NASIBMU TAK SEINDAH NASIBKU
Pak Rian dan Bu Rian adalah pasangan suami istri yang sudah dikaruniai tiga orang anak. Mereka merantau meninggalkan kampung halamannya dan berdomisili di daerah lain. Sejak pengantin baru sampai mereka sudah berusia setengah baya mereka tetap berdomisili di luar daerah kelahirannya.

Mereka hanya sesekali sambang silaturahim kepada kedua orangtuanya. Dan mudik pada setiap hari raya idhul fitri. Tradisi mudik bagi mereka adalah event yang sangat membahagiakan. Walaupun dengan keadaan ekonomi yang serba sederhana mereka bisa melewati event mudik lebaran dengan gembira.
Suatu hari bu Rian mendapatkan kabar dari adiknya bahwa Bapaknya bu Rian sedang sakit dan opname di rumah sakit. Mendengar kabar yang tidak menyenangkan itu bu Rian mengajak suaminya untuk mudik. Dengan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil mereka mudik ke daerah asalnya.
Sudah menjadi kebiasaan mereka, setiap pulang kampung rumah pertama yang menjadi tujuan adalah rumah kedua orang tuanya pak Rian. Karena rumah kedua orangtua pak Rian lebih mudah dijangkau. Selain letak rumahnya di daerah dataran rendah rumahnya pun dekat jalan provinsi. Sedangkan rumah kedua orang tua bu Rian berada di desa terpencil di pegunungan yang sangat jauh dari perkotaan dan akses jalan menuju kesana sangat terjal dan menanjak tinggi sehingga perlu waktu yang lebih lama lagi dan cukup menguras energi. Kenyataan yang demikian membuat bu Rian legowo alias bisa menerima dengan rela.
Sesampai di rumah kedua orangtua pak Rian, mereka istirahat sejenak melepas lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Mereka bersama anak-anaknya sangat bergembira bisa berkumpul dengan keluarga. Apalagi saudara-saudaranya pak Rian rumahnya berdekatan sehingga mereka mudah untuk saling datang dan berkumpul bersama. Anak-anaknya pun sudah akrab dan mengeluarga. Ikatan kekeluargaan satu sama lain terasa erat.
Begitulah ketika pak Rian bersama bu Rian pergi ke rumah sakit untuk menjenguk bapaknya bu Rian, kedua anaknya yang pertama kelas 6 SD dan yang kedua kelas 3 SD ini ditinggal di rumah bersama kakek nenek dan saudara-saudaranya.
Pak Rian bersama istrinya naik sepeda motor menuju rumah sakit yang jaraknya dari rumah sekitar 30 km. Dengan mengendarai sepeda motor pinjaman mereka berangkat menyusuri jalan raya beriringan dengan bus dan pengguna jalan lainnya. Anak bungsunya yang masih usia sekitar 5 bulan ini diajak dan digendongnya menggunakan jarik gendong dan memakai selimut. Sehingga tampak terlihat ribet.
Sesampai di perempatan Jetis mereka berhenti. Pak Rian mampir pom bensin akan mengisi BBM. Sedangkan bu Rian menunggunya sambil berbelanja di pasar yang berada di pinggir jalan raya tersebut. Sambil menggendong anaknya yang dalam selimut dia asik memilih-milih segala macam sayuran dan buah-buahan yang masih segar. Dengan banyak macamnya sayuran dan harganya yang lebih murah dibandingkan dengan harga di daerah tempat tinggalnya. Bu Rian sangat senang dan seakan membeli macam-macam yang disukainya.
Karena sangat senangnya berbelanja, tak terasa sudah dapat beberapa kresek hasil belanjaannya. Namun, begitu melihat buah pisang yang menjadi kesukaannya bu Rian tak berpikir panjang lagi. Dia hanya berpikir nanti di rumah sakit mau ngasih pisang bapaknya yang sedang sakit. Siapa tahu bapaknya mau makan dan menjadi obat untuk kesembuhannya. Ditambah pula teringat masa kecilnya, di mana semasa kecil bapak dan keluarganya suka mengkonsumsi buah pisang. Karena bapaknya adalah petani yang rajin menanam pisang dan hampir setiap minggu ada buah yang matang dan siap dipanen.
Dibelinya pisang kesukaannya itu 2 cengkeh atau 2 sisir yang lumayan besar. Dibayangkannya nanti makan pisang dengan enak seperti enaknya di masa kecil. Diikatnya kedua sisir pisang itu lalu dibawa sendiri sembari menyangga anaknya dalam gendongan. Kemudian bu Rian berdiri di pinggir jalan menunggu suaminya yang belum kunjung datang. Diamatinya buah pisang yang terlihat segar dan memuaskan jika dimakan. Sambil terheran-heran dia dengan harganya yang sangat murah dibandingkan dengan harga di daerahnya.
Tak lama kemudian datanglah pak Rian yang telah selesai mengisi BBM. Begitu melihat belanjaan istrinya yang begitu banyak, pak Rian langsung emosi dan marah-marah. Dimarahinlah istrinya yang belanja banyak-banyak karena sedang menuju rumah sakit dan sulit membawanya juga.
Sudah repot nggendong anak pakai selimut pakai jarik, masih bawa tas, dan belanjaan yang dicantholkan di sepeda motor. Sambil nyantholin kresek ke motor pak Rian tak henti-hentinya ngomel. Dia terus mengomel sambil terlihat jengkel dan menahan emosi. Istrinya yang baru menyadari kesalahannya hanya diam seribu bahasa. Tak berani berkomentar apalagi menyampaikan argument. Sambil bergegas naik motor dengan mbriyutnya bawaannya dia diam saja mendengar omelan suaminya, karena dia sudah hafal jika suami ngomel dibiarkan saja nanti akan berhenti juga.
Dalam keadaan kurang enak hati mereka melanjutkan perjalanan. Dibawanya pisang dengan tangan kanan dan tangan kiri menyangga anaknya sambil memegang kresek yang sudah tidak muat dicantholkan di sepeda motor.
Kemudian mereka kembali menyusuri jalan raya melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan pak Rian terus ngomel marahin istrinya dengan perasaan jengkel. Setelah sekian jauh jarak ditempuh sang suami tak berhenti ngomelin istrinya, tiba-tiba bu Rian membuang kedua pisang yang dipegangnya. Tanpa basa basi langsung dilemparkan ke tepi jalan.
Spontan pak Rian menoleh melihat pisangnya dilempar ke pinggir jalan. Melihat pisang dibuang seketika itu pak Rian berhenti ngomel. Entah apa yang dipikirkan. Yang pasti pak Rian berhenti ngomelin istrinya, dan istrinya pun diam tanpa suara.
Entah apa yang ada dalam hati bu Rian. Dan entah apa pula yang ada di hati pak Rian. Mereka sama-sama diam seribu bahasa dan tetap terus melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian sampailah mereka di rumah sakit bertemu dengan bapaknya bu Rian dan saudara-saudaranya yang sedang menungguinya.
Pak Rian dan bu Rian bersikap tenang tanpa menunjukkan perubahan sikap telah terjadi sesuatu di perjalanan. Walaupun dalam hati bu Rian masih sangat hangat terngiang kejadian itu tapi ditutupinya perasaannya dengan bersikap yang wajar. Meski demikian perasaan bu Rian yang sedikit kacau masih tetap ingat akan pisangnya. Dan berkatalah dia dalam hati: “Wahai pisang, nasibmu tak seindah nasibku.”
##############################
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: Kumpulan Cerita Unik Part 9
Sorry, comment are closed for this post.