KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Konseling Pertama Ashana

    Konseling Pertama Ashana

    BY 06 Des 2024 Dilihat: 93 kali
    Konseling Pertama Ashana_alineaku

    Ini bukan Jumat seperti biasanya. Jumat yang biasa Ashana jalani adalah sampai kantor pukul tujuh, saat kantor masih sepi belum berpenghuni, menyapa OB, lalu menyantap bekal sarapan di mejanya sampai satu per satu karyawan kantor berdatangan. Lalu memulai pekerjaan pukul delapan, istirahat pukul dua belas, pulang pukul empat. Begitu seterusnya, Jumat dan hari kerja lainnya.

    Tapi hari Jumat ini berbeda. Ashana mengajukan cuti untuk dua hari, Kamis dan Jumat. Kamis kemarin dihabiskannya dengan berolahraga di pagi  hari, sarapan salad buatan sendiri, membersihkan rumah dan membaca e-book sambil menikmati kopi. Terhitung sudah lima belas hari ia rutin berolahraga dan mengatur asupan makannya. Hal yang sering diabaikan sejak bertahun-tahun yang lalu. Yang mengejutkan, efek dari rutin olahraga ini membuatnya candu. Selain lemak tubuh nampak berkurang, ia merasa moodnya jadi cukup baik dan terkontrol.

    Hari ini, ia awali paginya dengan olahraga lagi. Lalu pukul sembilan, kakinya sudah melangkah di koridor rumah sakit. Tidak, ia tidak cedera. Ia tidak juga sakit fisik. Tapi, ia merasa perlu bantuan untuk pikirannya.

    Ia agak linglung saat masuk area rumah sakit. Dari area parkir ia langsung ke loket pendaftaran. Sepanjang menuju loket pendaftaran, ia melihat banyak orang mengantri di depan poliklinik. Anak-anak batuk pilek bermain perosotan kecil di depan poli anak, beberapa orang tua duduk di depan poli mata, beberapa orang lain membuat ia bingung menentukan mereka pasien untuk poli apa karena mereka duduk di antara dua poli. Area loket pendaftaran dipenuhi orang-orang mengantre, beberapa dari mereka bahkan sudah duduk di kursi roda atau malah berbaring di stretcher, istilah untuk hospital bed agar mudah untuk memindahkan pasien dari ruangan yang berbeda.

    Ashana menghampiri loket yang kosong, berkata bahwa ia telah melakukan janji dengan psikolog. Ia diarahkan untuk mengambil nomor antrian dulu di lobby, lalu kembali ke loket pendaftaran. Ia mencari lobi, kebingungan di antara koridor yang nampak berputar-putar, alih-alih langsung mengarah dengan jelas. Akhirnya ia menemukannya, petugas resepsionis langsung tanggap. Ashana kembali ke loket pendaftaran dan melakukan pembayaran di kasir lalu berjalan ke poli psikologi. Kaget melewati koridor poli internis yang penuh pasien. Rata-rata usia tua, ada yang kondisinya nampak sehat bugar, ada yang sehat tapi terlihat lelah, ada yang nampak lemah tak berdaya. Ia ingat ayahnya pernah menjadi salah satu dari mereka. Entah apakah ayahnya masih melakukan kontrol atau tidak.

    Sampai di depan poli psikologi, ia menengok layar ponselnya. Ada pesan masuk yang menyuruh dia langsung masuk saja karena pintu tidak dikunci. Ia melakukannya.

    Ia langsung disambut wanita muda berbatik kuning cerah. Dia lah Bu Kirana, psikolog yang akan mendampinginya. Sesuai namanya, ia tampak cantik dan bersinar. Jantung Ashana berdegup. Tapi tidak seperti yang ia bayangkan. Ia membayangkan ia akan gugup, menangis, lalu mulai bercerita tanpa henti. 

    Bu Kirana menyuruhnya duduk di sofa dekat pintu, sedangkan Bu Kirana sendiri duduk di kursi kampus dengan selembar kertas asesmen dan pulpen. Ia mengawali sesi konseling dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk Ashana. Pertanyaan seperti apakah ia sering ketakutan, sering sakit kepala, sering sakit perut, merasa tidak berguna, hilang minat berbagai hal, sampai pertanyaan apakah pernah terbersit keinginannya untuk mengakhiri hidupnya. Ashana sedikit bergidik dengan pertanyaan paling akhir. Jujur, ia takut dengan kematian. Ada tanggung jawab besar yang harus dipenuhi. Dan ia selalu berdoa kepada Tuhan agar dipanjangkan umurnya agar bisa melakukan tanggung jawab itu hingga benar-benar tuntas.

    “Nah, gimana, Mbak Ashana? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Bu Kirana dengan senyum tipisnya.

    Ashana terdiam. Ia sempat membayangkan ia akan menangis dan memuntahkan semua isi pikirannya. Tapi malah ia terpaku dan kebingungan mau mulai dari mana. Semua terasa seperti akumulasi baginya. Bukan satu masalah terbaru saja yang membebani pikirannya. Terlalu banyak.

    “Saya bingung mau mulai dari mana, Bu.” sahut Ashana.

    Bu Kirana tersenyum.

    “Mulailah dari masalah yang paling memberatkan Mbak Ashana saat ini,” katanya.

    Ashana akhirnya mulai bercerita. Entah karena efek olahraga atau bagaimana. Kegundahan yang setiap hari ia rasakan, yang membuatnya hari ini kemari, terasa seperti biasa saja. Perasaan gundah itu masih ada, tapi ibarat orang mengetuk pintu meminta keluar, ia mengetuk dengan sopan. Bukan lagi menggedor dengan brutal. Cerita mulai bergulir dari bibirnya dengan tenang. Sesekali ia memandang ke jendela. Pucuk pohon besar di luar bergoyang diterpa angin seperti cheerleader mengayunkan pom-pomnya, memberi semangat bagi para atlet yang sedang bertanding. Bu Kirana memandangnya, sesekali mengangguk, sesekali menulis sesuatu di balik kertas asesmen.

    Setelah dirasanya cukup, Ashana berhenti bercerita. Bu Kirana juga mengangguk lagi dengan anggukan lebih dalam dan lebih mantap. Seakan ikut menegaskan bahwa cerita Ashana telah selesai.

    “Mbak Ashana, dari hasil asesmen singkat saya, serta dari cerita Mbak Ashana, Mbak Ashana ini mengalami gangguan kecemasan. Pertama, saya mau bilang ke Mbak Ashana, hal ini di usia Mbak Ashana, dengan status Mbak Ashana yang sudah menikah dan punya anak, adalah hal yang wajar. Apalagi, kita baru saja melewati masa pandemi, tingkat kecemasan masyarakat meningkat cukup signifikan. Sayangnya, meskipun kebanyakan orang sudah mulai aware dengan pentingnya kesehatan mental, mereka masih belum punya keberanian untuk meminta bantuan profesional untuk mengurangi dan meredakan kecemasan mereka. Jadi, sebelum saya lanjutkan, saya mau bilang terima kasih dan selamat untuk mbak Ashana yang sudah mau mendengar kebutuhan jiwanya untuk pulih dan tidak menunggu parah terlebih dahulu,” ucap Bu Kirana dengan lembut namun tegas.

    Ashana tersenyum lega. Apresiasi seperti ini jarang sekali ia dapatkan dari orang terdekat pertamanya, ibu kandungnya. Ashana lebih sering dipuji cantik pada momen tertentu, jarang dipuji pintar kecuali untuk hal yang benar-benar tidak bisa dilakukan oleh ibunya seperti menyetir. Jadi, apresiasi semacam ini seperti oase baginya.

    “Mbak Ashana, menjadi generasi sandwich memang menyebalkan. Dan, nggak ada salahnya, bahkan menurut saya harus, Mbak Ashana harus bisa menolak jika dimintai bantuan yang Mbak Ashana nggak bisa. Jangan memaksakan sesuatu yang Mbak Ashana nggak bisa dan malah membuat masalah baru. Mbak Ashana butuh support dari orang-orang terdekat Mbak Ashana.” 

    “Berat? iya. Tapi, terkadang kita nggak tahu kan respon seseorang itu persis seperti yang kita bayangkan atau nggak? Kalau ternyata benar, latih pikiran Mbak Ashana untuk berterima kasih ke tubuh dan pikiran Mbak Ashana karena telah memberikan warning, sehingga rasanya akan tidak terlalu nggak enak,” lanjut Bu Kirana.

    “Saran saya, jangan ke trigger sama Mama, ya. Takutnya nanti jadi timbul masalah baru. Nggak ada salahnya kok kita yang minta bantuan, nggak apa-apa kita nampak lemah, kita nggak harus terus-terusan menunjukkan ke orang lain kalau kita kuat dan bisa. Boleh banget kok kita ngomong kita butuh,” kata Bu Kirana.

    “Bu, kalau saya masih merasa marah gimana? Marahnya kayak yang gemes banget pengen keluar gitu,” tanya Ashana.

     

    “Belajar teknik relaksasi, ya. Saya rasa belum butuh obat, masih bisa ditangani kok dengan olah pikiran. Sesi minggu depan, kita belajar bareng ya kalau masih kesulitan,” jawab Bu Kirana.

    Ashana mengangguk dan mengakhiri sesinya hari ini. Ia keluar dari ruangan terasa lebih ringan. Yang ia herankan, ia sudah sering sekali curhat masalah yang sama ke suami dan teman terdekatnya, tapi belum pernah seringan ini rasanya. Padahal, mereka juga mendengarkan dan tidak menghakimi.

    Sebelum beranjak pulang, ia duduk dulu di salah satu kursi tunggu di depan poli. Ia melihat ada anak remaja perempuan memegang buku notes erat-erat, memandang lantai dengan kosong, sambil menggigit kukunya. Bahkan ia menggigit sambil sedikit menariknya. Ia duduk di sebelah wanita muda, nampaknya kakaknya, yang ikut menunggu sambil bermain ponsel sendiri. Anak itu kemudian menoleh ketika namanya dipanggil Bu Kirana, dan bergegas masuk ke dalam poli. Ashana berdoa dalam hati, semoga anak itu segera pulih.

     

     

    Kreator : Anindhita Rustiyan

    Bagikan ke

    Comment Closed: Konseling Pertama Ashana

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021