Kisah gadis dan tim saat menjalani liputan Ramadhan di Mekah
Kisah ini masih diambil dari cerita Aida, gadis yang saat itu berusia 22 tahun dan berangkat ke Mekah, untuk kegiatan liputan program “Ramadhan di Mekah” selama hampir 1 bulan. Selama berada di Saudi, lokasi tempat liputan berada di sekitar Jeddah dan Mekah. Banyak tempat yang berhasil didatangi dan orang-orang baru yang dikenal. Melalui kegiatan ini, Aida dan tim jadi mengenal atase Republik Indonesia di Jeddah, bahkan diundang makan malam di rumahnya. Kepala Maskapai Penerbangan Indonesia untuk Jeddah, juga mengundang tim liputan untuk buka puasa bersama. Ada beberapa komunitas pelajar, komunitas etnik yang tinggal di Mekah dan memiliki sekolah, serta banyak lagi.
Setiap hari, selalu ada kegiatan yang membuka mata dan pengetahuan baru. Aida sangat menyukai hal ini. Oh iya, mereka juga bekerja sama dengan stasiun TV lokal, untuk beberapa program siaran Live. Intinya, pekerjaan ini tidak hanya menambah wawasan tetapi juga persaudaraan.
Aktivitas di apartemen biasanya dimulai sekitar jam 08:00 untuk membahas kegiatan dan konsep liputan. Sebagai asisten produksi, tugas Aida adalah membuat rundown program, menulis naskah dan mengatur jalannya produksi. Nah, tim berencana untuk mengambil gambar di Masjid Namirah atau dikenal dengan sebutan Masjid Namira di Arafah. Usai sholat Zuhur, tim pergi menuju Arafah. Sekitar pukul 2 siang, tim sampai di Masjid Namira dan mulai mengambil gambar. Suasana lokasi sangat sepi dan lengang. Saking sunyinya, kru bahkan bisa mendengar kerikil yang jatuh.
Setelah mengambil gambar dan mengelilingi bangunan masjid sambil mendengarkan penjelasan Pak Ustad, kru beristirahat di pelataran masjid. Sayangnya saat itu, pintu masjid dikunci. Tidak ada petugas maupun seseorang yang ada di sana. Jalan menuju Arafah juga sangat hening, tenda-tenda yang biasanya digunakan jamaah haji untuk beristirahat di saat Wukuf, kosong melompong. Selama kurang lebih 1 jam kami mengambil gambar, kami berencana pulang. Bersama 7 orang kru dan 1 sopir yang melintas di atas mobil Elf putih di wilayah yang gersang itu. Sutradara kami, Kang Asep berseru. “Eh, berhenti Pak, kita mau ambil gambar jalan, dan kondisi aspal dulu.” Supir pun menghentikan mobilnya.
Saat sedang mengambil gambar, tiba-tiba, kamera mati. Sudah coba ganti batere beberapa kali. Namun tetap tidak berfungsi. Pak Ustad, seakan menyadari ada yang janggal. “Eh, iya, jam berapa ini? Waktu Ashar ya?” udah jangan di sini. Waktunya sholat.” Seakan memahami maksud Pak Ustad, sopir pun melanjutkan perjalanan. Kami keluar dari Mekah dan menuju masjid terdekat untuk Sholat Ashar. Di perjalanan Pak Ustad berkata. “Lupa kasih tau, kalau waktunya sholat jangan kerja. Sholat dulu. Di sin ikan bukan manusia saja yang beribadah, jin dan malaikat juga.” Sontak, setelah mendengar Pak Ustad bicara, wajah kru menjadi pucat dan saling menatap. “Oh iya, saya hampir saja marah sama orang alat, kok kameranya macet. Gak kepikiran Pak Ustad, maaf” ujar Kang Asep.
Aida yang tadinya santai menjadi tegang. Ia baru menyadari, bahwa ini adalah wilayah yang disebutkan dalam Al Qur’an, harus sangat berhati-hati, dalam meliput maupun menyampaikan pesan. Walau niatnya baik, caranya harus baik. Karena bisa jadi, kita tidak hanya berinteraksi dengan manusia namun makhluk Allah yang lain. Pak Ustad bercerita, pernah ada pula jurnalis luar negeri yang mengambil gambar di waktu sholat di dekat Masjid Namira. Melalui lensa kamera, ia melihat banyak orang berbondong-bondong datang ke masjid. Tetapi anehnya, saat ia lihat dengan matanya sendiri, suasana sangat sepi dan lengang. Hanya ada hembusan angin dan desiran pasir. Berkali-kali, jurnalis tersebut mengedipkan matanya. Namun pemandangan yang sama ia dapatkan.
Aida dan kru telah sholat Ashar dan meninggalkan masjid kecil di luar Mekah, karena bukan musim haji, masjid tersebut terlihat sunyi. Saat ingin pergi, seseorang dari masjid memanggil-manggil dalam bahasa Arab. Nada panggilnya keras seperti orang marah-marah. Karena takut, kru tidak ada yang berani turun. Akhirnya Pak Ustad dan sopir yang turun. Ternyata orang tersebut, memanggil-manggil untuk memberikan takjil kepada musafir. Takjil gratis di Saudi, dikemas dalam bentuk box ukuran sedang. Di dalamnya ada tasbih, air mineral, jus, roti, permen, cokelat dan lain-lain. Ya Allah, ada orang mau kasih takjil, kami malah ketakutan. Ampuni kami ya Allah.
Kreator : Nurhablisyah
Comment Closed: Liputan Ramadhan di Mekah
Sorry, comment are closed for this post.