Jesi adalah seorang gadis yang baru saja menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atasnya dan dengan semangat yang tinggi, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Sebagai seorang mahasiswi baru, Jesi penuh harapan dan ambisi. Ia telah lulus seleksi nasional berdasarkan prestasi dan diterima di jurusan Bahasa Indonesia di sebuah universitas ternama.
Di awal perjalanannya sebagai mahasiswi, Jesi tidak begitu memahami bagaimana dunia perkuliahan akan berjalan. Yang ia tahu hanyalah bahwa kuliah berbeda dari sekolah wajib sebelumnya, tidak ada lagi seragam, dan jadwal belajarnya lebih fleksibel. Jesi pun mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk memenuhi syarat masuk di universitas tersebut. Ia merasa bangga dan antusias karena berhasil diterima tanpa perlu mengikuti tes tambahan.
Hari pertama upacara penerimaan mahasiswa baru pun tiba. Jesi dan teman-teman barunya dari jurusan Bahasa Indonesia berkumpul di lapangan universitas yang sangat luas. Cuaca hari itu sangat panas, sinar matahari menyengat kulit mereka, namun semangat para mahasiswa baru tidak surut. Upacara penerimaan mahasiswa baru dilanjutkan dengan upacara di fakultas mereka. Di depan gedung dekan Fakultas, Ketua BEM memberikan arahan untuk melaksanakan pembelajaran dengan aktif dan menjaga kesehatan mental agar tidak stres karena tugas kuliah. Jesi merasa termotivasi dan siap menghadapi masa-masa perkuliahan yang akan datang.
Namun, saat upacara penerimaan mahasiswa baru oleh jurusan dimulai, Jesi merasakan ada sesuatu yang aneh. Senior-senior dari jurusannya mulai menunjukkan perilaku yang tidak manusiawi. Mereka mengatur sebuah drama yang direncanakan untuk menguji mental para mahasiswa baru. Jesi melihat senior-senior tua yang seharusnya sudah tidak berada di lingkungan jurusan tersebut datang dan berpura-pura marah-marah. Mereka menghamburkan meja, kursi, dan bahkan melempar jendela hingga pecah. Jesi dan teman-temannya sangat terkejut dan ketakutan.
Jesi berharap bahwa kejadian tersebut hanya sebuah permulaan dan tidak akan terjadi lagi setelah upacara selesai. Namun, harapannya pupus ketika penindasan dari para senior terus berlanjut. Suatu hari, Jesi dan teman-temannya disuruh mengumpulkan uang dengan alasan ada seorang senior yang sedang sakit dan membutuhkan bantuan. Dengan hati yang tulus, mereka mengumpulkan uang tersebut. Namun, Jesi merasa sangat dikhianati ketika mengetahui bahwa uang itu sebenarnya digunakan oleh para senior untuk makan-makan.
Penindasan tidak berhenti di situ. Jesi dan teman-temannya juga disuruh mengadakan bazar. Mereka disuruh menjual minuman dengan harga yang sangat mahal dan hasil dari bazar tersebut harus diserahkan kepada para senior. Jesi merasa semakin frustasi ketika mereka tidak mendapatkan apapun dari hasil kerja keras mereka. Tidak hanya itu, Jesi dan teman-temannya juga disuruh melayani orang-orang di sebuah kafe yang disebut oleh para senior sebagai “bazar tempat”. Mereka disuruh menanyakan pesanan, mengambilkan minuman, dan melayani para pengunjung kafe layaknya pelayan.
Selama satu semester pertama di universitas, Jesi merasa sangat tertekan. Bukan karena tugas kuliah yang menumpuk, tetapi karena perilaku senior-seniornya yang sangat tidak manusiawi. Jesi sering kali berpikir untuk berhenti kuliah saja. Ia merasa lelah secara mental dan fisik akibat penindasan yang terus-menerus. Namun, Jesi juga menyadari bahwa biaya kuliah sangat mahal dan ia tidak ingin mengecewakan keluarganya yang telah berusaha keras untuk membiayai pendidikannya.
Di tengah tekanan yang ia alami, Jesi berusaha mencari dukungan dari teman-temannya. Mereka sering kali berkumpul untuk saling berbagi cerita dan memberikan semangat satu sama lain. Jesi juga mencoba untuk tetap fokus pada tujuan utamanya, yaitu menyelesaikan studinya dan meraih gelar sarjana di bidang Bahasa Indonesia. Ia tahu bahwa jika ia bisa melewati masa-masa sulit ini, ia akan menjadi pribadi yang lebih kuat dan tegar.
Jesi mulai mencari cara untuk mengatasi tekanan dari para senior. Ia bergabung dengan organisasi mahasiswa yang peduli terhadap hak-hak mahasiswa baru. Di sana, Jesi menemukan dukungan yang lebih besar dan teman-teman yang memiliki visi yang sama untuk menghentikan penindasan. Mereka mengumpulkan bukti-bukti dan menyusun laporan untuk disampaikan kepada pihak fakultas dan universitas.
Perjuangan Jesi dan teman-temannya tidaklah mudah. Mereka menghadapi banyak rintangan dan ancaman dari para senior yang merasa terganggu dengan tindakan mereka. Namun, Jesi tidak gentar. Ia percaya bahwa keadilan harus ditegakkan dan tidak ada seorangpun yang berhak menindas orang lain. Dengan ketabahan dan keberanian, Jesi terus melangkah maju.
Akhirnya, laporan mereka diterima oleh pihak universitas. Setelah melalui berbagai proses investigasi, beberapa senior yang terlibat dalam penindasan dikenai sanksi berat. Keputusan ini memberikan rasa keadilan bagi Jesi dan teman-temannya. Mereka merasa perjuangan mereka tidak sia-sia dan berhasil membawa perubahan yang positif di jurusan mereka.
Meski pengalaman tersebut sangat berat, Jesi merasa telah belajar banyak. Ia menyadari bahwa dunia perkuliahan tidak hanya tentang belajar di kelas, tetapi juga tentang menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Jesi belajar untuk tidak mudah menyerah dan selalu berjuang untuk kebenaran. Pengalaman ini membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan tegar.
Selama masa kuliah, Jesi terus menunjukkan prestasi yang gemilang. Ia aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan organisasi, serta berhasil meraih berbagai penghargaan. Ketabahan dan keberanian Jesi dalam menghadapi tantangan membuatnya menjadi panutan bagi teman-temannya. Ia sering diminta untuk memberikan motivasi kepada mahasiswa baru, berbagi pengalamannya dan memberikan semangat agar mereka tidak mudah menyerah dalam menghadapi rintangan.
Jesi akhirnya lulus dengan predikat cum laude. Keberhasilan ini adalah hasil dari kerja keras, ketabahan, dan keberanian yang ia tunjukkan selama masa perkuliahan. Jesi tidak hanya berhasil menyelesaikan studinya, tetapi juga membawa perubahan yang positif bagi lingkungan kampusnya. Ia menjadi contoh nyata bahwa dengan ketabahan dan keberanian, kita bisa menghadapi dan mengatasi segala tantangan dalam hidup.
Kini, Jesi siap melangkah ke dunia profesional dengan bekal ilmu dan pengalaman yang telah ia dapatkan. Ia bertekad untuk terus berjuang dan memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat. Jesi tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang dan penuh tantangan, namun ia yakin bahwa dengan ketabahan dan keberanian, ia akan mampu menghadapinya dengan baik. Jesi telah membuktikan bahwa tidak ada rintangan yang tidak bisa diatasi jika kita memiliki tekad yang kuat dan hati yang tabah.
Kreator : JESINTA DEWI SRIKANDI
Comment Closed: Ketabahan dan Keberanian Menghadapi Tantangan
Sorry, comment are closed for this post.