KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Level Up di Era Digital Ribet

    Level Up di Era Digital Ribet

    BY 16 Okt 2024 Dilihat: 100 kali
    Level Up di Era Digital Ribet_alineaku

    ”Kasihan banget si Adit. Dari kecil udah digasak mentalnya sama si Musang. Nggak heran kalau dia akhirnya pergi.”

    Ardo mengepalkan tangannya,”Si Musang itu nggak ngerti kalau setiap orang punya potensi yang berbeda. Dia cuma mau anaknya jadi seperti dia, padahal anaknya punya potensinya sendiri, punya mimpinya sendiri.”

    Edison tertawa sinis,”Makanya sekarang dia nyesel. Anaknya sudah sukses, dia malah jadi orang buangan. Ngak ada yang ngurus. Kalaupun ada yang rajin nengokin, itu cuma dalih silaturahmi doang, padahal ngincer duitnya aja! Ngak tulus kayak Adit!”

    Moses yang bersahabat lama dengan Adit membela sahabatnya, seraya menggeleng-gelengkan kepala ia menumpahkan kekesalannya,”Ini yang namanya karma. Dia pernah jahatin kamu, dia jauhkan kamu dari ayah kandung kamu selama lebih dari tiga puluh tahun, dia jejali pikiran kamu dengan ajaran-ajaran kebencian agar kamu benci bapak kamu, dia tipu kamu dengan bilang bahwa  bapak kamu ngak peduli kamu, dia tuduh bapak kamu selingkuh padahal selama lima tahun awal perceraian, bapak kamu terus mencari kamu tapi ibumu menghalangi dan bapak kamu ternyata tidak pernah selingkuh, bertemu perempuan pun tidak pernah, bapakmu baru memutuskan untuk membangun rumah tangga lagi setelah lima tahun berlalu, dia baru ketemu perempuan, itupun karena dijodohkan, bukan atas kehendak hasrat bapakmu sendiri. Ibumu bilang sama kamu bahkan bapak tidak pernah memberi apa-apa untuk kamu padahal bapak kamu rutin memberikan barang-barang kebutuhan kamu dengan cara menitipkannya ke saudara ibu kamu tapi dia tidak pernah membiarkan kamu tahu, ibumu membuang barang-barang itu, barang-barang yang telah diperoleh dengan kerja keras bapak kamu dengan penuh kasih sayang dan cinta. Sekarang kamu tahu sendiri kan? Ibumu lah penjahat yang sebenarnya. Sebaiknya, figur ayah yang digambarkan jahat dan tidak bertanggung jawab ternyata sosok ayah yang mulia dan berani mengambil keputusan yang benar demi keluarganya tanpa melakukan kebohongan dan tipuan. Kamu masih ingat waktu ibu kamu bilang bahwa bapak sebetulnya tidak pernah menceritakan ibu bahkan bertengkar pun tidak pernah, yang sebenarnya terjadi adalah ibumu membayar pengacara untuk membuat surat cerai agar ibumu tidak hidup miskin lagi bersama ayahmu. Hebat ya siasat picik ibumu? Ibumu lebih memilih hidup di bawah ketiak kakek-nenekmu daripada berkomitmen hidup mandiri tanpa mengemis kepada orangtua. Sombong sekali dia. Dia menganggap keluarga baru ayahmu itu rendah, dia belum tahu hasilnya sekarang bahwa keluarga ayahmu sudah umroh semua, adikmu ada yang S3 beasiswa karena punya otak, adikmu yang lain sudah jadi pengusaha konveksi ternama di kota ini, adikmu yang satu lagi sudah sukses jadi dosen. Ibumu tidak tahu itu sama sekali, kalaupun tahu pastinya dia tak akan perduli sama seperti ketika dia kamu beri kabar bahwa ayah telah meninggal karena kanker liver stadium empat, eh dia malah tersenyum. Iblis bukan kelakuan seperti itu? Padahal dia rajin gembar-gembor soal berbuat baik dengan pikiran, ucapan dan perbuatan tapi dari sikapnya tak ada yang layak dicontoh sama sekali. Ibumu tidak tahu kalau kamu sangat dicintai dan diperlakukan baik oleh ibu sambung dan adik-adikmu. Dia selalu menggenggam pikiran buruk bahwa istri ayahmu itu orang yang jahat dan sebagainya, pikirannya sama seperti pikiran terhadap ayahmu dulu. Dia sinis, Dit. Dia iri kalau kamu maju. Dia merasa sangat dipermalukan kalau kamu lebih pintar dan lebih baik daripada dirinya. Atau memang benar, ibumu masih menyimpan dendam terhadap ayahmu karena merasa pernah dibuat blangsak hidupnya setelah menikah dan dia melihat sosok ayahmu di dalam karakter diri kamu, jadi kamu ikut dibenci dan jadi samsak hidup dia, jadi pelampiasan keberingasannya setiap kali ibumu menemukan masalah hidup dimanapun dan kapanpun, dengan alasan apapun kamu selalu jadi satu-satunya orang yang menurutnya paling pantas dipersalahkan. Betul atau betul, Dit? Sekarang terbukti sudah, semua berbalik ke dirinya sendiri. Si Musang tua itu gelagapan kan sekarang, cari orang buat nemenin dia hidup. Dia ketakutan. Dia takut tua sengsara. Waktu masih ada si Adit di sisinya yang patuh sama semua keinginan dia, dia malah muji-muji dan membangga-banggakan anak-anak si pejabat kabupaten korup itu. Dasar ngak tahu diri, ngak pernah bersyukur! Orangtua durhaka! Loser!”

    Ardo menepuk pundak Adit,”Tenang aja, Dit. Kamu udah buktiin kalau kamu bisa sukses dengan caramu sendiri. Sekarang liat, dia, si egois itu melarat, Dit!” 

    Edison menambahkan,”Kita semua di sini mendukung kamu. Jangan bergaul dengan dia lagi, Dit. Aku ngak setuju kamu bergaul lagi dengan orang yang tidak bijaksana seperti dia. Dia bukan orang yang bijaksana, Dit. Dia ngak bisa ‘JA’ga’MU’lutnya! Dia sama sekali ngak pantas jadi panutan! Salah besar kalau kamu sampai jadikan dia panutan hidupmu! Utamakan anakmu! Kasihan nanti anak kamu kalau sampai punya panutan yang kualitasnya kacang seperti itu.”

    “Sekarang kamu gimana? Sudah mulai merasa lebih baik?” tanya Ardo mengurangi ketegangan.

    Adit sambil tersenyum kecil,”Jujur saja, awalnya sangat berat, terutama waktu liburan itu. Aku sengaja mempercayakan anakku bersama ibuku dan tanteku di rumah itu, atas permintaan mereka, untuk menikmati liburan bersama jalan-jalan ke mall. Semua tidak berjalan lancar karena sepulang dari mall, anakku menghubungi aku yang sedang beribadah saat itu, dia menangis pengen dijemput pulang, dia tidak nyaman dengan perlakuan neneknya yang memaksa dan menekan. Tanteku bahkan tidak bisa mengimbanginya. Anakku tidak mau masuk ke dalam rumah, dia memilih menungguku di teras pintu depan. Ketika aku jemput, aku melihat ketakutan di mata anak aku dan aku kembali mengingat posisi aku dahulu kala waktu masih bersama ibuku. Pikiranku membaca kemungkinan ibuku akan melakukan hal buruk serupa terhadap anakku. Sejak itu aku berani ambil tindakan demi melindungi anakku. Aku putuskan untuk tidak akan pernah mengunjungi mereka berdua lagi sekalipun mereka memohon. Aku tidak mau anakku mengalami penderitaan serupa bahkan aku sama sekali tak mau anakku mengalami penderitaan. Sejak hari itu, aku kehilangan rasa kepercayaan aku terhadap mereka berdua. Sayang sekali padahal ibuku baru saja sehari sebelumnya nangis-nangis cerita tentang masa lalu dan minta maaf kepadaku tapi justru dia malah melakukan hal serupa lagi terhadap anakku. Tanteku bahkan tak berkutik sama sekali. Dia sok pintar, sok tahu padahal tak pernah hadir setiap hari. Jadwalnya datang hanya setiap hari Jumat malam dan pergi lagi hari Minggu malam diantar kakekku ke terminal untuk kembali bekerja keesokkan hari. Dia hanya bermalam sebentar, jadi dia tak pernah tahu dan tidak akan pernah tahu akan apa yang terjadi di rumah itu. Dia tak pernah tahu apa yang dilakukan ibu terhadap diriku selama puluhan tahun. Ibuku pandai memutar lidah, memutarbalikkan fakta, dia orang yang tak mau salah dan kalah. Kombinasi sempurna bukan? Tapi sekarang, aku merasa lebih lega. Aku bisa fokus pada keluarga dan pekerjaan tanpa harus memikirkan tekanan dari ibuku. Aku mantap keluar dari lingkungan keluarga yang toxic itu setelah kakekku meninggal. Aku menjauhi tempat itu demi keselamatan anakku.” 

    Ardo,”Kamu sudah melakukan yang terbaik, Dit. Jangan biarkan dia mengusik ketenanganmu lagi. Kamu sudah punya keluarga sendiri sekarang, yang wajib kamu lindungi.”

    “Terima kasih, teman-teman. Kalian selalu ada buat aku,” Adit bersyukur.

    Di sebuah acara keluarga besar. Adit hadir bersama istri dan anaknya. Mas Iyo, sepupu Adit menghampiri,”Dit, kenapa kamu tidak mengajak Ibumu? Dia pasti sedih kalau tidak diajak.

    Adit menjawab dengan nada tegas namun sopan,”Maaf, Mas. Saya sudah memutuskan untuk fokus pada keluarga saya sendiri.”

    Mas Iyo bertanya lagi,”Tapi kan dia ibumu. Kamu harus menghormatinya.”

    “Saya menghormati dia sebagai ibu yang telah melahirkan saya, menghidupi saya, membiayai sekolah saya. Aku bahkan melihatnya seperti Tuhan, Mas. Aku patuhi perintahnya termasuk untuk menikah, berumah tangga dengan sukses hingga membawa berkah. Aku sedang berjalan di jalan itu, di jalan yang dia minta aku jalani. Aku sedang mematuhi perintahnya, Mas. Dia memintaku untuk menikah dan mewujudkan rumah tangga yang sukses, tidak seperti rumah tangganya. Saya sedang mewujudkan itu, Mas. Paham? Tapi maaf, saya tidak bisa memaafkan perbuatannya di masa lalu dalam mendidik saya dengan ajaran-ajaran kebenciannya untuk membohongi saya. Maaf sekali, ini soal Kebenaran. Mas sendiri pernah bilang untuk tempatkan Kebenaran di atas segalanya dengan tidak bergaul dengan orang-orang yang tidak bijaksana. Aku melindungi keluargaku dari orang-orang yang tidak bijaksana, semoga Mas mengerti,” jelas Adit sangat tegas. 

    Di momen lain, Adit sedang berbincang dengan Anya,“Ya. Aku dulu sampai mengalami gagap selama hampir sepuluh tahun akibat trauma sering dimarahi, dibentak, dimaki dan dikasari sejak kecil. Aku sangat berterima kasih sekali kepada Mbak Marisa di RSHS Bandung waktu itu. Dia psikolog aku waktu itu hingga aku berhasil berani buka mulut dan sedikit-sedikit bisa lancar bicara seperti sekarang. Awal masuk SMP aku masih gagap lhoh. Aku masih ingat bagaimana rasanya mau bicara tapi suara berhenti di mulut, ngak bisa keluar.”

    “Jadi, terapi itu bener-bener ngebantu kamu ya?”.

    “Iya, banget. Aku belajar banyak hal dari terapisku. Dia ngajarin aku cara mengelola emosi, cara menghadapi kenangan buruk, dan yang paling penting, dia ngingetin aku kalau aku itu kuat, kalau aku itu nggak sendirian walau setahuku waktu itu, aku ngak punya kakak, ngak punya adik, ngak punya bapak, ngak punya ibu yang waras, yang ada hanya kakek yang buta dan nenek yang lumpuh, sekali-kali seminggu sekali ada tanteku yang sok pintar dan bangga sekali kalau dibilang sombong. Memang butuh waktu lama. Tapi aku nggak menyerah. Aku terus berusaha untuk menjadi versi terbaik dari diriku. Aku ikut kegiatan-kegiatan yang aku suka, bertemu orang-orang baru, dan belajar hal-hal yang baru. Aku  belajar painting sampai bisa ikut pameran di Braga sampai masuk peringkat 10 besar pelukis muda terbaik se-kota Bandung waktu itu. Mulai berani all out, walau ngak pernah dianggap juga sih oleh ibuku. Bukan kali itu saja aku ngak dianggap. Waktu aku dapat peringkat NEM terbesar ketiga di SMP, aku diminta menyampaikan undangan dari sekolah untuk disampaikan ke ibu agar hadir di upacara penyerahan penghargaan. Di sekolah kala itu ada tradisi basuh kaki orangtua di hadapan peserta upacara terakhir perpisahan kelas tiga, kelas sembilan kalau sekarang. Aku pikir, keberhasilan aku mengundangnya untuk hadir dengan cara seperti itu berhasil membuatnya merasa percaya diri akan dirinya sekaligus menumbuhkan rasa bangga dan sayang terhadap diriku hingga tak marah-marah lagi. Dugaanku keliru. Ibu justru semakin mengatur segala sisi kehidupan aku seolah aku ini budaknya, budak pemuas nafsu serakahnya. Dia punya mimpi aku masuk jurusan Fisika agar merajai seluruh jurusan di SMA, padahal aku suka Biologi, lagipula aku tak mau jadi raja. Ibu memaksaku dengan ajarannya yang keliru lagi. Dia berargumen bahwa jurusan A1/Fisika adalah raja dari segala jurusan dimana segala soal ujian dipatok dari jurusan Fisika dan kalo bisa berjaya di jurusan Fisika berarti menguasai segala jurusan. Waktu itu aku menentangnya karena menurutku pendapat itu salah tapi dia justru mengancamku dengan memaki bahwa aku akan jadi durhaka kalau tidak mematuhinya. Setelah melalui perdebatan hebat karena aku tak menyerah begitu saja, akhirnya aku mengalah. Aku mematuhi dia, aku masuk jurusan Fisika sesuai kehendaknya. Satu semester berlalu ketika ibuku berkata,’Ternyata kamu benar, Dit, jurusan Fisika itu bukan induk dari segala jurusan. Sekarang kamu boleh pindah jurusan.’ Aku kesal bercampur senang karena aku melihat chance untuk masuk ke jurusan yang aku suka sekaligus kesal karena ‘kenapa baru sekarang?’, ‘setelah enam bulan?’, ‘setelah satu semester?’ Karena muncul kembali harapan untuk bisa pindah jurusan, aku mencari informasi, tapi ternyata sangat mengecewakan. Hasilnya nihil sebab setelah menjalani satu semester, aku ternyata sudah tidak bisa pindah lagi hingga akhirnya aku terpenjara di ruangan yang sangat menyiksa itu selama dua tahun hingga lulus dengan nilai yang minim akibat penuh keterpaksaan. Sejak itu, sejak ibuku memberikan keputusan yang keliru juga terlambat, aku kehilangan kepercayaanku terhadapnya. Sejak itu aku melihat bahwa ibuku ternyata tidak bisa membuat keputusan yang benar. Sejak itu aku yakin bahwa ibuku sama sekali tidak mampu membuat keputusan yang benar.”

    Parenting style ibumu merepotkan ya? Untung ibuku beda jauh dengan ibumu. Ups, maaf ya Dit, jangan tersinggung, maksud aku…,” ujar Anya merasa tak enak, tak sengaja menyinggung.

    It’s ok, aku paham koq. It’s ok. Don’t worry,” Adit menenangkan.

    “Aku bangga banget sama kamu, Dit. Kamu udah jadi sosok yang mandiri dan percaya diri, bahkan berani dan tegas menyatakan sikap dan kamu sangat gigih dengan komitmen kamu. Aku ikut bangga, Dit. Selain keluarga kamu, aku termasuk dalam barisan sohib kamu yang bangga sama kamu. Aku yakin, kamu bisa total seratus persen lepas dari bayang-bayang dominasi buruk ibu kamu, demi keluarga kamu. Pastikan anak kamu terlepas dari sosok nenek yang tidak pantas jadi panutan,” Anya memberi dukungan.

     

    Pesan Moral:

    Kisah Adit adalah sebuah petualangan epik dalam dunia digital kehidupan. Bayangkan Adit sebagai seorang gamer yang tengah memainkan game kehidupan yang sangat kompleks. Dalam perjalanannya, ia mengalami sebuah glitch besar: trauma masa kecil. Glitch ini layaknya virus yang menginfeksi sistem operasi dalam game, menghambat kemajuan dan menyebabkan kerusakan pada karakter.

    • Restart dan Update

    Untuk mengatasi glitch ini, Adit melakukan tindakan yang berani: restart sistem. Dengan memutuskan hubungan dengan ibunya, ia seolah-olah menekan tombol “reset” dan memulai ulang game-nya dari awal. Ini adalah langkah yang sulit, namun sangat penting untuk membersihkan sistem dari file-file yang rusak dan corrupt.

    Setelah restart, Adit tidak sendirian. Ia mendapatkan update berupa dukungan dari teman-temannya. Update ini memberikan Adit buff atau peningkatan kemampuan, seperti peningkatan kepercayaan diri dan keterampilan sosial. Dengan buff ini, ia siap untuk menghadapi level-level berikutnya.

    • Level Up ke Dunia Baru

    Kehidupan baru Adit adalah sebuah level yang sama sekali berbeda. Jika sebelumnya ia terperangkap dalam dungeon yang gelap, kini ia telah keluar dan memasuki dunia yang lebih luas. Di level baru ini, ia akan menghadapi boss yang lebih kuat dan monster yang lebih ganas, namun ia juga akan menemukan item yang lebih langka dan skill yang lebih canggih. 

    Setiap tantangan yang ia hadapi adalah sebuah kesempatan untuk mengasah kemampuannya dan menjadi versi terbaik dari dirinya.

    • Digital Detox dan Komunitas Online

    Kisah Adit juga mengajarkan kita pentingnya digital detox. Dengan memutuskan hubungan yang toxic, Adit sebenarnya melakukan digital detox dari energi negatif. Sama seperti kita perlu membersihkan cache pada perangkat kita secara berkala, kita juga perlu melakukan detox dari hubungan yang tidak sehat untuk menjaga kesehatan mental kita.

    Komunitas online berperan sebagai guild atau kelompok pemain dalam game. Di sini, para pemain dapat berbagi tips, trik, dan pengalaman. Komunitas online seperti ini sangat penting, terutama bagi mereka yang sedang berusaha untuk level up dalam hidup.

     

     

    Kreator : Adwanthi

    Bagikan ke

    Comment Closed: Level Up di Era Digital Ribet

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021