Pernah ngerasain hati tuh rasanya nyess gitu ngga? Kadang ngga terdeteksi, sakit aja rasanya tiba-tiba. Bahkan belum sempat overthinking, tapi udah berasa sakitnya. Kalau yang kayak gini, triggernya biasanya bukan satu dua kalimat. Biasanya setelah ada consciousness akan sebuah kondisi, baru nyadar ceunah, baru deh berasa sakit. Kayak langsung mikir: oh, ternyata gini amat ya sebenernya. Duh, kenapa ya perempuan itu suka random banget kayak begini. Tapi, faktanya nih, ada lho seorang penulis perempuan dari Aljazair, yang sempat viral karena dikabarkan menulis 10.000 halaman buku yang berjudul Kaifa Tufhamu al-Mar’ah atau Bagaimana Wanita Dipahami. Saking susahnya memahami jalan pikir perempuan sampai bisa ada buku setebal itu ya kan. Tapi rupanya klaim yang bikin berita itu jadi viral tidak seperti kenyataannya, rupanya isi buku tersebut adalah kumpulan petuah kehidupan yang dialami oleh penulis sejak kanak-kanak.
Sampai sini, tetap amazed bahwa seseorang bisa demikian detail menulis pengalaman hidupnya sebanyak itu. Pun di usia yang belum bisa dibilang tua, Noura Ta’aAllah (penulis buku tersebut) baru berusia 28 tahun. Saya jadi teringat sebuah sesi konseling pribadi beberapa tahun lalu, yang menyarankan supaya diri saya untuk menambah kesibukan sebagai bentuk terapi mandiri. Di antara kesibukan itu, di masa pandemi lalu, saya sendiri mengikuti sebuah pelatihan menulis online yang akhirnya mengembalikan kebiasaan menulis selama sekian menit setiap hari. Kenapa harus begitu? Ya akhirnya saya memahami bahwa ini adalah salah satu bentuk cara mencintai diri sendiri.
Itulah makanya slogan love yourself first itu bener banget. Karena seringkali yang bikin seseorang bisa bertahan dan akan baik-baik saja pada akhirnya bukan karena kondisinya sudah berubah, melainkan karena dirinya yang berubah, lebih menyadari bahwa I am worth all the efforts, jadi kalau kamu ngga melihat itu maka that’s your lost. Perempuan memang mesti se-PD itu sih menurut saya, kalau ngga, bisa ngga waras semua isi bumi ini. Kan katanya pusat kebahagiaan di rumah itu berasal dari seorang ibu (perempuan) yang bahagia.
Pernah berapa kali baca artikel atau ya sekedar postingan, tentang bagaimana perempuan itu ‘repot banget’ cari validasi, cari perhatian, luluh sama kebaikan orang lain dibandingin orang terdekat (keluarga dan pasangan), dan sejenisnya. Topik ini sih tidak pernah jadi hal ringan yang main-main ya menurut saya. Karena bisa saja sebagian dari permasalahan perempuan di rumah itu ya soal validasi dan penghargaan ini. Ngga melulu soal materi, biasanya perempuan itu sudah cukup kok disayang, disentuh dengan kasih, diberi ucapan, diberi hadiah kecil, didengarkan ceritanya. Hebatnya perempuan adalah, dengan modal hal-hal sepele gitu aja bekas cintanya besar sekali dan sangat cukup untuk membuat perempuan itu berjuang mati-matian untuk keluarganya, membela pasangannya, sampai mungkin melakukan lebih dari yang seharusnya.
But doesn’t all things don’t come easily with a great result? Tidak semudah itu ternyata hidup. Karena memang atas nama ketidakpekaan, perbedaan gender dan pemikiran, beda sudut pandang, sampai lebih mengutamakan ‘pahami dulu baru minta’ akibatnya ya selalu saja yang sepele-sepele tapi dibutuhkan perempuan itu kurang terpenuhi. Berjuang sendirian, bertepuk sebelah tangan. Kalau ada lelaki yang menunjukkan itu semua, namanya beneran cinta dan sayang.
Jadi kalau tidak ditunjukkan, bagi perempuan hidupnya akan terasa flat aja kayak hak sepatu sneakers. Emang ngga ada rasa apa-apanya, mau minta dilebihin gimana coba? Kan katanya laki-laki itu makhluk perhitungan, jadi kalau ngga ada isi yang mau dihitung, emang mereka mau kasih hasil yang bagaimana? Waduh, kok jadi miris dan melas begini.
Topik seputar hidup, rumah tangga, keluarga, memang selalu panas. Padahal biasanya ceritanya juga santai, bahkan di momen yang agak dijadiin bahan diskusi dan dibahas serius, bukan sekedar curhatan biasa.Saya kurang setuju jika pembahasan atau diskusi ringan tapi panas itu hanya dianggap angin lalu dan dikomentari: Ngga usah berlebihan deh, setiap orang juga punya masalah. Kadang juga kasihan kalau lihat ada perempuan lain yang lebih frontal melawan dengan cara pokoknya ngga mau berdamai dengan masalah, menunjukkan ketidaksukaan mereka secara terang-terangan, atau memilih untuk berpisah langsung (entah sebab pertimbangan pribadi atau mendapat banyak inspirasi). Saya tentu tidak akan bisa menilainya dengan sebelah mata, karena cukup merasa juga berjuang tapi di jalur yang berbeda. Walau tidak juga membenarkan, cuma pengen puk puk dan peluk mereka yang merasakan hal ini. They all need all good things to put away all the sorrows they have. Jadi perempuan itu tidak mudah.
Karena sepertinya sebagian perempuan merasakan dan mempertanyakan beberapa hal yang sama, padahal ini maunya disampaikan dengan sedikit teriak biar didengarkan oleh kalian semua hai para suami-suami dan pasangan di luar sana:
Am I not smart enough as a person? Am I not pretty enough that you don’t even know what to say whenever I ask ‘what part of me that attracts you?’ Am I not worthy enough to be loved?
Love yourself more, hai para perempuan, hai kita semua. We deserve all the love we need.
Kreator : Dixie Maia
Comment Closed: Love Yourself More
Sorry, comment are closed for this post.