KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Lelaki yang Tak Perlu Ditangisi

    Lelaki yang Tak Perlu Ditangisi

    BY 08 Des 2022 Dilihat: 234 kali

    Penulis : Dhien Novita Sani (Member KMO Alineaku)

    Aqila berjalan tergesa di gang sempit  menuju kostnya, melewati rumah rumah yang berdempetan, setelah  itu melewati Mushola dan makam di kiri jalan.
    Gang sempit itu  setiap hari di lewati Aqila saat pulang dan pergi dari kos ke  ke kampus. Saat berjalan sesekali Aqila terpaksa berhenti jika ada suara motor, khawatir ke senggol jika motor melaju kencang.  Jika  motor yang bertemu lain arah, salah satu harus mengalah, berhenti dan sedikit memiringkan motor untuk memberi jalan pada motor yang lewat duluan.

    Bermacam alasan Aqila  dan sepupunya Farah memilih kost di gak sempit itu. Pertama selain dekat dengan kampus, harganya terjangkau. Selanjutnya kamarnya cukup luas untuk mereka berdua dan terakhir teman kost nya asik dan jumlah mereka tidak banyak.
    Aqila terus berjalan, ingin segera sampai kos, lalu mengguyur kepala nya yang dari tadi terus berdentang dan dadanya yang terasa sakit.
    Sampai kost, Aqila bukannya mandi seperti yang direncanakan nya, dia buru buru membuka kunci kamarnya, membuang tas nya sembarangan dan langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur, tengkurap dan  membenamkan kepalanya ke bantal, Aqila meraung.

    Tadi di kampus, Aqila bertemu dengan bang Frans, mereka berpapasan di tangga, Aqila turun dari lantai dua tempat kelasnya berada. Hari ini  hanya satu mata kuliah, jam berikutnya dosen berhalangan hadir dan ada tugas yang ditinggalkan. Aqila berencana mengerjakan tugasnya  di perpustakaan saja, suasana lebih tenang kalau jam begini.

    Bang Frans naik ke tangga,  mereka bertemu di tengah -tengah, tidak ada siapa siapa disana, tapi mereka saling tak menyapa, Aqila gugup dan  menunduk, sementara bang Frans dengan gayanya yang santai naik sambil memainkan sesuatu di tangannya, seperti kunci mobil dan tidak melihatnya sama sekali. 

    Bukan main kagetnya gadis itu bertemu bang Frans di kampus, ngapain dia ke kampus? kan sudah wisuda? Aqila bertanya dalam hati. Sebenarnya bukan masalah kenapa bang Frans ke kampus walaupun sudah wisuda, karena iapapun tidak dilarang datang ke kampus, karena pasti ada alasannya.

    Masalahnya adalah kenapa bang Frans tidak menyapa?. Aqila  jelas melihatnya, memakai kaos hitam, celana levis dan sepatu kets putih, penampilan khasnya, tapi dia seolah olah tidak melihatnya. Aqila tak habis pikir,  apakah dia  hantu sampai bang Frans  tidak melihatnya?
    Apa karena fokus  mempermainkan kunci mobil sampai tak menyadari kehadiranku?, kepala Aqila berdenyut. Tadi mereka sempat beradu tatap,walau sepersekian detik, Aqila jelas melihat bang Frans , mata tajam itu pun melihatnya.
    “Tapi kenapa dia tak menyapa?” Aqila terus bertanya, dadanya mulai sesak.

    Aqila berharap bang Frans yang menyapa duluan dan menjelaskan kenapa selama ini seperti menghindar atau menghilang? atau ada sesuatu yang ingin disampaikan, apalagi mereka sudah bertemu, yang bagi Aqila sangat mengejutkan.  Selama ini mereka jarang bertemu di kampus, bang Frans lebih suka mendatanginya ke kost dan ngobrol dengan penghuni kost lainnya, Begitu cepat perubahan sikap bang Frans sejak mereka tidak lagi bersama, tak ada salam perpisahan, tak ada pesan apapun, semuanya berakhir begitu saja, seperti tidak terjadi apa-apa, padahal hubungan mereka sudah berjalan hampir satu tahun.

    Aqila mengangkat kepalanya dari bantal yang basah, lalu mengusap matanya yang banjir, menarik napas, mencari udara agar dadanya terisi oksigen.
    Aqila mengambil posisi duduk bersila sambil  memeluk bantal, menyandarkan kepalanya ke dinding dan kembali sesegukan, dia terus memikirkan pertemuan tak terduga dan menyakitkan tersebut.
    “Assalamualaikum, anybody home?” suara cempreng khas Farah terdengar di luar, kalimat yang selalu diucapkan ketika masuk ke rumah, ada atau tidak ada orang.
    ‘Walaikumsalam” teriak Lili dari dalam, matanya fokus menonton televisi sambil rebahan, karena tahu siapa yang datang tanpa melihat nya,

    Farah langsung menuju ke ruang keluarga yang cukup luas. Ruang itu merangkap ruang pertemuan anak kost, ada televisi lengkap dengan karpet untuk rebahan, ada  meja makan besar yang  kadang suka digunakan untuk tempat ngobrol dan  belajar bersama menjelang ujian, ada dapur serta dua kamar mandi .
    “Tumben pulang cepat, biasanya keluyuran” komentar Lili sambil matanya melirik jam dinding. 

     Lili penguasa karpet dan televisi, jika tak ada kuliah, Lili betah seharian tiduran di depan televisi. Farah melewatinya dan langsung menuju kamar mandi.
    “Lagi bokek” katanya sebelum menutup pintu kamar mandi.

    “Bokek apa boker?” sahut Lili asal. Tak lama Farah keluar dari kamar mandi sambil mengusap perutnya.

     “Legaa..” katanya sambil tersenyum lega.

     “Tuh sodara lu dikamar, kayaknya lagi galau berat” Lili bersuara sambil mengarahkan kepalanya ke kamar, wajah Farah langsung berkerut.
    “Napa dia?”
    Lili menggeleng kepalanya, lalu mulai iseng memainkan remote televisi, bolak balik mengganti channel sambil menggerutu, kebiasaan itu suka membuat gaduh warga kost, tapi dia tak perduli, orang nya cuek parah.

    Farah berjalan menuju kamar bertulis no 2, pintu tertutup tapi tidak dikunci, berarti ada orang didalam. Sekali dorong pintu kamar terbuka, dan melihat Aqila duduk bersandar diatas tempat tidurnya dan memejamkan mata, sesekali terdengar helaan napas .
    “Qila..” panggil Farah pelan sambil memegang kening Farah yang dingin
    “Kamu kenapa?” tanyanya lagi.
    Aqila diam saja, malah merubah posisinya jadi rebahan, badannya miring ke dinding, tidak menghiraukan pertanyaan Farah.

    Merasa tidak di jawab, Farah berjalan menuju lemari dan mengganti pakaiannya dengan baju dinas rumah, dasteran kaos biru motif kembang kecil diatas lutut yang memperlihatkan kulitnya yang putih.
    Farah menghampiri Aqila lagi, duduk dipinggir tempat tidur,  mencoba membalikkan badannya, reaksi Aqila  menolak, dia keukeuh pada posisinya dan seperti nya tidak ingin diganggu.
    “Kalau udahan galaunya nya, kita  ngobrol ya ?”, Farah bangkit, berjalan keluar kamar dan bergabung dengan Lili di dapur, tak lama terdengar suara Farah ngomelin Lili, itu pasti soal remote.

    Aqila akhirnya tertidur, di antara desahan napas nya,  masih terdengar suara sesenggukan, hatinya sangat rapuh.  Jam tiga siang Aqila terbangun dan melihat  pakaiannya masih sama saat berangkat tadi pagi ke kampus. Perlahan Aqila bangkit dan berjalan keluar kamar dengan sedikit terhuyung, sakit kepala karena menangis dan perut yang lapar.
    Aqila menuju ke ruang keluarga, dilihatnya Lili dan Farah  sedang tertidur di depan televisi yang masih menyala. Farah  tidur miring dan Lili tidur terlentang, di tangan  kanan Lili terselip remote televisi. Aqila sedikit tersenyum, lalu masuk ke kamar mandi, dia ingin mengguyur seluruh badannya, mendingan kan hati dan kepalanya

    Saat malam tiba, Aqila  dan Farah sudah berada di tempat tidur mereka masing masing.
    “Bang Frans tadi ke kampus, aku ketemu dia, di tangga lantai dua, aku turun dia mau naik” kata pertama Aqila saat Farah  mulai menanyakan alasan dia galau tadi siang.
    Aqila duduk di atas tempat tidurnya sambil memeluk bantal, sementara Farah  rebahan di kasur nya.
    ” Masalahnya dengan tangga apa?” tanya Farah sambil terus mengorek telinga kanannya, dengan ekspresi mata merem melek.
    Aqila paling sebel kalau ngobrol dengan Farah sambil mengorek telinga, omongannya suka ngelantur, seperti orang berhalusinasi.
    Aqila diam sambil cemberut.
    “Terus bang Frans bilang apa? ” tanya Farah ketika diliriknya Aqila sedang menarik narik ujung bantal dengan kesel.
    “Justru itu, Bang Frans diam saja, naik terus tanpa melihat ku, jangankan nanya, noleh juga tidak” suaranya mulai serak, tanda tanda mulai menangis.

    Farah langsung duduk dan segera membuang cotton bud ke tempat sampah di dekat meja belajar mereka.
    “Kalau mau cerita jangan pake nangis, tuh aku udah buang  “teman telinga ku”  kata Farah serius .
    Aqila mengangguk kecil dan menghapus ujung mata dengan telapak tangannya.
    “Aku sedih Far,,, kog bang Frans cepat berubah, kami bahkan tidak pernah ngobrolin hubungan kami apakah masih lanjut atau tidak”  Aqila menahan suaranya, dia takut Farah marah kalau sampai dia menangis.

    Sepupunya itu hanya diam dan membiarkan gadis yang lagi sedih itu  mengeluarkan uneg uneg nya. Farah tipe pendengar setia, dia sanggup mendengarkan keluh kesah temannya, tapi dengan syarat jangan menangis, harus kuat tanpa air mata menceritakan apa saja yang sesak di dada.
    ” Sudah hampir dua bulan kami tidak ketemu, Bang Frans tak pernah memberi kabar, kamu liat sendiri kan dia tidak pernah lagi datang kerumah ini?”  Aqila seperti meyakinkan Farah

    Gadis berkulit putih itu hanya mengangguk, lalu  menatap Aqila
    “Katamu kerja ke luar kota dan sibuk dengan skripsinya “
    Aqila tertunduk kembali, dia selalu mengatakan itu kepada teman teman kost jika mereka menanyakan bang Frans.
    Padahal dia  pun tidak tau kemana pergi pacarnya itu. semua akses kontak ke dia terputus, sampai bang Frans wisuda satu bulan yang lalu. Aqila tidak tau jika bukan teman satu kampusnya yang menyampaikan, hatinya sedih bukan main.

    Aqila sebenarnya bukan menyesali perpisahan dengan bang Frans. Dia  pun merasa sudah tidak ada kecocokan diantara mereka. Bang Frans tak pernah tegas jika Aqila  mengadu soal mantan pacarnya  yang suka menyindirnya di depan umum, suka cekikan dengan teman-temannya jika lewat kelas mereka

     Sudah berapa kali kali Aqila menanyakan, mereka sudah putus apa belum? karena kak Irma, yang katanya mantan pacarnya bang Frans suka menuduhnya menikung pacar orang.
    Gadis pendiam itu  tidak suka kalau dianggap mengambil pacar orang, toh yang duluan mengejar dia bang Frans, sampai meminta bantuan teman temannya untuk bisa mendapatkan Aqila.
    Mereka terus  meyakinkan Aqila kalau bang Frans  pantas jadi pacarnya dan tentu saja dengan catatan sudah putus dengan Irma, malah ada teman bang Frans yang lain  mengatakan kalau Irma yang mengejar Frans, dan mereka tak pernah pacaran .

    Kini, semua hancur tanpa sebab, tidak ada kabar, tidak ada kontak  dan semua menguap begitu saja, Aqila tidak tau alasan  apa bang Frans tiba tiba menghilang, Aqila  sudah lelah dan tidak lagi menunggu bang Frans datang ke kost, apalagi mencari info sana sini, perlahan lahan dia mulai melupakan lelaki itu. Aqila mulai terbiasa sendiri selama dua  bulan  tanpa memikirkan bang Frans, sampai tadi mereka berjumpa ditangga lantai dua kampus. Gadis itu  marah pada dirinya sendiri, kenapa harus menangis, apalagi tadi mereka tidak saling menyapa, seolah olah tidak saling kenal.
    “Sebenarnya aku sudah mulai melupakan dia, tapi tadi sikapnya buat aku sedih Far.., kog bang Frans sadis begitu, menyesal aku pernah dekat dengan dia, lelaki pengecut, tidak berperasaan,” cerocos gadis itu gregetan.

    Farah tersenyum, senang kalau sepupu manisnya itu  sudah mulai mengeluarkan uneg-unegnya. sebenarnya dia berkata untuk memperingatkan dirinya sendiri, kalau bang Frans tidak pantas untuknya.
    “So..masih mau nangisin bang Frans lagi?   capek kan? ” tanya Farah setelah lama diam,
    Aqila menatapnya  dan menggeleng pelan

    ”Yakin?” ulang Farah

    Aqila mengangguk berulang-ulang, seperti meyakinkan dirinya.

    ”Janji gak nangis?” ledek Farah sambil tersenyum.
    “Kalau begitu, jangan ada air mata lagi untuk si pengecut itu, mending kamu mulai membuka diri lagi, biar gak karatan jomblonya, lupakan lelaki itu , dia tak pantas untuk di ratapi ” saran Farah.


    ” Kamu harus kuat, capek nangis terus, masih banyak  cowok berserakan di kampus, bang Frans  tipe produk gagal, harus nya di buang”  sambung Farah lagi sambil bangkit dan memegang perutnya, lalu buru-buru  keluar dari kamar

    Sepertinya sepupu Aqila itu lagi sakit perut, dari tadi sudah berapa kali ke kamar mandi, susah dibilangin kalau makan bakso, ngambil sambal  kayak orang kalap, kasian si abang bakso, sambalnya suka tinggal setengah kalau berhenti di depan kost.
    Balik ke kamar, Farah melihat Aqila sudah  duduk di meja belajarnya, sedang menulis sesuatu.

     Berarti aman batin Farah berjalan menuju kasurnya dan langsung merebahkan diri, perutnya sudah mulai aman, hari ini sudah  tiga kali dia mondar mandir ke kamar mandi, makan bakso super pedas kemaren malam bikin perutnya berantakan.

    Tiba tiba Farah teringat sesuatu, dia kembali duduk dan melihat ke arah Aqila
    “Qila, tadi ada cowok nitip salam, katanya dari…” kening Farah berkerut mengingat sesuatu .
    “Siapa tadi ya…Heru apa Heri, siapa ya?, oh iya Herdi, katanya teman kamu satu fakultas, sekelas malah” kata Farah sedikit berteriak pada Aqila. Dia berhasil mengingat nama seseorang, hal yang selama ini menjadi kekurangannya, 

    Aqila berhenti menulis, kepalanya menoleh ke Farah
    “Herdi?? gak kenal” geleng Aqila setelah berpikir sejenak, mukanya masih sembab, tapi kalau dia sudah mulai buka buku dan menulis, moodnya sudah baik.
    “Lah gimana sih, katanya kamu kenal, kalian suka ngobrol di perpustakaan, itu loh yang wartawan, yang suka pake rompi” suara Farah meyakinkan

    Aqila meletakkan pulpennya dan mengusap wajahnya.
    “Ngobrol di perpustakaan? kapan?” Aqila kembali  mengingat ngingat siapa cowok yang pernah  ngobrol dengannya di perpustakaan.
    “Far..mana ada orang yang boleh ngobrol di perpustakaan, ada juga yang suka nanyain judul buku ….” suara Aqila terputus, dia teringat sesuatu.
    “Pake rompi? rambut keriting awut awutan itu?” tatap Aqila  ke Farah seperti bertanya.
    “Yups ” angguk Farah sambil menunjukkan jempol dan telunjukknya bersamaan dan kembali rebahan.
    Aqila kembali menekuni bukunya sambil berpikir.
    Teman sekelas?,tapi gak pernah lihat,, dia juga gak bilang kalau kami sekelas, gelengnya. Gadis itu ingat ada cowok yang menanyakan beberapa judul buku padanya,dua atau tiga kali dia bertanya, tapi mereka tak pernah ngobrol lama, karena Aqila langsung pergi setelah menunjukkan rak tempat buku pada cowok berompi itu. 

    Aqila melihat jam kecil diatas meja belajarnya, lalu menutup buku dan naik ketempat tidur. Aqila lelah hampir setengah hari menangis, dia memejamkan matanya yang mulai berat.
    Malam ini Aqila tidur dengan lelap, melupakan semua kenangan tentang bang Frans, hatinya kini mantap untuk melupakan kekasih yang tak pernah membuat dia bahagia.

    Gadis itu sadar, sekuat apapun dia berusaha meyakinkan hatinya bahwa lelaki itu masih mencintainya,Aqila sudah membuang semua harapan, hari ini semua sudah jelas, lelaki itu sudah tidak mencintainya lagi dan dia tidak mau meminta penjelasan apapun, lembaran cintanya dengan lelaki itu sudah di tutupnya rapat-rapat.

    Tidur nya mendengkur, capek seharian menangisi orang yang tak pantas dicintai.
    Besok di kampus, Aqila berencana mencari tahu siapa Herdi yang mengaku pada sepupunya itu kalau mereka teman sekelas. Sementara Farah, masih mondar mandir ke kamar mandi, perutnya masih mules. Dia sudah bersumpah tak akan  menegur abang bakso jika besok lewat kost mereka.


    “Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”

    Bagikan ke

    Comment Closed: Lelaki yang Tak Perlu Ditangisi

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021