Dave berdiri di tepi jurang, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara mental. Proyek pembangunan puskesmas rawat inap dan perumahan tenaga kesehatan di pedalaman Papua semakin hari semakin mencekik. Ancaman dari kelompok separatis semakin nyata. Mereka tidak hanya meminta uang, tapi juga menyandera beberapa pekerja sebagai jaminan.
Istri Dave, seorang dokter yang bertugas di daerah itu, merasakan dampak langsung dari situasi ini. Ia melihat bagaimana masyarakat sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang layak. Namun, ia juga khawatir akan keselamatan suaminya dan para pekerja lainnya. Setiap hari, ia harus memberikan semangat kepada suaminya dan berusaha mencari solusi bersama.
“Dave, tong musti cari cara voor kaluar dari situasi ini. Manjo berdoa, semoga Tuhan bukakan jalan yang tong nda pernah sangka,” ujar istrinya dengan logat Manado dalam nada penuh kekhawatiran.
Dave mengangguk, matanya berkaca-kaca. Ia tahu istrinya benar. Ia juga tidak ingin menyerah begitu saja. Ia telah berjanji pada dirinya untuk menyelesaikan proyek ini bagaimanapun caranya.
Sementara itu, tekanan dari berbagai pihak semakin kuat. Tagihan-tagihan hutang menumpuk disana-sini, telepon tak henti berdering meminta pertanggung jawaban pembayaran. Pencairan dana proyek terhambat karena berbagai kepentingan. Dave merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang semakin kendur dan hampir lepas dari ikatannya.
“Pace, ko harus bayar uang permisi tu tempo,” desak seorang mandor. “Kalu tra, dong su ancam nyawa anak-anak buah ini.”
Dave terdiam. Ia tahu bahwa jika ia membayar uang tebusan, maka ia akan membuka pintu untuk permintaan-permintaan yang lebih besar lagi. Namun, ia juga tidak tega melihat para pekerjanya disandera.
Dalam situasi yang sulit ini, Dave semakin yakin bahwa ia harus tetap berpegang pada prinsipnya. Ia tidak akan membiarkan proyek ini ternodai oleh praktik-praktik kotor. Ia akan terus berupaya mencari solusi yang terbaik, meski harus menghadapi risiko yang besar.
Dave semakin dihadapkan pada dilema yang sulit. Di satu sisi, ia ingin menghentikan proyek ini untuk menghindari korban jiwa. Di sisi lain, ia tidak ingin mengecewakan masyarakat yang sangat membutuhkan fasilitas kesehatan yang baik di tempat terpencil ini.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, Dave percaya bahwa dengan kerja keras dan bantuan dari semua pihak yang koperatif, proyek ini akan berhasil diselesaikan.
Proyek pembangunan puskesmas akhirnya rampung walau dengan tertatih dan terseok parah. Tenggat waktu semakin menipis, dan tekanan dari berbagai pihak semakin kuat. Setelah melewati berbagai rintangan dan pertaruhan, bangunan megah itu berdiri kokoh di tengah kampung. Masyarakat pedalaman Papua menyambutnya dengan suka cita. Anak-anak bermain di halaman puskesmas, ibu-ibu hamil berbondong-bondong memeriksakan kandungan, dan para lansia mendapatkan perawatan yang layak.
Namun, di balik kebahagiaan itu, tersimpan luka mendalam. Beberapa pekerja menjadi korban penyanderaan berhari-hari namun berhasil dipulangkan dengan selamat dan Dave harus mengorbankan sebagian dari keuntungan proyek untuk membayar uang tebusan. Ia merasa bersalah, tetapi juga bangga karena telah berhasil menyelesaikan misi kemanusiaannya.
Dave menyadari bahwa pembangunan di Papua tidak hanya sekadar membangun fisik, tetapi juga membangun hati dan pikiran. Ia harus berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa konflik masih terus berlanjut, dan pembangunan yang telah dilakukan bisa saja hancur dalam sekejap saja.
“Proyek ini adalah bukti bahwa kita bisa membangun sesuatu yang baik di tengah situasi yang sulit,” kata Dave pada keluarga dan rekan-rekannya ketika mereka bersantap kasih bersama, bersyukur atas keselamatan yang dianugerahkan sang Pemilik kehidupan.
Dave memutuskan untuk tetap tinggal di Papua, melanjutkan msi kemanusiannya dalam balutan pembangunan. Ia merasa bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya proyek-proyek pembangunan lainnya, jika pemerintah pusat dan daerah masih mempercayakan proyek pembangunan lain untuk dikerjakan perusahaannya, adalah doa dan harapannya demi Papua yang makin maju, sejahtera dan benar-benar Merdeka dalam naungan NKRI.
(based on true story)
Kreator : Vidya D’CharV (dr. Olvina ML.L. Pangemanan, M.K.M.)
Comment Closed: Kontraktor Mimpi di Negeri Tanpa Peta Antara Prinsip dan Nyawa
Sorry, comment are closed for this post.