Di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang pemuda bernama Stefan. Sejak kecil, Stefan dikenal sebagai anak yang penuh perhatian dan suka membantu sesama. Ketika beranjak dewasa, ia bercita-cita menjadi pemimpin yang bisa membawa perubahan positif bagi desanya. Ia sering mendengar cerita tentang Santo Vincentius a Paulo, seorang santo yang selalu berusaha melayani orang miskin dan sakit dengan sepenuh hati. Kata-kata Vincensius, “Kasih tidak mengenal batas. Layanilah dengan sepenuh hati dan rendah hati,” selalu terpatri dalam benaknya.
Suatu hari, Stefan diundang oleh tetua desa untuk menghadiri rapat pemilihan pemimpin baru. Ia merasa tersanjung, namun juga gugup. Stefan teringat kisah dalam Injil Matius 20:20-28, di mana Yesus mengajarkan pentingnya menjadi pelayan bagi sesama. Yakobus dan Yohanes, dua murid Yesus, yang mengharapkan posisi kehormatan di kerajaan surga. Namun Yesus menjawab, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Stefan merenungkan pesan ini dalam-dalam. Ia sadar bahwa menjadi pemimpin bukan tentang mendapatkan kehormatan, tetapi tentang melayani dengan tulus.
Dengan tekad yang bulat, Stefan mengikuti pemilihan dan terpilih menjadi kepala desa. Ia memulai tugasnya dengan mendengarkan kebutuhan dan keluhan warga. Setiap hari, ia berjalan keliling desa untuk memahami kondisi sebenarnya. Ia membantu memperbaiki rumah-rumah yang rusak, menyelesaikan perselisihan, dan mengorganisir kegiatan sosial. Warga desa merasa dihargai dan dicintai. Stefan menyadari bahwa dengan melayani, ia justru mendapatkan kekuatan dan inspirasi untuk terus bekerja lebih baik.
Suatu ketika, desa mereka dilanda bencana banjir. Banyak rumah hancur dan ladang rusak. Stefan tidak tinggal diam. Ia memimpin warga untuk bekerja sama membersihkan puing-puing dan membangun kembali desa. Ia mengajak semua orang, tanpa memandang usia atau status, untuk ikut berpartisipasi. Dengan semangat kebersamaan dan gotong royong, desa mereka perlahan bangkit kembali. Warga melihat bagaimana Stefan bekerja tanpa pamrih, selalu ada di garis depan, mengingatkan mereka akan teladan Yesus dan Santo Vincentius a Paulo.
Stefan menjadi simbol kepemimpinan yang sejati di desanya. Kisahnya mengajarkan bahwa kepemimpinan bukanlah tentang kekuasaan atau posisi, tetapi tentang kerendahan hati, pelayanan, dan kasih yang tulus. Seperti yang diajarkan Yesus dalam Injil Matius 20:20-28 dan diterapkan oleh Santo Vincentius a Paulo, kepemimpinan sejati lahir dari keinginan untuk melayani dan membuat perbedaan dalam kehidupan orang lain. Stefan, dengan teladan hidupnya, menginspirasi banyak orang untuk menjadi pemimpin yang melayani dengan hati.
“Kepemimpinan sejati bukan tentang kekuasaan atau posisi, tetapi tentang kerendahan hati, pelayanan, dan kasih yang tulus.”
Kamis, 24 Juli 2024
Kreator : Silvianus
Comment Closed: Kepemimpinan yang sejati
Sorry, comment are closed for this post.