Terdengar suara tarhim berkumandang di Masjid, pertanda beberapa menit lagi akan adzan shubuh.Kubangunkan Ibu dari istirahat nyenyaknya.
” Shubuh bu, monggo siap2 wudlu”.
Kursi roda sudah kusiapkan disebelah tempat tidur yang biasa kami pakai mengantar Ibu bila ingin kekamar mandi.
Kaki Ibu mulai kena air, dingin , memicu syaraf kandung kemih jadi ingin pipis. Kricik, kricik, kricik gayung ditangan berayun gemulai, bermain manis menabur air kesegala arah, kekaki, kekepala, slakangan wis pokoknya rata. Entah air bekas cipratan telah sampai kemana setelah disiram dengan gayung.
” Ya sudahlah ,nanti dibersihkan lagi” batinku.
Akhirnya beres, kembali kursi roda kudorong ketempat tidur sekaligus tempat Ibu Sholat dengan duduk.Kemudian kupersiapkan mukenah dan sajadah berikut tasbih. Siap Sholat subuh.
Kini saatnya kutinggalkan Ibu Sholat dengan khusu’. Aku pulang sebentar untuk Sholat sendiri dirumahku, karena rumah hanya berjarak 5m, sekaligus aku ingin merebus air buat persiapan mandi Ibu.
Kurang lebih 45 menit Sholat dan wiridku sudah selesai berikut munajat panjangku.Tiba2 terdengar ” Ngiiiing” keras sekali, pertanda air yang kurebus telah mendidih. Kompor kumatikan, langsung kubawa keibu buat mandi.Aku lebih suka memandikan Ibu dipagi buta, sebab kata Ibu lebih segar, lebih enteng dibadan terasa lebih pyar merasuk kepori pori, begitu kata beliau.
Tepat didepan pintu rumah Ibu, langkahku terhenti, sebab aku merasa bahwa tadi ketika kutinggalkan, pintu rumah Ibu kubiarkan terbuka. Kupikir sebentar lagi aku akan masuk kembali. Tapiii….!, kenapa bisa terkunci. Kemudian aku melangkah kebelakang mencari jalan lain, ternyata pintu belakang juga dikunci.
” Siapa yang mengunci” pikirku. Padahal sepagi ini, hanya aku yang sudah bangun. Kucoba tekan dengan kuat, tetap saja gagal.Aku bingung, bagaimana cara masuk kedalam, pasti Ibu menungguku.Samar2 kudengar ada suara didalam.
” Buka pintunya” teriakku, namun tak ada jawaban.
” Siapa didalam, tolong bukakan” kembali suaraku agak keras, tapi tetep saja tak ada jawaban. Kemudian kucoba mengintip dan kudekatkan telinga kelubang pintu, samar2 terdengar cekikikan seperti ada 3 anak manusia didalam.
Aku baru ingat, ketika Ibu kutinggalkan pulang sebentar tadi aku juga meninggalkan 3 keponakan gadisku yang masih tidur.Mereka ingin menginap dirumah mbahnya selama liburan Pondok.Mereka tidur dikamar sebelah dan selalu tertutup. Kebiasaan mereka bertiga menyendiri lalu cekikikan didalam kamar tidak mau diganggu.
Tapi apa mungkin sepagi ini mereka sudah bangun, kenapa pula pintu dikunci. Aku jadi penasaran, berfikiran negatif.
” Ayo mbak dimulai” suara lirih itu terdengar pelan dari lubang pintu.
” Ayyo” jawab kakaknya. Aku hafal suara ponakan kakak beradik ini.
” Nih, kamu Salwa, yang olesin pelan2″ perintah kakaknya.
” Alin yang meratakan keseluruh tubuh” jawab adiknya.
” Sambil dipijit pijit biar merasuk” kakak barep memberi perintah.
Hik hik hik, mereka cekikikan .
Deg!, ini apa apaan, gadisku didalam , apa yang kalian lakukan , aku penasaran ,tapi kutahan diri, ingin tau permainan apa yang sedang mereka perankan.Fikiran sudah membuncah, bayanganku sudah tidak karuan .
Mengingat ke3 gadis ponakanku ini anak baru menginjak remaja, masa praremaja.Kakaknya memang centil manis jika tersenyum, yang tengah cantik sensual dan adiknya wajahnya ayu nggemesin.
“Eh, aku aja yang remas remas”
” Ya gantian dong”
” Rasanya smooty banget ya”
” Bener, lembut banget”
” Coba deh, pegang pelan2 , ih nggemesin”
Emosi ini rasanya sudah hampir sampai diubun ubun, mendidih. Sudah ribuan istighfar terucap sampai mulut ini berbusa, namun masih tetep saja belum mampu mendinginkan hati yang lagi panas.
” Braak” spontan pintu kudobrak dan rusak tergeser ” Peduli amat, rusak?, ya biarin,” yang ada difikiranku hanya ingin menyelamatkan jiwa gadisku dari fikiran kotor.
Kaki ini seperti melayang, seribu langkah menjadi dua langkah, setelah sampai didepan kamar mandi.
“Astaghfirulloh, apa benar yang kulihat ini” tangan dan pipi kucubiti sendiri, terasa sakit, kutepuk tepuk kepala dan kutarik rambut dengan keras.
” Lho bude kenapa” Salwa, adik yang paling kecil bertanya dan kedua kakaknya bengong melihat tingkahku.
” I, i, itu apa yang kalian lakukan ?” kutunjuk mereka dengan jari manisku, mereka ketakutan.
” Disuruh kak Bilqis” sanggah Salwa.
” Hee bukan , dek Alin yang ngajak” Bilqis menghindar dari tuduhan
” Idenya dek Salwa ,bude” jawab Alin tak mau kalah.
“Ini kan kesepakatan bersama” jawab Salwa.
” Aaaah sudah, sudah, sekarang kalian harus terima hukuman” sergahku sangat keras.
” Siaaap” jawab mereka serentak.
” lho kok malah nantang, oke !, kalau begitu selesaikan sampai beres dan benar benar tuntas,jika sudah selesai bawa kehadapan bude, nih pakai air hangat, mbah biar tidak masuk angin” perintahku.
Mereka manut, nurut, karena sudah terbiasa di Pondok Pesantren dengan tanggung jawab dan kemandirian.
1 jam mereka merawat mbahnya, entah apa yang mereka kerjakan . Mungkin tanggung jawab dan kemandirian sedang ingin mereka praktekan dihadapan mbahnya yang sudah sepuh dan tak berdaya itu.
Depan rumah, matahari semburat kekuningan, udara mulai menghangat.Ibu diatas kursi roda sudah didorong keluar, tampak rapih dan cantik ,aroma semerbak wangi sampai kehidung.Ibu dipakaikan kain jarit dan kebaya warna putih bunga2 biru, kelihatan lebih segar.
Kuberikan acungan jempol untuk ke3 gadisku, mereka senyum2 malu. Tapiii, seperti ada yang aneh, rambut Ibu yang putih dan panjang belum kering sudah diklabang.Sempat kufoto selfy karena Ibu belum dipakaikan jilbab.
” Cantik ya bude, mbah” tiba2 Salwa nyletuk, aku tau mereka ingin dipuji.
” Iya, cantik mbahmu ini, tapi kenapa itu rambut di klabang”
” Ya biar tambah cantik” jawab Bilqis sambil badanya mlengkat mlengkot mulut ditutupi tangan , agak pemalu sifatnya.Aku tambah gemes saja, ingin cubiti mereka.
” Kalau orang sepuh, rambutnya digelung saja, tampak lebih anggun dan berwibawa” tuturku.
” Ayo buka klabangan dan keringkan dulu rambutnya” perintahku lagi.
Rambut klabangan itu mulai dibuka, diurai satu persatu kemudian Alin mengambil kipas untuk mengeringkan . Kuperhatikan dari samping mereka bekerja. Alin ngipasi, Bilqis megangi rambut Ibu yang putih panjang, Salwa merenggangkan rambut agar terkipas rata.
Aku mencoba ikut melebarkan rambut Ibu, seolah mengajari mereka, padahal aku begitu heran, rambut Ibu walau panjang dan putih semua, tapi rambut itu sehat. Ibu benar2 pandai merawat dari muda.Aromanya benar2 wangi, dipegang juga lembut tidak bergumpal. Benar2 seperti rambut anak muda, cuma beda warna.
Kubungkukkan badan dan rambut Ibu sambil kuciumi, wanginya sangat menggoda.Aku berhenti sebentar , kemudian kupandangi ke3 gadis keponakanku ini.
” Kalian apakan rambut mbahmu tadi” mereka saling pandang, cengingas cengingis sikut sikutan.Alin berbalik kebelakang, kemudian merogoh saku roknya, seperti mau mengambil sesuatu, kemudian berbalik lagi menghadap kearahku.
” Nih” kata Alin sambil menyerahkan sebotol sampo ketanganku.
” Apa ini” tanyaku. Tiba2 mereka bertiga menghambur ketubuhku sampai hampir jatuh.
” Kondisioner bude, kami sudah lama ingin merawat rambut mbah yang panjang indah itu” kata mereka.
Kami berpelukan , pingin cubitin mereka, tapi cubit sayang.
Comment Closed: KONDISIONER
Sorry, comment are closed for this post.