KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Khusyu’- Sebuah Perspektif Obrolan Orang Awam

    Khusyu’- Sebuah Perspektif Obrolan Orang Awam

    BY 07 Des 2021 Dilihat: 299 kali

    Karya Tulus Haryono

    Alumni KMO Alineaku

    Coretan ini terinspirasi dari obrolan ringan di sebuah grup WA yang dipicu oleh postingan salah seorang teman tentang khusyu’. Adapun penyebutan orang awam di sini semata-mata karena yang terlibat tidak ada yang memiliki kapasitas formal ilmu agama atau syariah. Namun menurut saya bukanlah obrolan sia-sia dan kosong tanpa ilmu. Karena pada akhirnya kami, atau paling tidak saya, merasa mendapatkan manfaat dan pencerahan dari obrolan ini. Demikian pula saya pun berharap tulisan ini akan memberikan manfaat bagi pembacanya.

    Adalah Ompoppa (bukan nama sebenarnya, hallah!), teman yang mengawali postingan tentang khusyu’ di grup WA. Dia seorang trainer, motivator dan juga penulis. Seringkali gagasannya memang agak-agak menggelitik, unik dan menimbulkan keingintahuan lebih lanjut. Pernah dia menulis begini: “Stress itu pikiran yang dirasakan dan perasaan yang dipikirin”. Embuh kan?

    Nah, kali ini dia memposting tentang khusyu’ begini:

    “Kita sering lupa, bahwa khusyu’ itu sebentuk latihan agar kita nanti mampu berfokus hanya kepada Allah saat kita menjalani kesulitan terbesar kita di dunia yaitu sakaratul maut”

    Terus terang saya perlu membaca berulang-ulang untuk mencerna dan memahami kalimatnya. Sementara itu beberapa teman  sudah berkomentar, menanggapi atau minta agar dielaborasi lebih lanjut tentang khusyuk dan kiat menggapainya.

    “Bisa dielaborasi lebih dalam lagi, Ompoppa? Khusyu’, sering diucapkan, tapi sepertinya sulit sekali untuk dicapai…”

    “Dalam sholat yang hanya beberapa menit saja, sering kali ane, masih pada tahap bacaan Al-Fatihah saja, konsentrasi ke mana-mana”

    Demikian di antara tanggapan dan komentar teman-teman menunjukkan ketertarikan untuk membahasnya. Dan untuk komentar yang terakhir itu rasanya benar-benar ‘gue banget’. Sementara saya pun masih belum menemukan jawaban, apa hubungan khusyuk dengan latihan menghadapi sakaratul maut?.

    Yang lazim saya dengar tentang khusyu’ adalah bahwa ia merupakan amalan hati, biasanya dikaitkan dengan kualitas yang seharusnya dicapai dalam beribadah. Konsentrasi, fokus, hanya dan hanya Dia (Allah) yang kita ingat dan yang kita tuju. Demikian pula dengan kiat-kiat bagaimana mendapatkannya.

    “Tentang khusyuk, kalo menurut gue ini bisa didapat dengan berproses. Setiap waktu shalat, kita sudah harus mempersiapkan diri 5-10 menit sebelum azan. Tinggalkan segala urusan dunia. Ambil wudhu, kenakan pakaian terbaik, siapkan diri menghadap Allah. Menjawab azan. Shalat tidak terburu-buru, lafalkan setiap bacaan shalat (bukan hanya dibaca dalam hati)”. Tulis seorang teman mencontohkan kiatnya dalam ibadah sholat.

    “Pahami bacaan sholat. Contohnya doa di antara dua sujud, kalo paham artinya, kita bisa bercucuran airmata…” cerita teman lainnya.

    Itu di antara komentar atau tanggapan yang mungkin merupakan pengalaman ruhani yang bersangkutan. Saya pun sudah pernah mendengar atau membaca dan berusaha mempraktikkan, meskipun tetap saja masih merasa kesulitan.

    Barulah saya mulai ‘ngeuh’ hubungan khusyu’ dengan sakaratul maut, ketika Ompoppa melanjutkan postingan pengalaman ruhaninya. Masih tetap dengan gaya bahasa santai.

    “Belakangan sih, setiap mau sholat gua bayangin gini. ‘Gimana kalo gua mati jam segini?’ Sambil mengingat saat dan suasana kematian orang-orang deket gua. Karena memori kita sangat kuat mengingat pengalaman”.

    Nah, kiatnya ini mengingatkan saya dengan pengalaman yang sama. Yaitu ketika sekali waktu sebelum sholat berjama’ah, imamnya mengingatkan dan mengajak makmumnya untuk sholat dengan khusyu’.

    “Mari kita laksanakan sholat berjama’ah dengan khusyuk, boleh jadi ini merupakan sholat kita yang terakhir”.

    Ajakan sederhana ini langsung membuat hati merasakan “Deg!”. Dan biasanya saya akan bertahan lebih lama khusyuknya. Sepertinya saya memang harus sering-sering merasa “Deg-degan” agar bisa selalu khusyuk. Yaitu ‘deg-degan’ mengingat Malaikat maut yang bisa menjemput sewaktu-waktu.

    Tapi gak tahu juga, apakah ini yang namanya khusyu’?

    Kalok memperhatikan kutipan ayat yang disertakan Ompoppa, yaitu QS. 2: 45-46 sepertinya memang iya. Setidaknya ada hubungannya.

    “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”

    Ayat itu tidak mendefinisikan khusyu’. Namun jelas tersurat bahwa pertolongan Allah adalah jaminan selesainya segala persoalan dan kesulitan. Seorang hamba disuruh minta pertolongan dengan melakoni shabar dan sholat. Namun, ternyata ‘lakon’ itu pun sungguh berat. Kamu gak akan kuat, biar ak… Kecuali bagi orang yang khusyu’. Yaitu orang yang yakin bahwa dia bakalan menghadapi kesulitan terbesarnya, yaitu sakaratul maut. Mati menghadap Tuhannya. Entah besok atau lusa atau kapan.

    Bisa dipahami bahwa sakaratul maut adalah rasa sakit terberat dan kesulitan terbesar kita di dunia. Kita semua berharap agar di saat-saat itu kita masih bisa fokus hanya mengingat Allah dan mengharap pertolongan-Nya. Oleh karena itu bisa dipahami pula jika kita pun perlu latihan yaitu khusyu’ dalam menjalankan ibadah.

    Lantas, apa definisi khusyu’? Mengapa banyak orang menganggap khusyu’ sulit sekali dicapai?

    Saya tidak berpretensi untuk mendefinisikan khusyu’. Namun jika ada yang menganggap khusyu’ itu bermakna tidak mengingat apa-apa selain-Nya kemudian menjadi tidak memperhatikan apa-apa, atau tidak merasakan apa-apa saking khusyuknya, barangkali pemahaman seperti inilah yang menjadikan kita kesulitan mencapainya.

    Lho, tapi bukankah khusyu’nya sholat salah seorang sahabat nabi juga demikian? Bukankah dikisahkan Sahabat Ali pernah minta agar anak panah yang menancap di kakinya usai berjihad agar dicabut ketika sedang menjalankan sholat ashar?. Dan saking khusyu’nya sampai-sampai tidak merasakannya ketika anak panah dicabut dari kakinya?

    Hal itu mungkin bisa dijelaskan begini.

    Benarkah Beliau tidak merasakan sakit saat itu? Jangan-jangan sebetulnya masih merasakan sakit, tetapi sabarnya itu yang memang gak ‘ketulungan’. Sabar yang mampu menutupi  sikap mengeluh apalagi meraung-raung seperti kita. Sabar yang dilandasi keyakinannya yang sempurna bahwa sesakit-sakitnya kaki ketika dicabut anak panah, pastilah tidak akan melampaui sakitnya sakaratul maut. Sedangkan seandainya maut menjemput pun, tiada rasa sesal atau ditakutinya. Bahkan dengan sukacita menyambutnya sebagai syuhada. Bukankah mati di jalan Allah menjadi cita-cita tertingginya?

    Sekali lagi, hal ini bukanlah untuk membantah pengetahuan selama ini bahwa khusyuknya Sahabat Ali memang sampai taraf tidak merasakan ketika anak panahnya dicabut dari kakinya. Terlalu mudah bagi Allah untuk meniadakan rasa sakit seorang hamba yang dicintaiNya.

    Kalok begitu, apa definisi khusyu’? Yuk, sama-sama ngaji lagi! Hawong saya juga awam.

    Bagikan ke

    1 Komentar Pada Khusyu’- Sebuah Perspektif Obrolan Orang Awam

    • TAHMIL berkata:

      Saya guru ngaji namun setelah membaca tulisan ini, saya mulai ingin mengaji lagi agar suatu saat nanti saya dapat mengerti khusu’

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021