Tara sedang membaca sebuah buku ketika terhenyak dan berkata sambil menunjukkan sebuah gambar.
“Eh, liat gambar ini! Di otak cowok, area ‘SEX’ sama ‘SPORT’ kayaknya udah mengambil alih semua tempat. Makanya, kalau ada yang nanya kenapa mereka kadang clueless soal emosi, ya jelas—remote control-nya lagi ngambek!”
“Bener banget! Kayaknya ‘Remote Control Centre’-nya lagi cuti panjang, makanya tombol pause sama stop kayaknya udah pensiun.” Ravi memberi komentar.
Sofia yang tertarik pada porsi yang terkecil, berkata, “Nah, apalagi kalo alasan yang dipakai cuma ‘LAME EXCUSES’ alias alasan yang lemah. Nggak heran ya, kenapa drama hidup mereka makin sering diputar ulang!”
“Gen Z harusnya mulai belajar, nih, cara pakai ‘remote‘ mereka buat setting moral sendiri. Biar nggak stuck di channel ‘SEX’ doang!” ujar Raka sembari menggunakan nada tinggi.
“Kalau gitu, kapan mau upgrade? Pasti seru kalau bisa besarin bagian ‘empati’-nya! Siapa tahu, bisa ganti drama jadi komedi!” Tara membalas Raka.
“Setuju! Di era modern ini, remote kontrol diri kita seharusnya full HD! Biar sinyal moral nggak buffering terus!” lanjut Ravi dengan penuh semangat.
Tara yang masih tak habis pikir, rupanya masih belum puas hingga terus berkata,“Ya ampun, di otak cowok, ‘SPORT’ sama ‘SEX’ dapet lahan luas banget! Nggak heran, deh, kontrol diri mereka sering kelupaan.”
“Haha, sepertinya bagian ‘LAME EXCUSES’ siap sedia backup untuk semua alasan. Jadi, kalau ketahuan, tinggal bilang, ‘Sorry, remote-nya error, nih!’” Ravi berkomentar dengan sedikit sindiran.
Sofia yang memang sudah menaruh perhatian sejak awal, membalas dengan cerdas, “Makanya, Gen Z, kita semua butuh upgrade sistem, bukan cuma cowok. Ayo tambah fitur ‘Empati Plus’ supaya kita nggak asal nyalahin sistem di otak!’”
“Benar tuh! Moral kita bukan bisa diaktifin cuma dengan tombol remote. Butuh pengaturan manual dan… update mindset juga!” ujar Raka menambahkan ulasan cerdasnya.
Tara yang tetap penasaran nyeletuk, “Kapan ya, ada remote internal? Tapi buat sekarang, kontrol diri itu investasi jangka panjang, lho! By the way, aku masih penasaran, kok otak cowok kayaknya punya slot khusus buat ‘SPORT’ sama ‘SEX’ ya? Tombol ‘Empati’nya itu kayaknya nyasar di antara banyak channel gitu loh.”
“Haha, makanya, bagian ‘TV Remote Control Centre’ itu jarang berfungsi! Apalagi kalau tombol pausenya error pas ngeliat cewek cakep!” sahut Ravi.
“Yup, tinggal pencet ‘LAME EXCUSES,’ terus bilang, ‘Aduh, lagi ngelamun!’ Kayak fitur autopilot yang sering disalahgunakan. Ya kan?” Sofia menambahkan.
“Makanya, Gen Z harus upgrade ‘firmware‘ otaknya! Fokus, dong! Jangan cuma jaga area ‘SEX’ terus!” jawab Raka.
“Yah, kalo bisa install plugin ‘Empati dan Tanggung Jawab,’ jadi pas sekali waktu sinyal ‘akal sehat’ lagi hilang, masih tetap ada notifikasi reminder moral yang muncul,” sahut Tara.
“Kalau gini terus, sepertinya kita butuh tech support buat otak juga, deh. Bayangin: ‘Halo, bagian empati saya lemot, gimana cara reset?’“ Ravi berkelakar.
Sofia pun menjadi teringat sesuatu, “Pakai metode kekinian, dong—self–upgrade! Jadi, pas semua bagian bisa bekerja bareng, enggak ada lagi alasan error karena remote-nya lagi ‘hilang sinyal!’“
Tara ikut berkomentar, “Bener! Kadang aku mikir, apa di otak cowok itu ada mode ‘silent’ untuk emosi? Jadi, ketika mereka harus merespons, ya udah, semua suara jadi statis!”
“Haha, kayaknya mode ‘silent’ itu aktif tiap kali mereka dihadapkan sama situasi yang butuh empati! Cuma bedanya ada bunyi ‘beep beep’ yang mengganggu!” balas Ravi.
“Iya, atau mereka udah keburu ‘low battery’! Makanya, pas kita butuh support, eh, sinyalnya tiba-tiba hilang. Tinggal tersisa ‘LAME EXCUSES’ yang siap keluar!” sambung Sofia.
“Gila! Kalau diibaratkan aplikasi, cowok tuh kayak yang jarang update! Sampai-sampai fitur-fitur penting kayak ‘keterampilan komunikasi’ aja jadi rusak.” ujar Raka lagi.
“Satu lagi. Kenapa ya, bagian ‘komitmen’ di otak mereka sering kali berfungsi kayak trial version? Begitu ada warning, langsung di-uninstall!” lanjut Tara.
“Haha! Harusnya ada warning di layar: Peringatan: Hati-hati! Area ini belum teruji! Supaya kita semua tahu, biar jangan terlalu berharap.” sambung Ravi.
“Nah, Gen Z, kita perlu adopsi sistem ‘peer review’! Jadi, sebelum ngajak ngobrol, kita bisa kasih rating: ‘Keterampilan empati: 2 dari 5 bintang!’” ujar Sofia.
Raka langsung merespon sambil berujar kocak, “Setuju! Dan setiap kali mereka gagal, kita bisa kasih feedback langsung: ‘Silahkan perbaiki di versi selanjutnya!’ Biar mereka tahu kita serius!”
“Atau kita bisa bikin grup support: ‘Cowok 101: Menjalani Kehidupan dengan Sinyal Empati!’ Mungkin di sana bisa belajar cara reset!” Tara menyela.
“Wah, bisa jadi tren baru nih! Setiap pertemuan ada sesi sharing, ‘Kapan terakhir kali kamu mendengarkan tanpa menginterupsi?’” ujar Ravi.
“Iya! Plus, di akhir sesi, kita bisa kasih mereka sertifikat: ‘Lulus Keterampilan Emosi Dasar!’ Biar ada motivasi!” sambut Sofia sambil tersenyum.
“Dan jangan lupa, kita perlu fitur ‘emoji response’! Jadi, saat mereka bingung, bisa pakai emoji untuk menunjukkan perasaan—daripada diem aja!” tambah Raka.
“Bener, tuh! Emoji jadi bahasa universal, bro! ‘Senyum’ berarti ‘aku mendukung,’ sedangkan ‘air mata’ berarti ‘aku butuh bantuan!’” kata Tara.
Ravi menimpali,“Haha, atau ‘gembira’ berarti ‘aku tertarik,’ dan ‘kucing tidur’ berarti ‘aku butuh me-time.’ Gak ada lagi miscommunication!”
Tara menjawab, “Setuju! Kita harus mulai belajar memanfaatkan ‘fitur baru’ di otak kita. Biar bisa multitasking, kayak nonton Netflix sambil ngoding!”
“Tapi jangan lupa, ya. Semua ini butuh usaha! Kayak berolahraga, kita harus rutin latihan agar otak kita nggak berkarat!” Ravi mengingatkan.
“Betul! Kayak ‘workout’ untuk pikiran. Semakin sering kita latih, semakin kuat sinyal empati kita. Nggak mau kan otak kita jadi ‘sluggish’ kayak modem lama?” tanya Sofia.
“Haha, benar! Siapa tahu, bisa jadi influencer emosi, kayak ‘Dr. Phil’ versi Gen Z. Kelas virtual, ‘Masterclass dalam Berempati!’” Raka menjelaskan harapannya.
“Dan jangan lupa sesi tanya jawab: ‘Apa yang kamu rasakan saat dia bilang ‘aku lagi sibuk’?’ Biar mereka bisa berbagi pengalaman dengan luwes!” Tara tak mau kalah memberi penjelasan balasan.
“Jadi, Gen Z, saatnya kita ambil kendali! Upgrade ‘remote’ kita, fokus ke fitur ‘Empati Plus’, dan hapus semua ‘LAME EXCUSES’ dari sistem!” Ravi menyimpulkan.
“Kita bisa jadi pelopor perubahan! Dengan setiap langkah kecil, kita bikin dunia ini jadi tempat yang lebih baik untuk semua orang—tanpa error dan tanpa alasan!” ucap Sofia memotivasi.
“Kita harus mulai dari diri sendiri. Gak ada lagi ‘buffering’ saat berkomunikasi. Mari kita sambut era baru dengan penuh kejelasan dan keceriaan!” Raka berkata lagi.
“Jadi, apakah kalian siap untuk upgrade? Saatnya meretas jalur menuju hubungan yang lebih sehat dan empati yang lebih tinggi! Let’s go, Gen Z!” ajak Tara bersemangat.
“Ingat ya, jika ada yang bilang, ‘Itu di luar kendali,’ cukup jawab, ‘Kendalikan remote kamu sendiri!’ Biar nggak ada lagi alasan untuk sembunyi!” tegas Ravi.
“Nah, kalau gitu, mari kita tutup dengan semangat! Tiga, dua, satu… Upgrade time! Let’s make empathy the new trend!” Sofia menuntaskan percakapan.
Pesan Moral:
Wahai Gen Z, di dunia yang semakin kompleks ini, penting bagi kita untuk meng-upgrade ‘firmware’ otak kita agar tidak hanya terjebak dalam mode ‘SPORT’ dan ‘SEX.’ Kita harus berani membuka pikiran dan memperluas saluran komunikasi dengan ‘fitur-fitur’ baru seperti empati, tanggung jawab, dan keterampilan berkomunikasi yang lebih baik.
Ingat, mengandalkan ‘LAME EXCUSES’ atau menggunakan alasan yang lemah, bukanlah solusi. Justru, saat kita berlatih dan membiasakan diri mendengarkan dan memahami satu sama lain, kita menciptakan hubungan yang lebih sehat dan harmonis.
Dalam setiap interaksi, pastikan remote control kita berfungsi dengan baik—agar tidak ada lagi kasus sinyal hilang, dengan demikian semua orang akan merasa dihargai.
Jadi, tingkatkan kesadaran, hapus alasan, dan jadikan empati sebagai tren baru yang tak lekang oleh waktu! Saatnya Gen Z untuk menjadi pionir perubahan positif, karena hidup ini bukan sekadar permainan—ini adalah perjalanan bersama yang penuh makna!”
Kreator : Adwanthi
Comment Closed: LAME EXCUSES
Sorry, comment are closed for this post.