberapa saluran dan gambarnya sering bersemut, TV itu menjadi pusat perhatian. Kami berenam duduk berhimpitan di lantai, menahan haus sambil menunggu waktu beranjak mendekati sore hari.

    Menjelang sore, semangat kami kembali bersemi. Kami berkumpul bersama teman-teman sebaya, bermain petak umpet atau kelereng, atau bermain tali karet di halaman berdebu. Ngabuburit kami adalah membantu Ibu menyiapkan takjil sederhana, kolak pisang atau es sirup orange ABC dan mendengarkan lantunan ayat suci Alqur’an yang jelas terdengar dari Mushola.

    Duk-duk-duk-duk-duk Suara bedug seakan menggetarkan alam dan disusul Adzan Magrib berkumandang. Suara berat dari pengeras suara mushola terasa menenangkan. Semua aktivitas seketika terhenti. Saat yang dinanti-nanti pun tiba. Kami berkumpul di meja makan bersama membatalkan puasa dengan buah kurma, atau  takjil lainnya. Ayah dan Ibu mengajak kami, anak-anaknya, agar bergegas ke Musholla untuk melaksanakan salat Magrib berjemaah. Namun, momen yang paling ditunggu anak-anak kampung setiap kali hadirnya bulan Ramadhan adalah shalat Tarawih.

    Rasanya bahagia sekali. Kegelapan malam diterangi cahaya rembulan dan lampu-lampu pijar yang minim di jalanan setapak. Kami berjalan bersama-sama menuju Mushola. Di sana, kami bertemu dengan kawan-kawan sebaya, saling menyapa dan berbagi cerita puasa hari itu. Tarawih bukan sekadar ibadah sholat saja tapi ia adalah ajang pertemuan sosial yang paling hangat. Yang biasanya jarang bertemu di siang hari akan bertemu di malam hari saat sholat Tarawih Bersama.

    Yang menjadi kebiasaan wajib sehabis Tarawih, sebelum pulang kami anak-anak dikampung dibiasakan ikut Tadarus Al-Qur’an dulu. Kami duduk melingkar, dengan penerangan seadanya, bergantian membaca ayat demi ayat. Tradisi ini menanamkan cinta pada Al-Qur’an dan menjadi penanda bahwa malam Ramadhan adalah malam yang Istimewa, “malam yang lebih baik dari seribu bulan”. Demikian kata ayahku.

    Setelah Tadarus selesai, kami berjalan pulang dengan hati gembira. Inilah saatnya ritual hadiah harian datang. Setiap malam, setelah berhasil menuntaskan satu hari puasa dengan baik tanpa gagal, Ayah atau Ibu baru memberikan kami hadiah kecil berupa uang receh Rp 100. Seratus rupiah kedengaran sangat kecil sekali di saat sekarang, tetapi sangat tinggi nilainya pada masa itu. Nilainya mungkin kecil, tapi bagi kami, itu adalah hadiah atau bisa dibilang sebagai piala  atas sebuah kemenangan spiritual. Uang receh itu akan dimasukkan dalam celengan yang sudah disiapkan ayah untuk kami anak-anaknya ketika akan memasuki bulan Ramadhan. Aku menyebutnya “Celengan Bambu”.

    Sesuai Namanya, Celengan bambu terbuat dari satu ruas bambu utuh yang bagian atasnya dilubangi kecil, cukup untuk memasukkan koin seratus rupiah. Tentu saja dipilih bambu yang sudah tua, karena akan awet dan tahan lama. Ayah kami menyebutnya “Tabungan Kebaikan.” Setiap bunyi “klinting!” saat koin jatuh ke dasar bambu adalah suara harapan kebaikan yang setiap hari akan selalu bertambah. Dan yang paling mengharukan, setiap akan tidur, aku sering memeluk celengan bambu itu erat-erat, seakan pengantar sebelum aku tidur. Celengan itu bukan sekadar tempat menabung, ia adalah jurnal fisik kami, mencatat setiap hari penuh berkah yang telah kami jalani selama bulan Ramadhan dan harapan kegembiraan dan kebahagiaan kami di Hari Raya atau Lebaran nanti.

    Mendekati hari Lebaran, biasanya di sepuluh malam terakhir, momen yang mendebarkan tiba. Celengan bambu yang berat dan berisi diserahkan untuk dibuka. Kami menonton dengan napas tertahan saat Ayah atau Ibu membongkar dan mengeluarkan tumpukan koin seratusan yang jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu.

    Semua uang recehan hasil tabungan tersebut diserahkan kembali kepada Ibu. Uang itu sepenuhnya digunakan sebagai modal untuk dibelikan baju, dan Sepatu atau  sandal baru untuk kami pakai di hari Lebaran.

    Pergi ke pasar bersama Ibu untuk memilih baju adalah puncak dari seluruh perjuangan berpuasa. Kami tahu, setiap lipatan baju baru, setiap tali sandal  adalah buah dari koin Rp 100 yang dikumpulkan dengan kesabaran selama bulan Ramadhan.

    Di rumah kami, Ramadhan adalah sekolah kesabaran, keikhlasan, dan kehangatan sejati. Puasa di kampung yang sepi mengajarkan kami bahwa kebahagiaan terbesar terletak pada suara dentuman patroli sahur, tarawih keluarga, bunyi recehan celengan bambu, dan janji akan baju baru yang kami peroleh dengan ‘membeli’ dari hasil jerih payah kami sendiri. Sebuah kenangan sederhana tanpa Gawai yang kini terasa jauh lebih berharga dibandingkan dengan  apa pun.

     

     

    Kreator : Aliyah Manaf

    Bagikan ke

    Comment Closed: Kenangan Ramadhan Tanpa Gawai

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021