“Ada anak empat, laki-laki semua, dan sudah dewasa, kenapa masih harus nyangkul sendiri?” Sebuah pertanyaan diajukan kepada seorang petani yang sedang merapikan cangkul untuk persiapan ke sawah. Sebut saja namanya diro.
Pertanyaan Sabtu malam itu dijawab oleh Diro dengan sebuah kisah masa lalu yang tidak bisa dilupakannya.
“Ini karena kesalahan saya,” Jawabnya.
Diro mengungkapkan, bapaknya yang bernama Mamat adalah seorang guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di luar jam mengajar, Bapak memiliki aktivitas lain, yaitu mengurus bengkel sepeda miliknya. Diro mengisahkan, waktu kecil ia sering disuruh Bapak untuk membantunya mengurus bengkel sepeda.
Bagi Diro yang kian sibuk, pekerjaan itu merepotkan, apalagi jika musim hujan tiba karena harus bangun pagi di suasana dingin, membuka, sampai menutup kembali bengkelnya. Namun sayangnya Diro sering menolak perintah Mamat tersebut. Diro hanya bersedia melakukan semua itu dengan satu syarat yang diajukan.
“Kalau dikasih uang sama almarhum Bapak, baru saya mau bantu. Kalau nggak dikasih ya engga.” sesal Diro di rumahnya. Diro sama sekali tidak akan bergerak untuk membantu Bapak jika tidak ada uang. Sebaliknya, Diro akan langsung bekerja jika sudah diberi uang.
“Almarhum pernah bilang sama saya, Siapa tahu nanti kalau sudah berkeluarga saya juga punya usaha.” Ucap Diro menirukan ucapan almarhum Bapak sambil merapikan cangkul untuk persiapan besok ke sawah. Beberapa tahun kemudian, Diro berkeluarga dan saat ini dikaruniai empat orang anak. Ternyata, apa yang diucapkan oleh Bapak puluhan tahun yang lalu terbukti, Diro punya sawah.
“Eehh… sekarang, anak saya susah kalau disuruh bantu-bantu ngurus sawah. Mereka mau bantu kalau dikasih duit. Kalau nggak, ya nggak bakalan mau. Ini karena kesalahan saya dulu,” ucap Diro penuh sesal.
Diro pun mengingatkan pada empat orang anaknya, agar selalu berusaha berbuat baik kepada kedua orang tua. Belajar dan sholat yang kini ajarkan pada empat orang anaknya dijalankan dengan baik, hanya saja kalau urusan membantu di sawah mereka tetap mengharap diberi uang, kalau tidak mereka sama sekali tidak mau mengerjakan.
Pada suatu hari, Diro baru saja menjemur padi hasil panennya, namun tiba-tiba mendung datang sehingga ia harus berusaha mengangkat padinya dan memasukan ke dalam karung untuk dimasukan ke dalam lumbung tempat menyimpan padi. Empat anaknya yang sedari tadi berdiam di dalam rumah tidak bergerak membantunya. Kemudian, datanglah Diro menghampiri anaknya.
“Siapa yang mau bantu Bapak, akan Bapak belikan ponsel.” Ucap Diro.
Sontak saja, keempat anaknya berdiri serentak. Diro pun duduk di depan pintu sambil melanjutkan ucapannya.
“Bantulah Bapak menjemur dan mengangkat padi setiap hari sampai padi kering dan siap digiling.”
Keempat anaknya pun saling pandang. Si Sulung pun menyetujui, disusul anak kedua dan anak ketiga. Hanya Si Bungsu yang diam saja.
Dirjo memandang ketiga orang anaknya yang sudah mulai memasukkan padi ke dalam karung. Diro lalu menghampiri anak-anaknya diikuti Si Bungsu yang sedari tadi diam saja. Diro kemudian meminta Si Bungsu memegang karung yang sudah dibuka lalu Diro memasukan padi ke dalam karung dan begitu seterusnya sampai padi selesai dikerjakan.
Malam harinya, hujan turun sangat deras. Diro duduk dan memanggil semua anak-anaknya.
“Kalau nanti sudah dibelikan ponsel, kalian pakai buat apa?” Tanya Diro.
Semua serempak menjawab, “Ya, untuk telepon, Pak.”
“Bapak bisa membelikan kalian ponsel dari hasil panen padi. Jadi, berjanjilah kalian ke Bapak, jika kita bisa berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, kelak anak-anak kita akan berbakti dan berbuat baik kepada kita, begitu pun jika sebaliknya.”
Karena Rasulullah bersabda, “Ridho ALLAH tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka ALLAH tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi,Hakim)
Kreator : Kusniwati S.Pd
Comment Closed: Kisah Penyesalan Anak Durhaka (Bab 6)
Sorry, comment are closed for this post.