Teruntuk keluarga tercinta, terkhusus Mama yang paling berharga. Aku tuliskan semua tentang kita, Aku dan Ibu.
Kata Mama, setiap anak itu unik, mereka memiliki ciri khas dan karakter yang berbeda. Kalian, Mama dan Bapak, tentunya mengenal kami dengan sangat baik. Karena kami juga bagian dari kalian.
Aku beri nama keluarga kecilku “Nirmala Elya Hujifath”. Tidak ada makna yang khusus, baik secara tersirat maupun tersurat. Hanya menggambarkan penyatuan nama sebagai simbol tujuh anggota keluarga cemara yang ikatannya tidak akan terputus. Saudara dunia akhiratku seumpama lima jari.
Anak pertama perempuan, itu Aku. Aku adalah seorang introvert, bagaimana seseorang menggambarkan seorang introvert, beberapa karakter yang menonjol mungkin ada padaku.
Mama selalu mengeluhkan karakter terburukku, jutek, judes, dan dingin, ibaratkan saja kulkas sepuluh pintu dan sejenisnya.
“Teh, Mama salah apa?”
“Mama gak Salah apa-apa.”
“Kok teteh ngomongnya ngegas gitu?”
Aku bingung.
“Teteh sering loh kayak gini?”
“Iya, tahu!”
“Terus, kenapa gak di perlembut lagi nada bicaramu?”
“Maafkan Teteh, Ma.”
Aku menghela nafas, menetralkan hembusan udara yang berasal dari mulutku. Hatiku menangis pilu, mood ku memang sering tidak terkontrol.
‘Susah, Ma,’ batinku.
Mengenai adik-adikku, mereka juga unik. Ada yang seperti tokoh animasi Doraemon si pemberi keajaiban atau pencair suasana, Angry Bird yang selalu marah dalam segala hal, Tom and Jerry yang selalu bertengkar, bahkan Upin dan Ipin kalau lagi akur-akurnya.
***
Selanjutnya, tentang Mama yang selalu bersemangat menceritakan kisahnya.
Tentang Bagaimana lelahnya menunggu jarum jam berdetak dengan lambat kemudian bergeser ke angka selanjutnya, satu jam di jaman dulu ibarat setengah hari di jaman sekarang, lama sekali.
Tentang Bagaimana bakti seorang Mama kepada Nenek dan Abah. Mama adalah anak ke empat dari lima belas bersaudara, di usia Mama yang terbilang masih bocah ingusan, beliau berpikiran mendewasa sebelum waktunya. Mama dan saudara-saudaranya mempunyai kawanan banyak, termasuk santri yang bermukim di bale milik abah.
Santri selalu diuntungkan kalau Mama sudah menguasai dapur untuk memasak dan sumur untuk mencuci pakaian keluarga, Mama selalu meringankan pekerjaan para santri. Para santri tidak pernah melupakan kehormatan yang di tunjukkan teruntuk Mama beserta saudara-saudaranya.
Ini yang paling berkesan, ketika Mama menceritakan kisahnya bersama Bapak. Sebelum menjadikan Aku sebagai cinta pertama Bapak, Mama adalah cinta sejati Bapak, cinta pertama dan terakhir.
Umur bukan sumber problema atau sebuah prasyarat kedua insan yang dipertemukan lewat perjodohan. Ya, Mama dan Bapak dipertemukan oleh kedua orang tua mereka. Dan jarak usia antar keduanya terpaut sebelas tahun. Mama lahir menjelang akhir tahun 70-an sementara Bapak lahir menjelang akhir tahun 60-an.
Dahulu, Mama adalah seorang gadis remaja yang tidak sempat menyelesaikan pendidikan tingkat SMP nya karena Abah mengirimnya ke pondok pesantren. Di sana, dalam jangka waktu yang sangat singkat, Abah menjemput Mama dan menjodohkan beliau.
Sementara Bapak, lulusan SMA. Beliau juga pernah menjelajah ke dunia pondok pesantren dan mendapati ilmu yang bermanfaat. Pengalaman beliau banyak selama menjalani masa perantauan, pekerja keras dan tulang punggung keluarga. Bapak anak kedua dari tujuh bersaudara.
Pertemuan dua keluarga terjadi setelah Bapak memutuskan pulang untuk beristirahat sejenak sekedar quality time bareng keluarga. Karena bakti akan kedua orang tua, Mama dan Bapak sepakat untuk menikah tanpa berargumen apapun.
Tentang Aku dan Mama, aku tidak sedekat itu dengan Mama. Biasanya, seorang anak selalu terbuka atau blak-blakan terhadap ibu mereka. Namun, aku gagal membangun chemistry seumpama sahabat dan partner segalanya bersama Mama, mungkin karena terlanjur introvert yang serba close. Hatiku menjerit, ingin ku seperti mereka.
Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya, surga berada di bawah telapak kaki beliau. Hubungan mereka lebih dari sekedar ibu dan anak, naluri seorang Ibu itu kuat, penyiksaan akan rindu kepada anak-anaknya sangatlah berat dari yang Dilan alami terhadap Milea.
Teruntuk Mama, mungkin Aku akan lontarkan benang kusut yang menggerogoti pikiranku lewat tulisan, Semuanya. Karena mulutku selalu terkunci rapat, kata yang hendak terlontarkan tersangkut di kerongkongan kemudian bulir saliva menelan kembali penggalan kata yang sudah siap terdengar.
Akhirnya, kata gak apa-apa mampu menyembunyikan semua rasa dan emosi yang ada.
***
“Membahagiakanmu adalah prioritas utamaku, akan tetapi aku tidak mampu mendeskripsikan dengan kata-kata. Aku sayang Mama, Happy Mother Day.”
~Saudara Dunia Akhirat~
***
Munjul, 22 Desember 2022
Comment Closed: KISAH UNTUK MAMA
Sorry, comment are closed for this post.